Membuka Wawasan Kaum Muslimin yang mudah Terprovokasi agar sadar

mudah Terprovokasi agar sadar

Ingat penembakan di masjid An-Noor di New Zealand? Waktu itu media2 barat heboh mem-framing pelaku, Brenton Tarrant adalah orang yg "aslinya" baik. Harian dailymail di Inggris, kala itu menulis berita yg diberi judul "How an innocent boy turned into one of the world's worst killers". Disitu ditampilkan foto2 Tarrant semasa kecil bersama keluarganya, lengkap dengan kisah2 emosional yg konon melatarbelakangi aksi brutalnya; salah satunya karena kematian ayahnya akibat kanker.

Gaya pemberitaan seperti itu adalah tipikal kelakuan media liberal dalam membela secara halus kejahatan teroris liberal, yakni dgn membawakan pembelaan "Pelaku itu aslinya anak baik lho, tapi bla bla bla bla, makanya jadi penjahat"

Akan tetapi jika pelaku aksi terorisme itu adalah seorang muslim atau jihadist mumet, maka yg pertama dimunculkan adalah simbol2 agama ... seperti celana cingkrang, jenggot, cadar, rajin shalat dll. Serangan senjata tajam yg dilakukan Mickael Harpon di markas polisi di Paris minggu lalu yg diangkat juga adalah pelaku yg berhubungan dengan Salafi.

Kesemuanya itu mengarah pada framing atau tuduhan "ini lho pelakunya Islam. ini lho pelakunya muslim yg taat. ini lho pelakunya wahabi". Ujung2nya pesan yg kaum liberal itu ingin sampaikan adalah 'Islam agama teror dan wahabi pembawa radikalisme'.

Nah, susahnya adalah memang semakin hari semakin banyak kaum muslimin yg mudah terprovokasi, sedikit2 apa bae didemoin dan berubah jadi sumbu pendek sehingga stereotype radikal itu dgn mudah melekat. Mengapa demikian? Karena kaum muslimin menari mengikuti irama yg dimainkan musuh2 Islam itu sendiri, yaitu dengan berpartai-partai, bergolongan-golongan yg difasilitasi dalam wadah demokrasi.

Allahul Musta'an ...

sumber Katon Kurniawan

Tidak ada komentar: