Mereka Dituduh sebagai Penganjur ajaran radikalisme terorisme

ajaran radikalisme terorisme

Gambar pertama adalah sampul buku berjudul Tabdiidu Kawaasyifil-'Aniid fii Takfiirihi li-Daulatit-Tauhiid tulisan Dr. 'Abdul-'Aziiz Ar-Rais yang diberikan pengantar oleh Asy-Syaikh Shaalih Al-Fauzaan, Asy-Syaikh 'Abdullah Al-'Ubailaan, dan Asy-Syaikh 'Abdul-Muhsiin Al-'Ubaikaan hafidhahumullah. Isinya bantahan terhadap pemikiran/ideologi takfiri tokoh Al-Qaeda, Abu Muhammad Al-Maqdisiy. Penulis adalah seorang dai terkenal di Saudi, sedangkan yang memberikan pengantar adalah ulama besar panutan di Saudi.

Gambar kedua
adalah ceramah agama yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Firanda Andirja hafidhahullah di Masjid Daarul 'Ilmi STIK-PTIK [Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian]. Judulnya : Pandangan Islam terhadap Terorisme. Bisa disimak di sini : https://youtu.be/quxytMzj2PY].

Gambar ketiga adalah ceramah pembinaan kepada masyarakat dari Ustadz Dr. Ali Musri hafidhahullah melalui Radio Rodja 756 AM berjudul "Mengapa Terorisme Dikecam". Bisa disimak di sini : https://youtu.be/U2AfnqEWzNU

Gambar keempat adalah sampul buku berjudul "Jihad dalam Syariat Islam dan Penerapannya di Masa Kini" tulisan (guru agama saya) Ustadz Yazid bin 'Abdil-Qadir Jawas hafidhahullah. Buku ini menjelaskan apa itu jihad, dalilnya, serta penerapannya, termasuk meluruskan kesalahpahaman sebagian orang tentang jihad. Yang jelas, kontra terorisme juga.

Mereka semua oleh sebagian oknum sering diberikan stigma penganjur ajaran radikalisme terorisme. Mulai dari ulama Saudi, para ustadz/dai berjenggot dan bercelana cingkrang, dan apapun yang ditengarai NON-NAHDLIYYIIN. Seakan, Islam non Nahdliyyin adalah objek utama yang mesti diwaspadai apabila ada isu radikalisme. Kenyataannya, mereka yang dituduh tersebut banyak membantu Pemerintah melakukan pembinaan masyarakat mencegah dan memberantas bibit-bibit radikalisme terorisme. Kita jengah sebenarnya dengan tuduhan-tuduhan tak berdasar yang cenderung ngaco. 

Di sisi lain, kita juga mengetahui, ada sejarah panjang friksi antara kaum tradisonalis NU dengan 'modernis' (Muhammadiyyah, Al-Irsyad, Persis, dan kini, Salafi). Tak usah disembunyikan, saksi mata/sejarah banyak, buku ada, dan bahkan penelitian ilmiah dari beberapa universitas sudah mencatat. Tuduhan-tuduhan radikalisme terorisme hanya muncul sepihak dari satu kalangan yang kebetulan mendapat kemudahan fasilitas untuk melemparkan bola panas ke media. Diperunyam lagi, kini, adanya kelompok 'Pam Swakarsa' yang sering bertindak ala kepolisian membubarkan pengajian dengan jargon tudingan 'memecah belah, mengajarkan radikalisme, menyebarkan ajaran terorisme'. Alhamdulillah, tempo hari katanya masuk barak karena persoalan menteri agama.

Kita berharap, Pemerintahan Bapak Presiden Joko Widodo jilid kedua ke depan semakin baik. Dapat merubah stigma radikalisme terorisme identik dengan Islam dan kaum muslimin non tradisionalis. Kami mendukung dengan sangat program kontra-terorisme yang mengganggu stabilitas masyarakat dan negara.

Perlu juga kesepahaman apa definisi radikalisme yang diperangi. Dulu Presiden Sukarno sering menyebut nasionalis radikal sebagai sesuatu yang baik. Tentu dengan cara pandang beliau. Maka jika seseorang ingin mengamalkan ajaran agamanya dengan benar-benar konsekuen, ini bukan radikalisme negatif. Memberantas radikalisme tentu bukan dengan membenarkan yang salah atau menyalahkan yang benar yang merupakan bagian dari ajaran agama. Majelis Ulama Indonesia (MUI) dapat menjadi salah satu rujukan dalam mendefinisikannya. Isu kontra radikalisme-terorisme jangan menjadi liar menabrak objek yang tidak tepat.

Terakhir, kita semua berharap agar negeri kita aman sentausa, sehingga semua orang dapat keluar rumah tanpa merasa terancam. Bahkan saya pribadi, saya tak mau mendengar bisingnya orang demonstrasi di jalanan karena hanya bikin susah orang. Malahan, jadi sumber kekacauan seperti yang sudah-sudah.

Tidak ada komentar: