BNPT : Indikator Radikalisme Bukan Cadar atau Celana Cingkrang

BNPT

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Suhardi Alius mengaku tak setuju jika penggunaan cadar dan celana cingkrang dijadikan indikator seseorang terpapar radikalisme. Sebab, banyak pelaku aksi terorisme yang malah tak menggunakan cadar ataupun celana cingkrang.

"Jadi, saya sudah bilang berkali-kali. Pak Mahfud (Menko Polhukam) sependapat dengan saya. Jangan menstigma tata cara berpakaian sebagai indikator radikalisme. Ini masalah mindset," kata Suhardi seusai merilis survei BNPT 2019 di Jakarta, Selasa (10/12).

Suhardi menjelaskan, indikator semacam itu terbukti tak tepat jika berkaca pada aksi-aksi terorisme yang terjadi beberapa waktu lalu. 

Ia mencontohkan, seperti pada teror bom di Surabaya, di mana pelaku berpenampilan seperti masyarakat pada umumnya. Suhardi menekankan, persoalan radikalisme dan terorisme adalah masalah pemikiran. Sehingga tak bisa dinilai dari penampilan fisik.

"Jadi, tidak bisa kita bilang masalah jidat hitam (sebagai indikator). Beberapa direktur saya jidatnya hitam, tapi orangnya bagus. Nasionalismenya tinggi," ujar Suhardi.

Survei Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) 2019 mendapati bahwa Indeks Potensi Radikalisme secara nasional menurun. Meski demikian, BNPT mengaku tak akan menurunkan intensitas dalam mencegah radikalisme dan terorisme.

Survei yang dilakukan di 32 provinsi itu mendapati indeks potensi radikalisme secara nasional tahun 2019 berada di angka 38,43 (skala 0-100). Sedangkan tahun 2017 ada di angka 55,12. Artinya, potensi radikalisme secara nasional mengalami penurunan sebesar 16.69 poin.

"Kesimpulannya, terjadi pergeseran dari kategori potensi sedang ke potensi rendah," kata Suhardi saat memaparkan hasil survei.

Suhardi mengatakan, indeks potensi radikalisme secara nasional memang menurun, tapi pihaknya tak mau cepat berpuas diri. (rep)

sumber : harianhaluan.com

Tidak ada komentar: