Salah satu sunnatullah sekaligus pertanda akhir zaman, akan terjadi perselisihan dan perpecahan pada umat Islam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِى فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيرًا
“Sesungguhnya siapa dari kalian yang hidup setelahku, niscaya akan menyaksikan (mendapati) perselisihan yang banyak.” (HR. Abu Dawud: 4609 dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih Ibnu Majah no. 42)
Dalam hadits yang lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
Dalam hadits yang lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
أَلاَ إِنَّ مَنْ قَبْلَكُمْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ افْتَرَقُوا عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً وَإِنَّ هَذِهِ الْمِلَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِينَ ثِنْتَانِ وَسَبْعُونَ فِى النَّارِ وَوَاحِدَةٌ فِى الْجَنَّةِ وَهِىَ الْجَمَاعَةُ
“Ketahuilah, sesungguhnya orang-orang sebelum kalian dari kalangan ahlul kitab berpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan, dan sesungguhnya agama ini (Islam) akan berpecah menjadi tujuh puluh tiga, tujuh puluh dua akan masuk neraka, hanya satu yang akan masuk surga dan itulah al-Jama’ah.” (HR. Abu Dawud: 4599 dishahihkan oleh al-Albani dalam ash-Shahihah: 1/358)
Sebagian ulama mengatakan bahwa pokok (gembong) dari kelompok-kelompok sesat itu ada enam yaitu: al-Haruriyyah, al-Qadariyyah, al-Jahmiyyah, al-Murji’ah, ar-Rafidhah, al-Jabriyyah. Setiap kelompok kemudian terpecah menjadi dua belas sehingga semuanya berjumlah tujuh puluh dua. (Lihat al-Muntaqa an-Nafis min Talbis Iblis hal. 41)
Al-Imam Ahmad menyebutkan dalam Musnadnya sebuah hadits yang menunjukkan bahwa jalan kesesatan itu lebih banyak daripada jalan keselamatan. Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu, ia menuturkan:
Sebagian ulama mengatakan bahwa pokok (gembong) dari kelompok-kelompok sesat itu ada enam yaitu: al-Haruriyyah, al-Qadariyyah, al-Jahmiyyah, al-Murji’ah, ar-Rafidhah, al-Jabriyyah. Setiap kelompok kemudian terpecah menjadi dua belas sehingga semuanya berjumlah tujuh puluh dua. (Lihat al-Muntaqa an-Nafis min Talbis Iblis hal. 41)
Al-Imam Ahmad menyebutkan dalam Musnadnya sebuah hadits yang menunjukkan bahwa jalan kesesatan itu lebih banyak daripada jalan keselamatan. Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu, ia menuturkan:
خَطَّ لَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطًّا،ثُمَّ قَالَ: هَذَا سَبِيلُ اللهِ، ثُمَّ خَطَّ خُطُوطًا عَنْ يَمِينِهِ وَعَنْ شِمَالِهِ، ثُمَّ قَالَ: هَذِهِ سُبُلٌ – قَالَ يَزِيدُ: مُتَفَرِّقَةٌ – عَلَى كُلِّ سَبِيلٍ مِنْهَا شَيْطَانٌ يَدْعُو إِلَيْهِ، ثُمَّ قَرَأَ: وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ ، فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ
“Rasulullah pernah membuat sebuah garis untuk kami lalu bersabda: ‘Inilah jalan Allah.’ Kemudian beliau membuat beberapa garis di kanan dan kirinya lalu bersabda: ‘Inilah jalan-jalan -Yazid (salah seorang perawi) berkata: yang berserakan- setiap jalan tersebut terdapat setan yang mengajak kepadanya.’ Kemudian beliau membaca firman Allah: “Dan inilah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya.(QS. al-An’am: 153).” (HR. Ahmad:4142, dihasankan oleh al-Albani dalam Misykah al-Mashabih: 1/36)
Berangkat dari hadits-hadits di atas, maka seorang muslim pada hari ini dituntut untuk bersikap kritis dalam beragama. Sebab, tanpa kejelian dalam memilih jalan dan metode beragama dapat menjatuhkannya ke salah satu dari sekian banyak jalan dan kelompok sesat yang ada.
Begitu pula seorang yang lahir dan besar dalam lingkungan yang Islami, tidak boleh baginya untuk menerima begitu saja ajaran-ajaran Islam yang ia dapatkan dalam lingkungannya tersebut. Wajib baginya untuk kembali memeriksa apakah ajaran-ajaran tersebut merupakan ajaran Islam yang sesungguhnya ataukah tidak. Sebab semakin kebelakang zaman semakin rusak, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
Berangkat dari hadits-hadits di atas, maka seorang muslim pada hari ini dituntut untuk bersikap kritis dalam beragama. Sebab, tanpa kejelian dalam memilih jalan dan metode beragama dapat menjatuhkannya ke salah satu dari sekian banyak jalan dan kelompok sesat yang ada.
Begitu pula seorang yang lahir dan besar dalam lingkungan yang Islami, tidak boleh baginya untuk menerima begitu saja ajaran-ajaran Islam yang ia dapatkan dalam lingkungannya tersebut. Wajib baginya untuk kembali memeriksa apakah ajaran-ajaran tersebut merupakan ajaran Islam yang sesungguhnya ataukah tidak. Sebab semakin kebelakang zaman semakin rusak, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
لَا يَأْتِي عَلَيْكُمْ زَمَانٌ إِلَّا الَّذِي بَعْدَهُ شَرٌّ مِنْهُ
”Tidaklah datang suatu zaman kepada kalian melainkan zaman yang setelahnya lebih buruk dari sebelumnya.” (HR. Bukhari: 7068)
Dalam hadits lain, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah bersabda:
Dalam hadits lain, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah bersabda:
بَدَأَ الإِسْلامُ غَرِيبًا ، وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا ، فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ
“Islam bermula dalam keadaan asing dan akan kembali asing sebagaimana ia bermula, maka beruntung orang-orang yang asing.” (HR. Muslim: 145)
Agama Islam akan banyak sampahnya. Ajaran-ajaran yang tidak ada syari’atnya akan bertebaran, dan kemudian dianggap sebagai ajaran agama. Karenanya, tidak ada celaan bagi mereka yang bersikap kritis dalam beragama. Dengan kata lain, seorang yang berlepas diri dari sikap fanatik buta yaitu menerima begitu saja apa yang ia dapatkan dari orang tuanya bukanlah seorang yang salah jalan atau bersikap sombong dan tidak menghormati nenek moyangnya. Bahkan, itulah yang dituntut darinya.
Sebab Islam bukanlah agama yang dibagun di atas rasa fanatik buta, akan tetapi dibagun di atas hujjah (dalil) yang kuat yang bersumber dari dua wahyu ilahi; al-Qur’an dan Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Oleh sebab itu, berikanlah perhatian terhadap cara beragama kita, jangan hanya taklid (mengikuti) orang banyak. Kritislah dalam beragama karena kita hidup di zaman yang keburukannya lebih banyak daripada zaman sebelumnya.
Semoga bermanfaat.
Ditulis oleh: Zahir al-Minangkabawi
artikel maribaraja.com
Agama Islam akan banyak sampahnya. Ajaran-ajaran yang tidak ada syari’atnya akan bertebaran, dan kemudian dianggap sebagai ajaran agama. Karenanya, tidak ada celaan bagi mereka yang bersikap kritis dalam beragama. Dengan kata lain, seorang yang berlepas diri dari sikap fanatik buta yaitu menerima begitu saja apa yang ia dapatkan dari orang tuanya bukanlah seorang yang salah jalan atau bersikap sombong dan tidak menghormati nenek moyangnya. Bahkan, itulah yang dituntut darinya.
Sebab Islam bukanlah agama yang dibagun di atas rasa fanatik buta, akan tetapi dibagun di atas hujjah (dalil) yang kuat yang bersumber dari dua wahyu ilahi; al-Qur’an dan Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Oleh sebab itu, berikanlah perhatian terhadap cara beragama kita, jangan hanya taklid (mengikuti) orang banyak. Kritislah dalam beragama karena kita hidup di zaman yang keburukannya lebih banyak daripada zaman sebelumnya.
Semoga bermanfaat.
Ditulis oleh: Zahir al-Minangkabawi
artikel maribaraja.com
Tidak ada komentar: