Pelanggaran HAM Berat Pemerintah China kepada Muslim Uyghur

Pelanggaran HAM Berat Pemerintah China kepada Muslim Uyghur

"Xinjiang" secara harfiah bermakna 'Perbatasan Baru' atau 'Daerah Baru', nama yang diberikan semasa Dinasti Qing Manchu. Nama tersebut dianggap sebagai sebutan sinis dan terkesan menyakitkan hati para pendukung kemerdekaan Xinjiang yang lebih condong pada penggunaan nama lokal yang bersejarah atau beretnik seperti Turkestan Tiongkok, Turkestan Timur atau Uighuristan. Oleh karena ketiga nama tersebut berhubungan erat dengan gerakan kemerdekaan, pemerintah Tiongkok dan kebanyakan warga lokal suku Han menganggapnya ofensif.

Penduduk asli Xinjiang berasal dari ras-ras Turki yang beragama Islam, terutama suku Uighur (45,21%) dan suku Kazakh (6,74%). Selain itu, di Xinjiang juga terdapat suku Han, yang berjumlah sekitar 40,58% (sensus 2000). Persentase suku Han di Xinjiang meningkat secara drastis dari 6% saat berdirinya Republik Rakyat Tiongkok (1949) hingga lebih dari 40% pada saat ini

Perlawanan terhadap kekuasaan Tiongkok telah berlangsung sejak lama di Xinjiang. Saat ini, kebanyakan pemimpin perlawanan berada di pengasingan, antara lain di Turki, Jerman dan Amerika Serikat. Kebanyakan gerakan ini adalah gerakan kesukuan yang sekuler, walaupun terdapat beberapa gerakan yang berideologi Islam.

Sejak Peristiwa 11 September di Amerika Serikat, pemerintah Tiongkok juga mengklaim terdapat gerakan terorisme internasional di Xinjiang, yang dituduh berkaitan dengan Gerakan Taliban di Afganistan. Menurut laporan pemerintah Tiongkok pada tahun 2002, setidaknya 57 orang tewas akibat serangan teroris di Xinjiang.

Pemerintah Tiongkok dilaporkan telah melakukan pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Xinjiang, di antaranya pelanggaran kebebasan beragama, kebebasan berkumpul dan berpendapat, hambatan atas pendidikan, diskriminasi, serta hukuman mati terhadap tahanan politik. Keberadaan sekolah Islam, masjid dan imam dikontrol secara ketat, dan para imam diharuskan "berdiri di sisi pemerintah dengan teguh dan menyampaikan pendapatnya dengan tidak samar-samar". 

Sejak 1995 hingga 1999, pemerintah telah meruntuhkan 70 tempat ibadah serta mencabut surat izin 44 imam. Pemerintah juga secara resmi menerapkan larangan ibadah perorangan di tempat-tempat milik negara. Larangan ini juga mencakup larangan salat, puasa di bulan Ramadhan di kantor atau sekolah milik negara. Kepemilikan Al-Qur'an saja juga dapat dihukum, dan pihak keamanan melakukan pencarian rutin terhadap "penerbitan ilegal" serta "bahan-bahan agama ilegal".

Selain itu, diskriminasi terjadi di sekolah-sekolah, di mana asrama-asrama diperiksa agar tidak ada yang melakukan sembahyang atau bentuk ibadah lainnya. Di bidang tenaga kerja bisnis dan pemerintahan, orang-orang Muslim sering dihambat dari jabatan yang tinggi. Selain itu, kebijakan keluarga berencana di Tiongkok juga diklaim menguntungkan suku Han, yang memiliki tingkat pertumbuhan populasi 31.6%, lebih tinggi dibanding suku-suku lain yang maksimal 15.9%.

Menurut Amnesty International, Xinjiang adalah satu-satunya provinsi di Tiongkok yang mengizinkan hukuman mati terhadap tahanan politik. Jumlah tepat korban hukuman mati dirahasiakan oleh negara, namun menurut Dogu Turkestan, jumlah korban tewas akibat hukuman mati atau penyiksaan oleh pemerintah mencapai 2.500 dari tahun 1999 hingga Maret 2000 saja.

Tidak ada komentar: