Cara Menghilangkan sifat keluh kesah (Telaah surat al-maarij : 19-35)

Cara Menghilangkan sifat keluh kesah

Penyakit keluh kesah adalah penyakit hati yang sangat berbahaya. Penyakit ini kambuh karena pengaruh kehidupan dunia yang penuh dengan bala dan ujian. Mereka tidak mengerti tujuan hidup, mereka mengira apa yang menjadi keinginannya pasti terpenuhi . Penyakit ini akan mendobrak hati untuk berbuat zalim, permusuhan, kerusakan, kebodohan bahkan pembunuhan. Mereka bingung mencari pengobatannya.

Pergi ke dokter tidak sembuh. Dibawa ke tukang ramal dan tukang tenung, bukan menyelesaikan perkara, tetapi disuruh berbuat syirik dan diminta uangnya . Dibawa ketempat hiburan dan kemaksiatan, tidak mengurangi penyakit, bahkan bertambah parah bahkan ada yang bunuh diri. Naudzu billahi min dzalik, lalu bagaimana pengobatannya?, silahkan simak keterangan ayat dibawah, in sya Allah akan cepat sembuh.

Firman Allah :

إِنَّ الْإِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا ۞ إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعًا ۞ وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعًا ۞ إِلَّا الْمُصَلِّينَ۞ الَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلَاتِهِمْ دَائِمُونَ۞ وَالَّذِينَ فِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ مَعْلُومٌ ۞ لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ ۞ وَالَّذِينَ يُصَدِّقُونَ بِيَوْمِ الدِّينِ ۞ وَالَّذِينَ هُمْ مِنْ عَذَابِ رَبِّهِمْ مُشْفِقُونَ ۞ إِنَّ عَذَابَ رَبِّهِمْ غَيْرُ مَأْمُونٍ ۞ وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ ۞ إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ ۞ فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ ۞ وَالَّذِينَ هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ ۞ وَالَّذِينَ هُمْ بِشَهَادَاتِهِمْ قَائِمُونَ ۞ وَالَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ ۞ أُولَئِكَ فِي جَنَّاتٍ مُكْرَمُونَ
Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya, dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, untuk orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta), dan orang-orang yang mempercayai hari pembalasan, dan orang-orang yang takut terhadap azab Tuhannya. Karena sesungguhnya azab Tuhan mereka tidak dapat orang merasa aman (dari kedatangannya). Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak-budak yang mereka miliki maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang dibalik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya. Dan orang-orang yang memberikan kesaksiannya. Dan orang-orang yang memelihara shalatnya. Mereka itu (kekal) di surga lagi dimuliakan. (QS. Al-Ma’arij: 19-35)

Sifat manusia sebelum beriman

Manusia setelah lahir di dunia, melihat fitnah dan banyak problema, terpengaruh jiwa dan fikirannya adakalanya:

1. Mengeluh ketika mendapatkan balak dan kikir bila mendapatkan nikmat

إِنَّ الْإِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا ۞ إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعًا ۞ وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعًا
Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh, kesah lagi kikir , Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir. (QS Surat Al-Maarij : 19-21)

Syeih Abdur Rahman bin Nasir As-Sa’di berkata : “Manusia جَزُوعًا [mengeluh] apabila ditimpa kemiskinan, sakit, atau lenyapnya sesuatu yang dicintainya, seperti harta, serta istri, keluarga dan anak tetkala meninggal dunia. Dia tidak bersabar ketika menerima taqdir Allah. Sebaliknya manusia مَنُوعًا (kikir), dia tidak segera menginfakkan sebagian pemberian dari Allah, tidak mensyukuri nikmat dan kebaikan dari Allah. (Lihat Tafsir Al-Karimur Rahman:5/301)

Dari Abu Hurairah dia berkata: Aki mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

شَرُّ مَا فِي رَجُلٍ شُحٌّ هَالِعٌ وَجُبْنٌ خَالِعٌ
”Sejahat-jahat apa yang didapati oleh seorang laki-laki ialah orang kikir (lagi rakus), keluh kesah (setelah mengeluarkan haknya dijalan Allah) dan sangat penakut.” (HR. Abu Dawud: 2150, Imam Ahmad: 7668. Shahih, lihat Ash-Shahihah oleh Al-Albani)

2. Bodoh menghadapi masalah bahkan berbuat zalim

إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا
Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh. (QS. Al-Ahzab: 72)

3. Manusia mengingkari nikmat Allah

إِنَّ الْإِنْسَانَ لِرَبِّهِ لَكَنُودٌ
Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar tidak berterima kasih kepada Tuhannya. (QS. Al-Adiyat: 6)

4. Manusia mempunyai sifat curang

كَلَّا إِنَّ الْإِنْسَانَ لَيَطْغَى
Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas. (QS. Al-Alaq: 6)

5. Menilai nikmat hanya dari sisi keduniaan

فَأَمَّا الْإِنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ , وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ
Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia berkata: “Tuhanku telah memuliakanku”. Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezkinya maka dia berkata: “Tuhanku menghinakanku”. (QS. Al-Fajr: 15-16)

6. Senang durhaka kepada Penciptan-Nya

يَاأَيُّهَا الْإِنْسَانُ مَا غَرَّكَ بِرَبِّكَ الْكَرِيمِ
Hai manusia, apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu Yang Maha Pemurah.” (QS. Al-Infithar: 6)

7. Sangat kufur kepada Tuhannya

قُتِلَ الْإِنْسَانُ مَا أَكْفَرَهُ
Binasalah manusia; alangkah amat sangat kekafirannya. (QS. ‘Abasa: 6)

8. Suka putus asa

وَإِنْ مَسَّهُ الشَّرُّ فَيَئُوسٌ قَنُوطٌ
Dan jika mereka ditimpa malapetaka dia menjadi putus asa lagi putus harapan. (QS Fussilat : 6)

9. Tergesa-gesa

خُلِقَ الْإِنْسَانُ مِنْ عَجَلٍ
Manusia telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa. (QS. Al-Anbiya’: 19-21)

10. Sering membantah

وَكَانَ الْإِنْسَانُ أَكْثَرَ شَيْءٍ جَدَلًا
Dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah. (QS. Al-Kahfi : 54)

11. Manusia sangat kikir

وَكَانَ الْإِنْسَانُ قَتُورًا
Dan adalah manusia itu sangat kikir. (QS. Al-Isra’: 54)

Tabiat manusia yang buruk ini, tidak bisa kita ingkari, telah kita saksikan keberadaannya dan bila dibiarkan akan merusak dirinya di dunia dan di akhirat, bahkan akan berakibat jelek kepada orang lain.

CARA MENGHILANGKAN SIFAT KELUH KESAH

Setiap permasalahan, hanya agama Islam yang menunjukkan cara pemecahkannya. Untuk menghilangkan sifat manusia yang jelek sebagaimana di atas dapat diatasi dengan cara mengamalkan ketentuan ayat di atas, antara lain:

1. Senantiasa mendirikan sholat


Dalilnya baca ayat diatas nomor: 22-23 sedangkan terjemahnya: “Kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya.”

Agar tidak keliru memahami pengertian menjalankan shalat terus menerus, mari kita simak penjelasannya dari ahli tafsir :

Ibn Katsir berkata : دَائِمُونَ maksudnya harus memelihara waktu dan kewajiban-kewajiannya sebagaimana yang dikatakan oleh shahabat Ibnu Mas’ud dan para tabi’in seperti Masruq dan Ibrahim An-Nakha’i. Adalagi yang berpendapat دَائِمُونَ: hendaknya tuma’ninah (tenang) dan khusyu’ ketika ruku’, sujud dan gerakan yang lain . Gerakan shalatnya tidak terlalu cepat seperti burung gagak ketika melubangi pohon. Oleh karenanya Allah mensifati orang mukmin yang bahagia (yang tidak keluh kesah) yaitu orang yang sholatnya khusyu’, firman-Nya:

قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ ۞ الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu` dalam shalatnya. (QS. Al-Mukminun:1-2, Lihat tafsir Ibn Katsir 4/542)

Uqbah bin Amir berkata: دَائِمُونَ maksudnya ketika shalat tidak menoleh ke kanan atau ke kiri. (Lihat Tafsir Al-Jami’u li Ahkamil Qur’an: 18/188)

Syaikh Abdur Rahman bin Nasir As-Sa’di berkata: Sholat دَائِمُونَ hendaknya dilaksanakan awal waktunya, terpenuhi persyaratan dan perlengkapannya, bukan seperti orang yang meninggalkan sholat, atau mengerjakannya bukan awal waktunya , atau mengamalkannya tetapi tidak sempurna. (Lihat Tafsir Al-Karimur Rahman: 5/301)

Kesimpulannya, sholat yang dapat meng hilangkan penyakit di atas ialah orang yang senantiasa shalat (bukan kadang kala). Memenuhi persyaratan dan rukunnya. Menjalankan pada awal waktunya. Khusyu’ dan tenang ketika ruku’, sujud dan semua gerakan sholat, tidak melihat ke kanan dan ke kiri. Memahami apa yang dibaca, dan semua itu dijalankan dengan ikhlas karena Allah. Barangsiapa yang menjaga shalatnya seperti di atas, bukan hanya sekedar menghilangkan penyakit jiwa, tetapi akan mendapatkan surga , sebagaimana keterangan ayat nomor 34-35.

2. Membelanjakan harta untuk fi sabilillah


Dalilnya baca ayat di atas nomor: 24-25 sedangkan terjemahnya: “Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, untuk orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta)”

Ibn Katsir berkata: Mereka menyisihkan sebagian hartanya untuk keperluan orang yang punya hajat, seperti السائل yaitu pengemis, atau orang yang datang meminta dan المحروم yaitu orang yang tidak punya harta dengan alasan apa saja, telah habis hartanya, baik karena tidak mampu kerja atau sebab yang lain[dinukil dari perkataan Ibnu Jarir. (Lihat Tafsir Ibn Katsir 4/543)

Al-Imam Abu Abdillah Muhammad bin Hamd Al-Anshary Al-Qurthuby berkata : Mengeluarkan harta di dalam ayat ini maksudnya ialah zakat, sebagaimana yang diutarakan oleh Qatadah dan Ibnu Sirin, adapun maksudnya للسائل (yang meminta karena dia membutuhkan) sedangkan والمحروم (orang yang nasibnya sial, tak punya pekerjaan untuk memenuhi kebutuhannya) Az-Zuhri berkata: Yaitu orang yang menjaga kehormatannya, dia tidak mau meminta dan tidak mengerti apa yang menjadi kebutuhannya. (Lihat Tafsir Aljamiu liahkamil qur’an 18/189 )

Kesimpulannya, untuk menghindari penyakit keluh kesah dan sifat kikir maka hendaknya beribadah kepada Allah dengan membelanjakan sebagian hartanya untuk memenuhi kebutuhan orang yang membutuhkan bantuan seperti fakir miskin , baik yang meminta-minta atau yang menjaga dirinya menahan kelaparannya, baik mereka yang punya pekerjaan tetapi tidak dapat menutupi kebutuhannya, atau yang tidak mempunyai pekerjaan, atau yang tidak terampil mencari pekerjaan.

Sedangkan maksud harta yang dikeluarkan, bisa jadi zakat sebagimana yang dituturkan oleh Al-Qurthuby atau sadoqoh sebagaimana yang dituturkan oleh Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di di dalam tafsirnya.

Mengeluarkan harta untuk membantu mereka berarti menghilangkan rasa penyakit jiwa berupa rakus dan tamak, menghilangkan rasa ingin memakan harta orang lain dengan cara yang bathil dan akan menyuburkan rasa qana’ah (merasa cukup) dan kasihan kepada sesama muslim yang tidak mampu. Wallahu a’lam.

3. Yakin dengan hari pembalasan dan takut siksa

Dalilnya baca ayat diatas nomor: 26-28 sedangkan terjemahnya: “Dan orang-orang yang mempercayai hari pembalasan, dan orang-orang yang takut terhadap azab Tuhannya. Karena sesungguhnya azab Tuhan mereka tidak dapat orang merasa aman (dari kedatangannya).”

Ibn Katsir berkata: Mereka yakin dengan hari kiamat, hari perhitungan amal dan balasannya, mereka beramal karena berharap pahala dan takut siksaan-Nya (Lihat Tafsir Ibnu Katsir: 4/543)

Syaikh Abdur Rahman bin Nasir As-Sa’di berkata: “Mereka beriman dengan pemberitahuan Allah di dalam kitab-Nya dan Rasul-Nya tentang balasan amal dan hari kebangkitan, mereka selalu berupaya untuk meningkatkan amalan untuk kebahagian di akhiratnya. (Lihat Tafsir Al-Karimur Rahman:5/302)

Beriman kepada hari pembalasan dan takut azab Allah adalah obat hati untuk menghilangkan sifat keluh kesah, kikir, zalim dan sifat jelek yang lain, karena mereka akan bersabar ketika menghadapi cobaan dan bersyukur bila mendapatkan kelebihan, Berhati-hati sebelum berbuat, karena semua amalan yang baik atau yang buruk pasti ada balasannya .

4.Orang yang senantiasa menjaga syahwatnya

Dalilnya baca ayat diatas nomor: 29-31 sedangkan terjemahnya: “Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak-budak yang mereka miliki maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang dibalik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.”

Ibnu Katsir berkata: Mereka menjaga farjinya dari hal yang haram, tidak melampiaskannya kepada yang haram seperti zina dan liwath (berkumpul sesama lelaki), bahkan Imam Syafi’i dan ulama’ yang lain mengatakan: istimna’ (mengeluarkan mani dengan tangan) termasuk haram pula, karena ayat diatas hanya membatasi dua yang halal, yaitu kepada istri dan kepada budaknnya. (Lihat Tafsir Ibn Katsir: 4/543)

Al-Imam Abu Abdillah Muhammad bin Ahamd Al-Anshory Al-Qurthuby berkata: Ayat diatas khusus untuk kaum pria. Adapaun untuk wanita, yang halal baginya hanya suami, sedangkan bila dia mempunyai budak laki, dilarang mengumpulinya karena ada ayat lain yang mengharuskan menjaga farji, dan para ulamapun menyepakatinya. Tetapi bila wanita yang belum bersuami itu memerdekakan budaknya lalu menikah dengannya, maka boleh, menurut pendapat jumhur ulama. (Lihat Tafsir Al-Jami’u li Ahkamil Qur’an: 18/189)

Syaikh Abdur Rahman bin Nasir As-Sa’di menambahkan: Ayat ini melarang pula mengumpuli wanita dengan cara yang haram, misalnya : berzina, dan liwath [senang sesama laki-laki], mengumpuli istri pada duburnya, mengumpulinya ketika istri sedang haid atau nifas dan lainnya… Dilarang pula melihat dan menyentuh wanita yang bukan mahramnya dan harus pula menjauhi semua sarana yang menuju kepada perbuatan zina … dilarang pula kawin mut’ah (kawin hanya beberapa saat) karena tujuan kawin mut’ah bukan menjalin hidup berumah tangga . (Lihat Tafsir Al-Karimur Rahman 5/303)

Kami tambahkan:
menjaga farji maksudnya menjaga diri dari hal yang haram seperti zina dan menjaga sarana yang menuju kepada perzinaan atau perbutan liwath, misalnya menjaga farji dari perbuatan haram selain yang disebutkan oleh penafsir diatas ialah mengumpuli hewan, atau boneka semi hidup yang dipasarkan oleh orang barat kuffar, adapun sarana yang lain yang mengakibatkan tidak terjaga farji selain yang disebutkan oleh penafsir diatas, misalnya bergaul dengan wanita yang bukan mahramnya (tidak sedikit siswa atau orang kantor atau pekerja terjerumus kepada perbuatan zina karena pergaulan yang sangat bebas), memandang mahramnya yang membangkitkan nafsu birahi, memandang laki-laki yang berwajah tampan bila membangkitkan nafsu, berbicara dengan wanita yang bukan mahramnya dengan bahasa bujuk rayu, melihat gambar cabul, menulis surat kepada wanita yang bukan istrinya dengan bahasa nafsu birahi, dan mendengarkan suara wanita yang merdu yang sedang menyanyi atau lainnya.

Jika ditanya, bagaimana menjaga farji dapat menghilangkan keluh kesah dan kebahilan? Jawabnya, perbuatan maksiat diatas tidak dapat diingkari akan mendatangkan penyakit keluh kesah, tetapi dengan perkawinan akan timbul ketenangan hati dan mendapatkan rahmat sebagaimana disebutkan didalam ayat al-Qur’an’an, dan menghilangkan rasa kikir, karena mereka akan menginfakkan sebahagian besar harta bendanya untuk kepentingan keluarga. Jika dibantah bukankah yang berkeluarga ada yang mengeluh? Benar, tetapi lebih resah dan mengeluh bila tidak berkeluarga , buktinya manusia lebih banyak yang menikah dari pada menjejaka, dan untuk menghilangkan penyakit keluh kesah bukan hanya dengan menikah tetapi lihat persyaratan diatas dan sesudahnya .

5. Menjaga amanat dan janji


Dalilnya baca ayat diatas nomor: 32 sedangkan terjemahnya: “Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.”

Ibn Katsir berkata: Apabila mereka diberi amanat mereka tidak khiyanat, dan bila berjanji mereka tidak menyelisihi, inilah sifat orang mukmin. Adapun kebalikannya adalah sifat orang munafiK sebagaimana keterangan hadits dibawah ini :

Dari Abu Hurairah dari Shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda :

آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ ,
Tanda orang munafiq ada tiga, bila bicara ia dusta, bila berjanji ia menyelisihi dan bila dipercaya ia khiyanat. (HR. Bukhari, Kitabul Iman No: 32, lihat tafsir Ibnu Katsir 4/543)

Syakh Abdur Rahman bin Nasir As-Sa’di berkata: Amanat ini mencakup semua amanat, amanat antara hamba dan Tuhannya seperti mengamalkan amalan ibadah. Atau amanat hamba dengan hamba seperti urusan harta benda atau rahasia tertentu, Demikian pula janji, mencakup semua janji; janji yang Allah membuat perjanjian kepada manusia, atau manusia yang berjanji kepada Allah. Janji akan ditanyakan besok pada hari kiamat; ditunaikan, atau diingkari. (Lihat tafsir Al-Karimur Rahman 5/303)

Orang yang melaksanakan janji dan amanat , hatinya akan tenang, hilang rasa keluh kesahnya demikian pula akan hilang rasa kebakhilan tenaga dan harta, akan hilang pula rasa kezaliman atau sifat jelek yang lain , karena mereka yakin amanat dan janji ini bila ditunaikan akan mengantarkan kebahagian besok pada hari kiamat .

6. Menjadi saksi yang benar

Dalilnya baca ayat diatas nomor: 33 sedangkan terjemahnya: ”Dan orang-orang yang memberikan kesaksiannya.”

Ibn Katsir berkata: Mereka memelihara persaksiannya, tidak menambah dan tidak mengurangi dan tidak menyembunyikannya, karena barang siapa yang menyimpannya akan mendapatkan siksaan berdasarkan firmanNya :

مَنْ يَكْتُمْهَا فَإِنَّهُ ءَاثِمٌ قَلْبُهُ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيم
Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Baqarah:283, Lihat Tafsir Ibn Katsir 1/543)

Syeih Abdur Rahman bin Nasir As-Sa’di menambahkan: Mereka menyampaikan persaksian sesuai apa yang diketahui,..tidak menaruh kecintaan karena kerabat atau teman, tetapi karena semata-mata ingin mencari ridho Allah, sebagaimana firman-Nya :

وَأَقِيمُوا الشَّهَادَةَ لِلَّهِ
“Dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah.” (QS. At-Thalaq: 2)
Firman-Nya :

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلَى أَنْفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ
Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. (QS. An-Nisa’ :135)

Menjadi saksi yang jujur, jelas menghilang kan rasa keluh kesah, menghilangkan sifat zalim l, memberantas kebodohan, menutup bantahan dan kecurangan sekaligus menyelesaikan masalah.

Akhirnya, untuk menikmati kehidupan yang indah, penuh dengan hati yang lapang, bersih dari sifat yang buruk dan menanti surga Allah, mari kita simak pesan Syaikh Abdur Rahman bin Nasir As-Sa’di:

“Kesimpulannya, bahwa Allah mensifati orang yang bahagia lagi baik ialah yang memiliki sifat yang sempurrna, akhlaq yang mulia , baik berupa ibadah badaniyah seperti shalat yang dilakukan dengan terus-menerus, dan ibadah hati seperti takut kepada Allah yang mendorong dia untuk berbuat baik, serta ibadah maliyah (berupa menginfakkan sebagian harta), mengikat perjanjian yang bermanfaat, berakhlak yang mulia, bermuamalah kepada Allah dan kepada semama manusia dengan sebaik-baik muamalah, berbuat adil dan menjaga hak-hak dan amanat, menjaga kehormatan dirinhya dengan menjaga hawa nafsunya dari hal yang dibenci oleh Allah.” (Lihat Tafsir Al-Karimir Rahman 5/303)

Semoga Allah memberi petunjuk kepada kita semua dan mampu mengamalkannya. Amin.

Penulis: Ustadz Aunur Rofiq, Lc
artikel maribaraja.com

Tidak ada komentar: