Umat Muslim di wilayah timur laut Ibu Kota India, New Delhi, terpaksa melakukan salat Jumat di atap masjid yang habis terbakar akibat kerusuhan dua hari lalu pada Jumat (28/2/2020).
“Jika mereka membakar masjid kami, kami akan membangun kembali dan berdoa. Ini adalah hak agama kami dan tidak ada yang bisa menghentikan kami dari mempraktikkan agama kami,” kata Mohammad Sulaiman, yang ada di antara sekitar 180 pria yang salat di atap masjid yang dibakar dalam kerusuhan dua hari lalu seperti dikutip dari AP.
Polisi terlihat berjaga-jaga di wilayah tersebut. Di salah satu jalan yang dilanda kerusuhan, umat Hindu meneriakkan “Jai Shri Ram,” atau Long Live Ram, dewa Hindu, ketika umat Islam berusaha mencapai masjid yang rusak akibat kerusuhan.
Beberapa warga Muslim mengatakan kepada The Associated Press bahwa sebagian besar keluarga Muslim telah mengunci rumah mereka dan meninggalkan daerah itu.
Ketegangan antara umat Hindu garis keras dengan umat Muslim yang memprotes kebijakan pemerintah Hindu Perdana Menteri Narendra Modi telah dibangun selama berbulan-bulan ketika kekerasan meledak pada Minggu malam, tepat saat kunjungan kenegaraan pertama Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump ke India.
Seorang pemimpin lokal Partai Bharatiya Janata Modi yang kehilangan kursinya di majelis negara bagian Delhi dalam pemilihan baru-baru ini, Kapil Mishra, menuntut polisi untuk membubarkan aksi protes yang dipimpin umat Muslim di kota atau ia dan pengikutnya akan melakukannya sendiri. Dan mereka benar-benar melakukan hal itu.
Bentrokan pun pecah. Orang-orang Hindu dan Muslim saling serang dengan senjata dan pedang, batang logam dan kapak, meninggalkan jalan-jalan di mana kerusuhan terjadi menyerupai zona perang.
Umat Hindu dan Islam terlibat bentrokan selama 72 jam yang menewaskan sedikitnya 40 orang tewas dan ratusan lainnya terluka.
Pengesahan undang-undang kewarganegaraan pada bulan Desember yang mempercepat jalur naturalisasi untuk beberapa agama minoritas dari negara-negara tetangga tetapi tidak untuk umat Muslim sebelumnya memicu aksi protes besar-besaran di seluruh India yang menewaskan 23 orang.
Jumlah korban tewas pada minggu ini menandai kekerasan bermotif agama terburuk di New Delhi sejak 1984, ketika Perdana Menteri Indira Gandhi terbunuh oleh pengawalnya seorang pengikut Sikh, memicu gelombang kerusuhan yang mengakibatkan kematian lebih dari 3.000 orang Sikh di Ibu Kota dan lebih dari 8.000 secara nasional.
Pada tahun 1992, puluhan ribu ekstremis Hindu merobohkan sebuah masjid abad ke-16 di India utara, mengklaim bahwa masjid itu berdiri di tempat kelahiran Ram. Hampir 2.000 orang tewas di seluruh negeri dalam kerusuhan yang terjadi kemudian.
Polarisasi agama yang terjadi kemudian menyaksikan Partai Bharatiya Janata Hindu sayap kanan pimpinan Modi muncul sebagai partai tunggal terbesar di Parlemen India.
Pada 2002, negara bagian Gujarat di India barat meletus dalam kekerasan ketika sebuah kereta yang dipenuhi peziarah Hindu diserang oleh gerombolan Muslim. Api meletus - masih belum jelas apakah itu pembakaran - dan 60 orang Hindu terbakar sampai mati. Sebagai balasan, lebih dari 1.000 orang, sebagian besar Muslim, terbunuh di negara bagian itu.
Modi adalah menteri utama Gujarat pada saat itu. Dia dituduh memberikan dukungan diam-diam untuk amukan terhadap Muslim, tetapi pengadilan akhirnya membebaskannya dari kesalahan.
Bentrokan besar-besaran antara umat Hindu dan Muslim terakhir kali terjadi di New Delhi pada 2014, beberapa bulan setelah partai Modi berkuasa, di lingkungan yang sebagian besar miskin di dekat tempat kerusuhan pekan ini terjadi. Kekerasan itu menyebabkan tiga lusin orang terluka.
source sindonews.com
Tidak ada komentar: