Fatwa MUI mengenai pedoman shalat bagi tenaga kesehatan yang memakai APD

pedoman shalat bagi tenaga kesehatan yang memakai APD

Majelis Ulama Indonesia ( MUI) mengeluarkan fatwa mengenai pedoman shalat bagi tenaga kesehatan yang memakai alat pelindung diri (APD) saat menangani pasien Covid-19. Fatwa bernomor 17 tahun 2020 itu diterbitkan oleh MUI pada Kamis (26/3/2020), ditandatangani oleh Ketua Komisi Fatwa Hasanuddin AF dan Sekretaris Komisi Fatwa Asrorun Ni'am Sholeh. Terdapat 11 ketentuan hukum dalam fatwa tersebut. Pada pokoknya, fatwa itu menyebutkan bahwa tenaga kesehatan yang tengah mengenakan APD karena menangani pasien Covid-19 tetap diwajibkan menunaikan shalat. 

Namun demikian, dalam kondisi tertentu, mereka dapat melaksanakan shalat dengan jama', baik ta'khir maupun taqdim. Dalam kondisi tertentu tenaga kesehatan yang tidak dapat mengambil air wudu juga diperbolehkan bertayamum, atau sama sekali tidak bersuci jika memang keadaan tak memungkinkan.

Berikut 11 ketentuan hukum yang diterbitkan dalam fatwa MUI: 

1. Tenaga kesehatan muslim yang bertugas merawat pasien Covid-19 dengan memakai APD tetap wajib melaksanakan shalat fardhu dengan berbagai kondisinya. 

2. Dalam kondisi ketika jam kerjanya sudah selesai atau sebelum mulai kerja ia masih mendapati waktu shalat, maka wajib melaksanakan shalat fardhu sebagaimana mestinya. 

3. Dalam kondisi ia bertugas mulai sebelum masuk waktu dzuhur atau maghrib dan berakhir masih berada di waktu shalat ashar atau isya, maka ia boleh melaksanakan shalat dengan jama’ ta’khir. 

4. Dalam kondisi ia bertugas mulai saat waktu dzuhur atau maghrib dan diperkirakan tidak dapat melaksanakan shalat ashar atau isya, maka ia boleh melaksanakan shalat dengan jama’ taqdim.

5.
Dalam kondisi ketika jam kerjanya berada dalam rentang waktu dua shalat yang bisa dijamak (dzuhur dan ashar serta maghrib dan isya), maka ia boleh melaksanakan shalat dengan jama’. 

6. Dalam kondisi ketika jam kerjanya berada dalam rentang waktu shalat dan ia memiliki wudu, maka ia boleh melaksanakan shalat dalam waktu yang ditentukan meski dengan tetap memakai APD yang ada. 

7. Dalam kondisi sulit berwudu, maka ia bertayamum kemudian melaksanakan shalat. 

8. Dalam kondisi hadas dan tidak mungkin bersuci (wudu atau tayamum), maka ia melaksanakan shalat boleh dalam kondisi tidak suci dan tidak perlu mengulangi (i’adah), 

9. Dalam kondisi APD yang dipakai terkena najis, dan tidak memungkinkan untuk dilepas atau disucikan, maka ia melaksanakan shalat boleh dalam kondisi tidak suci dan mengulangi shalat (i’adah) usai bertugas, 

10. Penanggung jawab bidang kesehatan wajib mengatur shift bagi tenaga kesehatan muslim yang bertugas dengan mempertimbangkan waktu shalat agar dapat menjalankan kewajiban ibadah dan menjaga keselamatan diri, 

11. Tenaga kesehatan menjadikan fatwa ini sebagai pedoman untuk melaksanakan shalat dengan tetap memperhatikan aspek keselamatan diri.

source kompas.com

Tidak ada komentar: