GURU AGAMA BICARA CORONA

GURU AGAMA BICARA CORONA

Pahami, Amalkan, Sebarkan !

1. Wajib menyaring dan meneliti berita terkait Corona karena ini adalah masalah bersama yang selayaknya disampaikan kepada masyarakat sesuai fakta.

Siapa yang menyebarkan hoax, maka dalam hukum agama dia berdosa.

كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ
“Cukuplah seseorang dikatakan pendusta jika dia menyebarkan apapun yang didengarnya.” (HR. Muslim)

2.
Larangan menyebarkan hoax Corona adalah umum, berlaku untuk setiap orang, baik pemerintah sebagai penanggung jawab kemaslahatan umum, tenaga medis yang mengerti ilmu seputar penyakit dan virus, penceramah dan da’i yang mengarahkan umat dalam menghadapinya dan semua orang yang aktif menulis dan menyebarkan beritanya.

3. Tidak boleh menyampaikan apapun tentang Corona dengan mengatasnamakan agama kecuali dengan dalil dan pemahaman yang benar, bukan dengan praduga belaka atau dalil yang mengada-ada.

Tindakan nyata:

◾Tidak menyebarkan hadits tentang wudhu dan hubungannya dengan wabah Corona kecuali jika telah dicek keshahihannya.

◾Tidak menjustifikasi asal virus Corona dengan dasar hasil dialog dengan jin (yang bahkan tidak jelas agamanya).

◾Tidak mengatakan virus Corona sengaja diciptakan untuk membantai muslimin di Cina, karena di samping tanpa data, juga tidak sesuai fakta bahwa yang terjangkit tidak hanya muslim saja.

Bicara atas nama agama yang tidak jelas dalilnya adalah perbuatan yang diharamkan dalam agama dan diancam Neraka, sebagaimana dalam hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

مَنْ كَذَبَ عَلَىَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
“Siapa yang berdusta atas namaku, siapkan tempat duduknya di Neraka.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Harus diingat lagi bahwa Corona juga makhluk yang merupakan ciptaan Allah Ta’ala. Mengatakan Corona adalah ciptaan manusia, bisa jadi jatuh dalam syirik rububiyyah Allah.

4. Haram bagi siapapun yang bukan kapasitasnya, untuk berfatwa seputar hukum agama yang terkait masalah Corona, seperti hukum seputar pengobatannya, shalat berjama’ah, dan masalah agama lainnya. Orang awam hanya boleh mengikuti fatwa, bukan membuatnya dengan pendapat pribadinya.

Demikian pula seseorang harus melihat dan menerapkan fatwa ulama dengan tetap melihat waktu, tempat dan kondisi lainnya, disertai konsultasi kepada ahli ilmu yang mampu dijangkaunya saat ingin menerapkannya.

Jika seseorang tidak mengerti tentang masalah agama seputar Corona ini, yang harus dilakukan adalah diam, berkata “belum tahu” lalu bertanya kepada ahli ilmu.

فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“…Bertanyalah kepada ahli ilmu jika kalian tidak mengetahui.” (QS. An-Nahl (16): 43)

5. Hendaknya menggabungkan sebab-sebab syar’i (agama) dan kauni (duniawi) dalam menghadapi pandemi Corona. Tidak benar jika seseorang hanya memperhatikan sebab-sebab (tindakan preventif) kauni seperti olahraga, makan sehat, cuci tangan, pakai masker, minum obat, karantina, dll tanpa memperhatikan sebab syar’i seperti dzikir, do’a dan ibadah lainnya karena keselamatan dan kesembuhan hanyalah dari Allah.

Tidak dibenarkan pula seseorang hanya memperhatikan sebab-sebab syar’i lantas meremehkan tindakan preventif (sebab kauni), karena Islam mengajarkan tawakkal kepada Allah, tetapi dengan mengambil sebab-sebab keselamatan, sebagaimana dalam hadits sahabat yang ditegur Nabi karena tidak menambatkan tali tunggangannya dengan alasan tawakkal.
6. Tidak boleh seseorang menimbun (ihtikar) barang yang dibutuhkan masyarakat saat wabah seperti ini, lalu dikeluarkan dalam keadaan langka dengan harga yang mahal, demi mencari keuntungan pribadi meskipun sebenarnya menyusahkan sesamanya.

Allah Ta’ala berfirman,

مَآ اَفَاۤءَ اللّٰهُ عَلٰى رَسُوْلِهٖ مِنْ اَهْلِ الْقُرٰى فَلِلّٰهِ وَلِلرَّسُوْلِ وَلِذِى الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَابْنِ السَّبِيْلِۙ كَيْ لَا يَكُوْنَ دُوْلَةً ۢ بَيْنَ الْاَغْنِيَاۤءِ مِنْكُمْۗ وَمَآ اٰتٰىكُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوْهُ وَمَا نَهٰىكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوْاۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِۘ
“Harta rampasan fai’ yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (yang berasal) dari penduduk beberapa negeri, adalah untuk Allah, Rasul, kerabat (Rasul), anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan untuk orang-orang yang dalam perjalanan, agar harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah sangat keras hukuman-Nya.” (QS. Al-Hasyr (59): 7)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَا يَحْتَكِرُ إِلَّا خَاطِئٌ
“Tidaklah menimbun barang kecuali orang yang berdosa.” (HR. Muslim, Abu Daud, dll)

7. Seorang muslim yang baik dan kelompok masyarakat yang cerdas tidak mudah panik dalam situasi genting. Tidak perlu membeli kebutuhan dengan panik (panic buying).

Tenangkan diri dengan:

◾Menjalankan sebab-sebab syar’i dan kauni untuk melindungi diri dari wabah.

◾Membaca artikel dan menonton kajian Islami maupun umum seputar Corona yang sesuai kaidah syar’i.

◾Mengetahui bahwa pasien Corona sangat banyak yang sembuh dengan sendirinya (setelah tawakkal kepada Allah dan berusaha sehat).

◾Mengetahui bahwa angka kematian akibat Corona adalah kecil dan banyak terjadi pada pasien yang memiliki riwayat sakit pernafasan karena merokok dan sebagainya, bukan semata-mata terjangkit Corona menyebabkan kematian.

◾Mengetahui bahwa pasien Corona yang bersabar akan mendapatkan pahala besar dan yang meninggal bisa jadi mendapatkan pahala syahid.

✒ Ustadz Muflih Safitra, حفظه الله
Sumber: https://yayasanmufid.com/guru-agama-bicara-corona/

Tidak ada komentar: