Mengganti (qadha’) shalat sunnah Fajar

Mengganti (qadha’) shalat sunnah Fajar

Para ulama berselisih pendapat dalam hal ini. Salah satu pendapat menyatakan boleh mengqadha’ shalat sunnah fajar tadi langsung setelah shalat Shubuh. Ada riwayat yang shahih disebutkan oleh Al-Baihaqi dalam Al-Kubra,

عَنْ قَيْسٍ جَدِّ سَعْدٍ قَالَ : رَآنِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَأَنَا أُصَلِّى رَكْعَتَىِ الْفَجْرِ بَعْدَ صَلاَةِ الصُّبْحِ فَقَالَ :« مَا هَاتَانِ الرَّكْعَتَانِ يَا قَيْسُ؟ ». فَقُلْتُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّى لَمْ أَكُنْ صَلَّيْتُ رَكْعَتَىِ الْفَجْرِ ، فَهُمَا هَاتَانِ الرَّكْعَتَانِ ، فَسَكَتَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-
Dari Qais (kakeknya Sa’ad), ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melihatku sedang shalat sunnah fajar setelah shalat Shubuh. Beliau berkata, “Dua rakaat apa yang kamu lakukan, wahai Qais?” Aku berkata, “Wahai Rasulullah, aku belum melaksanakan shalat sunnah Fajar. Inilah dua rakaat shalat sunnah tersebut. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas mendiamkannya.” Al-Hakim mengatakan bahwa hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim. Sedangkan ulama lain mengatakan bahwa hadits ini memiliki ‘illah (cacat) yaitu munqathi’ (terputus sanadnya) seperti kata Tirmidzi.

Dalam Al-Mughni, Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, “Diamnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menunjukkan akan bolehnya. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengqadha’ shalat sunnah Zhuhur setelah ‘Ashar. Ini pun sama maksudnya.”

Ulama Hanafiyah mengatakan tidak bolehnya menunaikan setelah shalat Shubuh secara langsung. Karena ada riwayat dari Tirmidzi, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang belum menunaikan shalat sunnah Fajar, hendaklah ia menunaikannya setelah matahari terbit.” Karena Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma pernah menunaikan qadha’ shalat sunnah fajar di waktu Dhuha.

Ibnu Qudamah menyatakan kembali bahwa larangan ini masih bisa dipahami dengan makna lain. Jika memang seperti itu, menunaikannya di waktu Dhuha lebih baik dan terlepas dari perselisihan ulama dan tidak menyelisihi keumuman hadits tadi. Akan tetapi, jika dikerjakan langsung setelah shalat Shubuh, itu boleh. Karena hadits terakhir tadi tidak membatasi kebolehan tadi. Demikian kata beliau.

Nantikan kumpulan amalan ringan berikutnya berserial, dan insya Allah akan menjadi sebuah buku.

Bahasan ini dikembangkan dari kitab “Al-Ajru Al-Kabir ‘ala Al-‘Amal Al-Yasir” karya Muhammad Khair Ramadhan Yusuf, Cetakan pertama, Tahun 1415 H, Penerbit Dar Ibnu Hazmi

Tidak ada komentar: