Pelajaran dari kisah Nabi Muhammad menikahi Zainab jandanya zaid, Jangan pedulikan kata orang

Jangan pedulikan kata orang

Salah satu momok menakutkan bagi sebagian kita dalam hidup ini adalah kata orang. Ketika kita dijadikan buah bibir mereka untuk dibully. Padahal, Allah-lah yang berhak untuk kita takutkan. Cukup lakukan perintah dan tinggalkan larangan-Nya, adapun “kata orang” tidak perlu digubris. Perhatikanlah Firman Allah berikut:

وَإِذْ تَقُولُ لِلَّذِي أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَأَنْعَمْتَ عَلَيْهِ أَمْسِكْ عَلَيْكَ زَوْجَكَ وَاتَّقِ اللَّهَ وَتُخْفِي فِي نَفْسِكَ مَا اللَّهُ مُبْدِيهِ وَتَخْشَى النَّاسَ وَاللَّهُ أَحَقُّ أَن تَخْشَاهُ 
Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya: “Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah”, sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. (QS. Al-Ahzab: 37)

Disebutkan oleh para ahli tafsir bahwa, Allah sudah memberitahu bahwa yang akan menikahi Zainab setelah dicerai oleh Zaid adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri, dengan hikmah yang agung yaitu untuk mematahkan keyakinan orang-orang jahiliyah yang mengharamkan menikahi bekas istri anak angkat. Yang ditakutkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah reaksi orang-orang, karena mereka menganggap tabu hal ini. Oleh karena itu Allah menegur beliau shallallahu ‘alaihi wasallam.

Dari kisah ini pelajaran penting bagi kita yaitu tidak boleh takut dari ucapan manusia dan buah bibir mereka. Cukup kita berusaha mengerjakan perintah dan menjauhi larangan Allah dengan cara hikmah, adapun tanggapan manusia tidak perlu digubris.

Memang benar kita diperintahkan untuk menjaga harga diri agar tidak menjadi “buah bibir orang-orang.” Dalilnya yaitu hadits dari Shafiyyah binti Huyay radhiyallahu anha. Baca haditsnya disini:

Syaikh Abdullah Al-Bassam rahimahullah berkata, “Di antara faidah dari hadits ini bahwasanya seorang harus menghilangkan segala sesuatu yang dapat mengarahkan kepada tuduhan, agar orang lain tidak berprasangka buruk kepadanya padahal dia berlepas diri dari hal itu, dengan kata lain hendaknya dia menjaga diri dari sebab yang akan mendatangkan tuduhan buruk.” (Taisir al-Allam: 355)

Namun, disatu sisi kita harus sadar bahwa bibir orang-orang itu terlalu subur, sehingga ia akan tetap berbuah meski pun tidak disiram dan dipupuk. Kita menginginkan semua manusia ridha?! Maka itu adalah hal yang mustahil. Imam Syafi’i rahimahullah mengatakan:

رِضَى النَّاسِ غَايَةٌ لاَ تُدْرَكُ، وَلَيْسَ إِلَى السَّلاَمَةِ مِنْهُم سَبِيْلٌ، فَعَلَيْكَ بِمَا يَنْفَعُكَ، فَالْزَمْهُ
“Mendapatkan keridhaan seluruh manusia adalah sebuah tujuan yang takkan mungkin digapai. Tidak ada jalan untuk selamat dari mereka. Cukuplah bagimu untuk menekuni hal-hal yang bermanfaat untukmu.” (Siyar A’lamin Nubala’: 10/89)

Jangankan perbuatan kita, perbuatan Allah saja pasti ada yang tidak suka. Hujan misalnya, ada orang yang bersyukur dengan mengatakan alhamdulillah, tapi ada juga orang-orang yang tidak suka, tidak ridha sehingga mengatakan; “hujan lagi, hujan lagi.” Bukankah begitu?!

Ingat, kita ini hidup untuk Allah bukan untuk orang apalagi untuk “kata orang.” Yang dicari dan diusahakan adalah ridha Allah bukan ridha orang-orang. Jadi jangan gadaikan keridhaan Allah hanya untuk mendapatkan keridhaan manusia. Diriwayatkan dari Aisyah, radhiallahuanha. Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Barangsiapa yang mencari Ridha Allah sekalipun berakibat mendapatkan kemarahan manusia, maka Allah akan meridhainya, dan akan menjadikan manusia ridha kepadanya, dan barangsiapa yang mencari ridha manusia dengan melakukan apa yang menimbulkan kemurkaan Allah, maka Allah murka kepadanya, dan akan menjadikan manusia murka pula kepadanya.” (HR. Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya)

Oleh sebab itu, cukup kita melakukan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya, meski kita harus dikata-katai manusia. Ridha Allah lebih penting daripada ridha mereka, Allah lebih berhak untuk ditakutkan dibandingkan bibir-bibir manusia. Kelak mereka yang mengakata-ngatai itu pun akan tahu bahwa apa yang kita lakukan adalah karena untuk mencari keridhaan Allah, kalau tidak di dunia akan ada masanya di akhirat. Nanti Allah akan tunjukkan pada mereka bahwa apa yang kita lakukan itu bukan sebuah kesalahan. Maka sabar saja menunggu masa itu.

Semoga bermanfaat.

Ditulis oleh: Zahir al-Minangkabawi
repost from maribaraja.com

Tidak ada komentar: