6 Jurus Sukses Taiwan Tekan Penyebaran COVID-19 tanpa lockdown

Taiwan Tekan Penyebaran COVID-19

Para pakar kesehatan dunia tak henti memuji Taiwan. Pasalnya, negara yang letaknya sangat berdekatan dengan episentrum penyebaran virus corona di Tiongkok itu justru hanya mencatat sedikit kasus.

Dihuni penduduk 23 juta orang lebih, Taiwan hanya mencatat 393 kasus positif COVID-19 dengan 6 kasus kematian. Hingga pertengahan April, Taiwan bahkan melaporkan tidak ada kasus baru.

Pakar epidemiologi dari National Taiwan University, Tony Chen Hsiu-hsi mengungkapkan bahwa bertindak cepat dan bergerak sedini mungkin adalah kunci mengatasi pandemi. Menurut dia, menunggu jumlah kasus meningkat lalu lockdown hanya akan membuat virus menyebar lebih luas.

Taiwan telah bersiap menghadapi COVID-19 sejak akhir tahun 2019, dengan menerapkan 124 langkah. Apa saja jurus mereka memerangi penyakit mematikan itu? Yuk intip ulasannya.

1. CDC hadir sebagai lembaga yang memantau penyakit menular

Di Kementerian Kesehatan Taiwan memiliki ada sebuah lembaga bernama Centers of Disease Control (CDC) yang khusus memantau peredaran penyakit menular. Berdiri sejak tahun 1999, lembaga ini mengikuti perkembangan penyakit menular, serta mendeteksi ancaman penyakit baru. Lembaga ini semakin aktif memantau setelah wabah SARS merebak di Taiwan pada tahun 2003.

Saat COVID-19 mulai menjadi ancaman, CDC menyalakan peringatan dini di Taiwan. Pada akhir Desember 2019, Pemerintah Taiwan mengirim surat peringatan ke Badan Kesehatan Dunia (WHO). Mereka mengungkapkan tentang adanya ancaman bagi masyarakat dunia berdasarkan temuan 7 kasus pneumonia aneh dan berpotensi menular antar manusia di Tiongkok.

2. Taiwan membuka pusat tanggap darurat jauh sebelum COVID-19 jadi pandemi

Setelah mengirimkan surat peringatan ke WHO, Taiwan langsung tanggap. Semua dokter dan tenaga medis yang menangani pasien dengan gejala pneumonia diharuskan mengenakan masker N95 dan alat pelindung diri. Di ruang gawat darurat rumah sakit dibuat zona khusus untuk penangan pasien pneumonia.

Pada Februari, Taiwan juga memisahkan klinik rawat jalan bagi pasien pneumonia. Pemerintah juga menyediakan 160 fasilitas uji COVID-19 saat jumlah kasus terus meningkat di berbagai negara tetangga. Pemerintah setempat juga menyediakan 134 dan 50 fasilitas perawatan untuk pasien COVID-19 dengan gejala ringan dan berat.

3. Memanfaatkan dan mengaktifkan pengolahan data pasien dengan gangguan pernapasan

Gegap gempita pilpres dan perayaan tahun baru di Taiwan seolah tidak begitu terasa bagi para dokter yang menerima pesan kewaspadaan penyakit menular dari CDC. Berangkat dari pengalaman mengatasi wabah SARS, para dokter itu langsung melacak warga penderita gangguan pernapasan berdasarkan data pasien yang tersaji secara rapi.

Tenaga medis menghubungi warga yang pernah memeriksakan diri karena gangguan pernapasan dan meminta mereka mewaspadai gejala demam, batuk, dan sakit tenggorokan. Tidak hanya itu, riwayat perjalanan dan interaksi warga dengan gangguan pernapasan juga didata.

4. Memainkan peran teknologi
Taiwan tak hanya memanfaatkan teknologi untuk mengolah data peserta asuransi kesehatan. Kementerian Digital setempat juga mengembangkan big data, bekerja sama dengan para ahli di bidang teknologi.

Taiwan membuat kolaborasi untuk menciptakan perangkat yang mampu melacak penyebaran virus. Bahkan sebuah aplikasi yang terhubung dengan situs pemerintah turut dikembangkan untuk mendeteksi distribusi masker untuk masyarakat.

5. Mengintervensi distribusi masker untuk masyarakat

Sejak awal, pemerintah Taiwan sudah bergerak untuk mencegah kelangkaan masker. Ekspor masker dihentikan sementara. Sedangkan produksinya digenjot sehari setelah pengumuman karantina wilayah di Wuhan, Tiongkok, pada 24 Januari.

Pada 30 Januari, pabrik pembuat masker diwajibkan menjual produknya hanya kepada pemerintah yang kemudian mendistribusikannya ke toko obat. Dengan begitu, kelompok lanjut usia bisa mendapatkan jatah 9 masker dengan harga terjangkau setiap dua pekan.

Anak-anak bisa memperoleh jatah lebih banyak karena harus pergi ke sekolah. Bahkan saat ini, Pemerintah Taiwan berencana mendonasikan 10 juta masker bagi negara-negara yang sangat membutuhkan.

6. Membatasi kedatangan pendatang dari luar negeri sebelum pandemi

Sejak awal tahun, mereka yang menginjakkan kaki di terminal kedatangan bandara harus menjalani pemindaian suhu tubuh. Bahkan pada awal Februari, Pemerintah Taiwan sudah membatasi kedatangan warga asing termasuk melarang warga Tiongkok dan memberlakukan karantina mandiri selama 14 hari bagi pendatang dari Macao dan Hong Kong.

Sepekan setelah pengumuman pandemi, Pemerintah Taiwan malah langsung menutup perbatasan dan menolak warga asing masuk ke Negeri Naga Kecil Asia. Keputusan tegas itu kini terbukti dengan keberhasilan Taiwan mengendalikan jumlah kasus COVID-19.

Sedia payung sebelum hujan ternyata bukan rangkai kata-kata di Taiwan. Pepatah itu begitu serius diterapkan untuk menanggulangi COVID-19. Stay healthy and at home ya, teman-teman!

source idntimes.com

Tidak ada komentar: