Pemerintah tidak melarang masyarakat untuk mudik Lebaran pada tahun ini. Namun ada sejumlah protokol yang wajib diikuti jika tradisi pulang kampung tetap dilakukan.
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X menjelaskan, protokol tersebut dibuat untuk mencegah penyebaran Covid-19 yang bisa terjadi saat mudik lebaran. Ada tiga protokol yang harus dipenuhi, baik pemerintah, penyedia jasa angkutan umum maupun pemudik saat pulang kampung.
Pertama, pembatasan jarak antarpenumpang pada transportasi umum. "Transportasi umum yang disediakan pemerintah baik kereta api, bus, maupun pesawat terbang harus memenuhi jarak duduk antarpenumpang, paling sedikit selisihnya 1,8 meter," kata Sultan HB X di Kompleks Kepatihan Yogyakarta pada Rabu, 2 April 2020.
Raja Keraton Yogyakarta yang baru saja berulang tahun ke-74 itu mencontohkan sebuah bus yang bisa diisi 40 orang, maka dengan pembatasan jarak hanya dapat diisi 20 orang. Selain itu, masyarakat yang hendak mudik menggunakan bus harus membeli tiketnya dua kali lipat dari harga aslinya.
Sultan mengatakan, dengan kenaikan harga tiket ini setidaknya membuat masyarakat enggan mudik. "Mungkin dengan kenaikan harga masyarakat berpikir ulang untuk mudik," kata dia.
Lebih lanjut ia mengatakan, protokol kedua adalah pemudik yang kembali ke daerahnya harus bersedia diisolasi selama 14 hari tinggal di rumahnya. Ketiga, pemudik yang menggunakan mobil pribadi akan diatur karena mobil pribadi penumpangnya belum memenuhi jarak. "Kira-kira itu alasan yang mungkin masuk dalam keputusan presiden," ujarnya.
Mungkin dengan kenaikan harga masyarakat berpikir ulang untuk mudik.
Dekan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) UGM Yogyakarta, Profesor Ova Emilia mengatakan, sampai saat ini Yogyakarta masih masuk ke zona putih Covid-19. Maka, jangan sampai masyarkat yang mudik justru membuat Yogyakarta menjadi zona merah.
Oleh karena itu, kata dia, tiga protokol disusun agar supaya penyebaran Covid-19 tidak semakin meluas. "Tujuannya dibuat untuk menekan penyebaran virus," ujarnya.
Menurutnya, selain protokol yang sudah dibuat oleh pemerintah, perlu juga upaya edukasi dan sosialisasi ke desa dan kampung, screening atau mendeteksi orang yang mudik. "Kalau ternyata hasilnya ada yang positif Covid-19 harus segera ditangani tidak menularkan virusnya," katanya.
Sebelumnya, Dinas Perhubungan (Dishub) DIY mencatat sebanyak 70.885 pemudik telah masuk ke Yogyakarta per 30 Maret 2020. Data itu berdasarkan akumulasi selama lima hari dari moda transportasi seperti kereta api, pesawat terbang, dan bus.
Pemerintah Daerah DIY memutuskan untuk menerapkan pembatasan sosial guna mengantisipasi penularan virus Corona. "Yogyakarta melakukan pembatasan sosial, bukan lockdown," ujar Wakil Sekretaris Gugus Tugas Penanganan Covid-19, Biwara Yuswantana pada Senin, 30 Maret 2020.
Dia mengatakan, pembatasan sosial yang dilakukan di Yogyakarta yakni menutup sejumlah akses masuk baik di pedesaan maupun kampung. Sehingga hanya ada satu pintu untuk masuk. Tujuannya untuk mendata pemudik yang kembali ke kampung halamannya.
Kepala Pelaksana Harian Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY ini berharap dengan model pembatasan sosial ini, jika ada orang yang terindikasi terpapar Covid-19 bisa diketahui. "Dan segera ditangani," kata dia. tagar.id
Tidak ada komentar: