Dalam dunia pendidikan, Saudi dan Mesir punya ikatan yang sangat erat

Saudi dan Mesir punya ikatan yang sangat erat

Universitas Al Azhar resmi berdiri pada tahun 975 M. Dibangun oleh Bani Fathimiyah yang berakidah Syiah. Lembaga ini tercatat sebagai kampus tertua di dunia.

Kampus ini kemudian berubah haluan menjadi Sunni pada abad pertengahan, setelah Shalahuddin Al Ayubi berhasil melumpuhkan Bani Fathimiyah.

Di lembaga ini diajarkan mata kuliah bahasa Arab dan ilmu-ilmu keislaman. Hingga kini, alumninya tersebar ke seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia.

Beberapa tokoh populer masa lampau, seperti Prof. Dr. Mahmud Yunus, penulis kamus dan tafsir yang tersohor itu, adalah alumni Al Azhar. Juga Buya Hamka, mendapat gelar kehormatan doktor honoris causa dari perguruan tinggi ini.

Kala itu, dunia kampus masih sepi. Pendidikan Islam masih disebarkan via masjid-masjid dan halaqah.

982 tahun setelah Al Azhar berdiri, barulah Arab Saudi resmi launching kampus, yaitu pada tahun 1957.

Kala itu, Raja Saud membuka universitas di kota Riyadh bernama “Riyadh University”, yang pada tahun 1982 berubah nama menjadi King Saud University (KSU).

Untuk model pembelajaran halaqah, Saudi tergolong senior. Di Mekkah dan Madinah, sejak zaman Rasulullah hingga sahabat, dan terus sampai kini, majelis ilmu tetap terus ada. Tapi dalam dunia akademisi, Saudi kalah jauh dari Mesir.

Awal berdirinya kampus-kampus di Saudi, banyak merekrut dosen asal Mesir, termasuk yang menjabat posisi strategis.

Lambat laun, setelah Saudi punya SDM yang mapan, dosen-dosen diambil dari pribumi, terutama para pemangku kebijakan kampus.

Hingga kini, pengajar asal Mesir di kampus Saudi masih tergolong banyak. Seperti di LIPIA yang menginduk kepada Al Imam Muhammad bin Saud Islamic University di Riyadh. Di kampus ini banyak dosen asal Mesir (alumni Al Azhar) mengajar berbagai macam disiplin ilmu mulai sastra Arab, fiqih, Ushul fiqih, hingga ilmu hadits.

Dalam dunia pendidikan, Saudi dan Mesir punya ikatan yang sangat erat. Dari dulu hingga sekarang. Meskipun diketahui, secara ideologi dan madzhab, dua negara ini berbeda, tapi dapat disatukan dalam dunia akademik.

Meskipun banyak pengajar asal Mesir yang Asy’ari, tetapi kampus-kampus Saudi yang Hambali dan Salafi bisa menerima mereka.

Oleh : Ustadz Budi Marta Saudin

Tidak ada komentar: