Hukum asalnya, pelaku penyimpangan dijauhi, tapi....

nu online
Praktek teologis kaum tradisionalis tanah air bagi kita mungkin sudah bukan hal rahasia. Dari mulai bid'ah-bid'ah munkarah hingga keyakinan atau praktik kekufuran/kesyirikan. Jika kita pernah mengkaji Kitabut-Tauhiid, banyak point kesyirikan (ashghar maupun akbar) dalam buku tersebut terlaksanakan. Istighatsah kepada mayit, sikap ghulluw terhadap orang-orang shalih, bersandar pada jimat, tabarruk dan tawassul yang tidak disyari'atkan (dari yang hukumnya wasilah menuju kesyirikan hingga kesyirikan itu sendiri), dll.

Apalagi dalam masalah keimanan terhadap sifat-sifat Allah, kaum tradisionalis sangat bermasalah. Pengingkaran mereka sampai pada perkara yang sifatnya fitrah bagi manusia : ketinggian Allah di atas 'Arsy-Nya. Kufur akbar, jaliy (jelas). Belum lagi mala-praktik ibadah dengan aneka macam bid'ah. Kalau kita bicara bid'ah irjaa', mereka adalah sumbernya, sesuai pokok ajaran Asyaa'irah yang dianut mayoritas tradisionalis. Penyimpangan yang tidak boleh dianggap ringan. Dengan syarat, lidah kita tidak pelo untuk mengucapkannya.

Bagi Ahlus-Sunnah, terutama du'atnya, perkara di atas menjadi tugas utama untuk hilangkan. Minimal, dikurangi. 

Jika kita baraa' terhadap perbuatan munkarnya, mengandung konsekuensi baraa' pula terhadap pelakunya. 'Aqidah walaa' dan baraa' kita memang berbunyi seperti itu. Benar, selama mereka berstatus muslim, ada sisi yang kita harus tetap berwalaa' kepada mereka sesuai kadar ketaatan dan kesesuaian mereka terhadap syari'at. Clear.

Jika kita baraa' terhadap pelakunya, tentu bukan sekedar abang-abang lambe alias lips service. Bukan sekedar mengugurkan persyaratan kelayakan identitas sebagai 'kaum muwahhidin' dengan mengkaji Kitab Tauhid karya Asy-Syaikh MBAW rahimahullah dan kitab-kitab 'aqidah/manhaj yang lainnya. Dalam amal nyata, mesti selaras. Pelaku kesyirikan, kekufuran, dan kemaksiatan harus dijauhi.
Allah ta'ala berfirman:

وإذَا رَأَيْتَ الَذِينَ يَخُوضُونَ في آيَاتِنَا فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا في حَدِيثٍ غَيْرِهِ وإمَّا يُنسِيَنَّكَ الشَّيْطَانُ فَلا تَقْعُدْ بَعْدَ الذِّكْرَى مَعَ القَوْمِ الظَّالِمِينَ
”Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika setan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang lalim itu sesudah teringat (akan larangan itu)” [QS. Al-An’am : 68].

Asy-Syaukaniy rahimahullah menjelaskan:

وفى هذه الآية موعظة لمن يتسمح بمجالسة المبتدعة الذين يحرفون. كلام الله، ويتلاعبون بكتاب وسنة رسوله، ويردون ذلك إلى أهوائهم المضلة وبدعهم الفاسدة، فإنه إذا لم ينكر عليهم ويغير ما هم فيه فأقل الأحوال أن يترك مجالستهم، وذلك يسير عليه غير عسير، وقد يجعلون حضوره معهم مع تنزهه عما يتلبسون، به شبهة يشبهون بها على العامة، فيكون في حضوره مفسدة زائدة على مجرد سماع المنكر. وقد شاهدنا من هذه المجالسة الملعونة ما لا يأتي عليه الحصر، وقمنا في نصرة الحق ودفع الباطل بما قدرنا عليه، وبلغت إليه طاقتنا، ومن عرف هذه الشريعة المطهرة حق معرفتها: علم أن مجالسة أهل البدع المضلة فيها من المفسدة أضاف أضعاف ما في مجالسة من يعصي الله بفعل شيء من المحرمات، ولا سيما لمن كان غير راسخ القدم في علم الكتاب والسنة، فإنه ربما ينفق عليه من كذباتهم وهذيانهم ما هو من البطلان بأوضح، مكان فينقدح في قلبه ما يصعب علاجه ويعسر دفعه، فيعمل بذلك مدة عمره، ويلقى الله به معتقدًا أنه من الحق، وهو من أبطل الباطل وأنكر المنكر

”Dalam ayat ini terdapat nasihat yang sangat berharga bagi orang yang mentolerir duduk-duduk bersama ahli bida’ yang mengubah-ubah Kalamullah, mempermainkan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya. Mereka mengembalikan semua itu kepada hawa nafsu mereka yang menyesatkan dan kebid’ahan mereka yang rusak. Sehingga bila tidak ada pengingkaran terhadap kemunkaran mereka dan tidak ada upaya untuk mengubahnya, maka solusi terakhirnya adalah tidak duduk-duduk bersama mereka. Ini merupakan sikap yang paling mudah dan tidak sulit. Dan terkadang mereka hadir dalam majelis mereka, meskipun ia tidak sependapat dengan bid’ah mutalaabisaat (kerancuan) yang ada pada mereka. Namun hal itu bagi orang awam menimbulkan kesan mendukung dan menyetujuinya sehingga kehadirannya tersebut menimbulkan mafsadah (kerusakan) yang lebih besar daripada hanya sekedar mendengarkan kemunkaran.

Sungguh kami menyaksikan (banyak efek negatif yang ditimbulkan) dari majelis terlaknat ini yang tidak terbatas jumlahnya, sehingga kami pun bangkit membela al-haq (kebenaran) dan menghancurkan kebathilan sekuat tenaga kami. Orang yang mengenal syari’at suci ini dengan baik akan mengetahui bahwa duduk-duduk dengan ahlul-bida’ yang sesat akan menimbulkan kerusakan yang berlipat ganda daripada duduk-duduk dengan orang yang bermaksiat kepada Allah ta’ala dengan melakukan sesuatu yang haram. Terlebih lagi, orang yang duduk bersama ahli bida’ tersebut adalah orang yang tidak dalam ilmunya terhadap Kitabullah dan As-Sunnah, sehingga boleh jadi ahlul-bida’ tersebut akan mempengaruhinya dengan kedustaan-kedustaan dan kerusakan-kerusakan pikirannya berupa segala jenis kebathilan dengan sejelas-jelasnya sehingga menghunjam ke dalam relung hatinya, sehingga sangat sukar untuk diobati dan dihindari. Itu semua terjadi sepanjang hidupnya hingga ia bertemu dengan Rabb-nya dalam keadaan meyakini bahwa (bid’ahnya) itu adalah kebenaran, padahal ia sebenarnya adalah kebathilan yang paling besar dan kemunkaran yang paling berat” [selesai perkataan Asy-Syaukaniy – lihat Fathul-Qadiir, 2/122].

Dalil serta perkataan ulama dulu dan sekarang semisal di atas terlalu banyak untuk disebutkan. Oleh karena itu, Nabi shallalaahu 'alaihi wa sallam berpesan agar selektif memilih teman akrab.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: " الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ، فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
Dari Abu Hurairah, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah ﷺ : “Seseorang itu menurut agama teman dekatnya. Maka hendaklah masing-masing kalian memperhatikan siapa yang hendak ia jadikan teman” [Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy no. 2378, Abu Daawud no. 4833, Ahmad 2/303 & 2/334, dan yang lainnya; shahih].

Begitu juga Nabi ﷺ berpesan agar selektif memilih guru dengan tidak berguru kepada pelaku penyimpangan.

إِنَّ مِنْ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ ثَلاثًا: إِحْدَاهُنَّ أَنْ يُلْتَمَسَ الْعِلْمُ عِنْدَ الأصَاغِرِ
“Sesungguhnya termasuk tanda-tanda hari kiamat ada tiga macam yang salah satunya adalah diambilnya ilmu dari Al-Ashaaghir” [Diriwayatkan oleh Ibnul-Mubaarak dalam Az-Zuhd hal. 64 no. 61, Al-Laalikaa’iy dalam Syarh Ushuulil-I’tiqaad 1/85 no. 102, dan Ibnu ‘Abdil-Barr dalam Jaami’u Bayaanil-‘Ilmi wa Fadhlih 1/612 no. 1051-1052; shahih].

Makna al-ashaaghir menurut ulama adalah ahli bid'ah dan pengikut hawa nafsu.
Muhammad bin Siiriin rahimahullah berpesan:

إِنَّ هَذَا الْعِلْمَ دِينٌ، فَانْظُرُوا عَمَّنْ تَأْخُذُونَ دِينَكُمْ
“Sesungguhnya ilmu ini adalah agama, maka perhatikanlah dari siapa kalian mengambil agama kalian” [Diriwayatkan oleh Muslim dalam muqaddimah Shahiih-nya hal. 24].

Hukum asalnya, pelaku penyimpangan dijauhi.

Apabila para dai berpesan kepada kaum muslimin agar selektif memilih guru, ini betul. "Jangan dekat bergaul dan mengambil ilmu dari mereka"; ini juga betul. "Bagi orang awam, ambillah ilmu hanya kepada ustadz yang lurus agamanya"; tidak salah. 

Orang awam biasanya taqlid pada orang yang ia percayai atau direkomendasikan orang lain agar dipercayai untuk ditaqlidi. Dikarenakan orang awam itu awam, maka Anda tidak bisa berpesan kalau fiqh, taqlidlah ke Kiyai Idrus Ramli, sedangkan 'aqidah taqlidlah kepada Ustadz Ali Musri. Jika benar dipraktekkan, maka terkumpullah semua pemahaman agama dari Kiyai Idrus Ramli dan Ustadz Ali Musri, yang benar dan yang salah. Gado-gado. Semua ditoleransi, dan semua benar atau bisa benar. Gak percaya ? Di FB banyak contohnya, seperti Bejo, Kenthus, Timbul, Gembul, Clurut, Cindhil, Bagor, Pitak, Cuplis, dan lain-lain. Bukan nama sebenarnya.

Lalu datanglah beberapa oknum - entah apa motifnya, caper mungkin - mengatakan pesan dan wasiat di atas keliru. Atau, betul secara teori, tapi tidak untuk dipraktekkan. 

"Nggak apa-apa", kata mereka. "Kita mengambil ilmu dari siapa saja, yang penting kompeten, walaupun Asyaa'irah, walaupun praktisi kesyirikan, walaupun pengamal kekufuran, walaupun murji', walaupun pelestari bid'ah", tambah mereka lagi. [tentu secara tekstual bukan ini tashrih perkataannya, sengaja hiperbola, harap maklum]

Eits..... jangan marah. Ini bukan menyindir Anda, karena saya yakin Anda tidak demikian. Anda tentu menolaknya dan akan menyanggah habis-habisan. Anggaplah oknum-oknum itu adalah 'Sobat Jrx dan para penganut teori konspirasi'.

Paradoks ?

Ya, paradoks bagi orang yang secara teoritis menyepakati kewajiban baraa' terhadap kekufuran, kesyirikan, bid'ah, dan maksiat serta para pelakunya. Apalagi jika ditambah keyakinan penafikan udzur kejahilan. Tambah ruwet paradoksnya, karena seharusnya mereka lebih ketat memilih-milih orang untuk afiliasi.

Tapi tidak bagi yang memang menyerukan ngaji merdeka. Ngaji siapa saja, ora urus dengan identitas teologi gurunya. Sing penting baik.....

Betul,.... ulama menjelaskan terdapat kondisi tertentu bolehnya kita mengambil ilmu dari orang yang tidak beres 'aqidahnya, asal kompeten. Ini sudah keluar dari hukum asal. Karena keluar dari hukum asal, tentu ada syarat-syaratnya (yang ketat). Terutama, ini HANYA dilakukan oleh orang-orang yang sudah sangat mapan ilmunya sehingga bisa mengambil santannya dan membuang ampasnya. Atau, memang nggak ada lagi yang mengajarkan ilmu wajib di daerahnya (seperti misal kaifiyah shalat), selain guru beraqidah tidak beres itu, sementara ia tidak mampu berhijrah menuntut ilmu

(-) : "Banyak ulama Ahlus-Sunnah berguru mengambil ilmu dari sebagian ulama Asyaa'irah"
(+) : "Hoi boss, nggak ngaca ente. Kemarin katanya, ente bilang diri ente awam, bukan ulama. Ente mau mengqiyaskan diri ente dengan ulama. Atau, perkataan ente tersebut tempo hari sekedar buat menangin debat doang di media sosial?".

Eits..... jangan marah. Ini bukan menyindir Anda, karena saya yakin Anda tidak demikian. Anda tentu menolaknya dan akan menyanggah habis-habisan. Anggaplah oknum-oknum itu adalah 'Sobat Jrx dan para penganut teori konspirasi'. Jika Anda tetap tidak terima dan marah kepada saya, anggaplah saya mengarang cerita.

Tidak ada komentar: