HUKUMNYA SHOLAT TERAWIH TERBURU-BURU

HUKUMNYA SHOLAT TERAWIH TERBURU-BURU

Dibanyak tempat di Indonesia, ada masjid yang shalat tarawihnya super cepat (ngebut). Karena ingin cepat-cepat selesai.

Mereka ruku, i'tidal, sujud dan duduk diantara dua sujud dilakukan tidak dengan thuma'ninah.

Sholat terburu-buru bisa menjadikan sholat tidak tuma'ninah. Dan sholat terburu-buru dilarang oleh Nabi shollallohu 'alaihi wasallam.

Berikut dalil dilarangnya sholat terburu-buru :

1. Abu Hurairah rodhiyallohu 'anhu berkata,

عَنِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - أَنَّهُ نَهَى أَنْ يُصَلِّىَ الرَّجُلُ مُخْتَصِرًا
“Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam melarang seseorang shalat mukhtashiron”. (Hr. Bukhari dan Muslim).

Sebagian ulama menafsirkan ikhtishor (mukhtashiron) dalam hadits di atas adalah shalat yang ringkas (terburu-buru), tidak ada thuma’ninah ketika membaca surat, ruku, dan sujud. (Lihat Syarh Bulughul Marom, Syaikh ‘Athiyah Muhammad Salim, 49/3, Asy Syamilah).

2. Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَتِمُّوا الرُّكُوعَ وَالسُّجُودَ
“Sempurnakanlah ruku dan sujud”. (Hr. Bukhari, 6644 dan Muslim, 4525).

Sempurnakan ruku dan sujud artinya tidak terburu-buru.

3. Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يا معشر المسلمين لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لَمْ يُقِمْ صُلْبَهُ فِى الرُّكُوْعِ والسُّجُوْدِ
“Wahai kaum muslimin, tidak ada shalat bagi mereka yang tidak menegakkan punggungnya ketika ruku’ dan sujud". (Hr. Ahmad 16297, Ibnu Majah 871).

Terburu-buru tidak akan mungkin bisa menegakkan punggung ketika ruku’ dan sujud.

4. Suatu ketika, Rasulullah shollallohu 'alaihi wasallam melihat orang shalat yang tidak menyempurnakan ruku' nya dan seperti mematuk ketika sujud.

Kemudian Rasulullah shollallohu 'alaihi wasallam bersabda,

أَتَرَوْنَ هَذَا، مَنْ مَاتَ عَلَى هَذَا مَاتَ عَلَى غَيْرِ مِلَّةِ مُحَمَّدٍ، يَنْقُرُ صَلَاتَهُ كَمَا يَنْقُرُ الْغُرَابُ الدَّمَ
“Tahukah kamu orang ini. Siapa yang meninggal dengan keadaan (shalatnya) seperti ini, maka dia mati di atas selain agama Muhammad (Islam). Dia mematuk dalam shalatnya sebagaimana burung gagak mematuk darah”. (Hr. Ibnu Khuzaimah, 665).

5. Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata,

أَنَّ النَّبِىَّ - صلى الله عليه وسلم - دَخَلَ الْمَسْجِدَ فَدَخَلَ رَجُلٌ فَصَلَّى 
Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam ketika masuk masjid, maka masuklah seseorang, lalu ia melaksanakan shalat.

ثُمَّ جَاءَ فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِىِّ فَرَدَّ النَّبِىُّ فَقَالَ ارْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ فَصَلَّى، ثُمَّ جَاءَ فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِىِّ. فَقَالَ ارْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ. ثَلاَثًا
Kemudian ia mendatangi dan memberi salam kepada Nabi, lalu Nabi menjawab salamnya. Rasulullah berkata kepadanya, “Ulangilah shalatmu karena sesungguhnya engkau tidaklah shalat”. Ini terjadi sampai tiga kali.

فَقَالَ وَالَّذِى بَعَثَكَ بِالْحَقِّ فَمَا أُحْسِنُ غَيْرَهُ فَعَلِّمْنِى
Kemudian orang itu berkata, “Demi yang mengutusmu membawa kebenaran, aku tidak bisa melakukan shalat sebaik dari itu. Makanya ajarilah aku !”. 

قَالَ: إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلاَةِ فَكَبِّرْ، ثُمَّ اقْرَأْ مَا تَيَسَّرَ مَعَكَ مِنَ الْقُرْآنِ، ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا، ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا، ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا، ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا، ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا، ثُمَّ افْعَلْ ذَلِكَ فِى صَلاَتِكَ كُلِّهَا
Rasulullah kemudian mengajarinya dan bersabda, “Jika engkau hendak shalat, maka bertakbirlah. Kemudian bacalah ayat Qur’an yang mudah bagimu. Lalu ruku’lah dan sertai thuma’ninah ketika ruku’. Lalu bangkitlah dan beri’tidallah sambil berdiri. Kemudian sujudlah sertai thuma’ninah ketika sujud. Kemudian bangkitlah dan duduk antara dua sujud sambil thuma’ninah. Kemudian sujud kembali sambil disertai thuma’ninah ketika sujud. Lakukan seperti itu dalam setiap shalatmu”. (Mutafaqqun ‘alaih).

6. Rasulullah shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda,

أَسْوَأُ النَّاسِ سَرِقَةً الَّذِي يَسْرِقُ مِنْ صَلاَتِهِ، قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ وَكَيْفَ يَسْرِقُ مِنْ صَلاَتِهِ؟ قَالَ: لاَ يُتِمُّ رُكُوْعُهَا وَلاَ سُجُوْدُهَا
“Seburuk-buruk pencuri adalah yang mencuri dari shalatnya”. Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana mencuri dari shalat ?”. Rasulullah shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda, “Dia tidak sempurnakan ruku dan sujudnya”. (Hr. Ahmad, no 11532).

7. Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَا يَنْظُرُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَى صَلَاةِ عَبْدٍ لَا يُقِيمُ فِيهَا صُلْبَهُ بَيْنَ رُكُوعِهَا وَسُجُودِهَا
“Allah tidak akan melihat seorang hamba yang tidak meluruskan tulang punggungnya ketika ruku’ dan sujud (dalam shalat)”. (Hr. Ahmad 16283).

8. Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu berkata,

ونَهَانِي عَنْ نَقْرَةٍ كَنَقْرَةِ الدِّيكِ، وإِقْعَاءٍ كَإِقْعَاءِ الكَلْبِ، والْتِفَاتٍ كَالْتِفَاتِ الثَّعْلَبِ
"Nabi shollallohu 'alaihi wasallam melarangku sujud dengan cepat seperti ayam mematuk, duduk seperti duduknya anjing, dan menoleh-noleh seperti rusa". (Hr. Ahmad, 8106).

9. Nabi shollallohu 'alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya seseorang benar-benar shalat selama enam puluh tahun akan tetapi tidak diterima shalatnya. Bisa jadi dia menyempurnakan ruku’nya tetapi tidak menyempurnakan sujudnya. Dan bisa jadi dia menyempurnakan sujudnya tetapi tidak menyempurnakan ruku’nya”. (Hr. Abul Qasim Al Asbahani dan dihasankankan oleh Asy Syaikh Al Albani dalam Shahih At-Targhib Wattarhib).

10. Hudzifah radhiyallahu ‘anhu mengatakan, ia pernah melihat ada orang yang tidak menyempurnakan rukuk dan sujud ketika shalat, dan terlalu cepat. Setelah selesai, ia ditegur oleh Hudzaifah, “Sudah berapa lama engkau shalat semacam ini ?”. Orang ini menjawab : “40 tahun”. Hudzaifah kemudian berkata : “Engkau tidak dihitung shalat selama 40 tahun”. (karena shalatnya tidak sah).

Hudzaifah melanjutkan perkataannya,

وَلَوْ مِتَّ وَأَنْتَ تُصَلِّي هَذِهِ الصَّلَاةَ لَمِتَّ عَلَى غَيْرِ فِطْرَةِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Jika kamu mati dan model shalatmu masih seperti ini, maka engkau mati bukan diatas fitrah (ajaran) Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam”. (Hr. Ahmad).

11. Imam Az-Zuhri berkata, “Aku masuk menemui Anas bin Malik Radhiyallahu ’anhu di Damaskus dan ketika itu ia sedang menangis. Maka aku bertanya kepadanya, “Apa yang membuatmu menangis ?. Ia menjawab, “Aku tidak mengetahui sedikit pun dari apa yang dahulu aku dapati kecuali shalat ini, dan shalat ini telah disia-siakan”. Dalam riwayat yang lain, Anas radhiyallahu ’anhu berkata, “(Sekarang ini) aku tidak mengetahui sedikit pun dari apa yang dahulu ada pada zaman Rasulullah”. Kemudian seseorang berkata, “Bagaimana dengan shalat ?”. Ia menjawab, “Bukankah kalian telah menyia-nyiakannya ?!”.

Karena itu tidaklah kita dapati kebanyakkan mereka shalat kecuali dengan mematuk. Dan tidaklah mereka berlalu dalam shalat kecuali seperti berlalunya anak panah. Ini adalah musibah besar bagi umat ini. Kalau kita menyaksikan bagaimana mereka shalat, kita akan dapati penyelisihan-penyelisihan yang sangat banyak terhadap petunjuk Nabi di dalam shalatnya. Mereka mempercepat bacaan Al-Fatihah hingga tidak mungkin bagi ma’mum untuk membacanya dengan thuma’ninah dan tadabbur. Kejadian seperti ini banyak kita temui dalam shalat sirr atau dalam dua rakaat terakhir dari shalat jahr. Begitu pula di saat ruku’ dan sujud padahal Rasulullah shollallohu 'alaihi wasallam bersabda, “Allah tidak melihat hambanya yang tidak menegakkan punggungnya diantara ruku’nya dan sujudnya”. (Hr. Ahmad dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu).

Kesimpulannya, shalat terburu-buru, kebut-kebutan tidak sah menurut mayoritas ulama dan pendapat yang kuat.

● Apabila Imam ngebut dan tidak tuma'ninah

Imam yang harus kita ikuti adalah yang sholatnya sah, yang memenuhi syarat, rukun dan kewajiban sholat. Adapun imam yang melakukan sholat dengan cepat sehingga melalaikan kewajiban dan rukun sholat seperti tidak thuma’ninah maka sholatnya tidak sah, maka tidak patut diikuti (Lihat Majmu’ Fatawa wa Rosaail Ibnil ‘Utsaimin, 14/211).

Jika kita menjumpai masjid yang shalat tarawihnya tidak thuma'ninah, sebaiknya mencari masjid yang lain atau shalat sendiri di rumah. Dari pada kita tarawih dengan model shalat yang tidak sesuai dengan tuntunan Nabi.

Tambahan :

● Kadar minimal tuma'ninah

Thuma’ninah adalah diam beberapa saat setelah tenangnya anggota-anggota badan. Para ulama' memberi batasan minimal dengan lama waktu yang diperlukan ketika membaca tasbih. (Fiqh Sunnah, Sayyid Sabiq).

Lawan thuma’ninah adalah terburu-buru, orang yang terburu-buru shalatnya dianggap tidak sah, karena thuma'ninah adalah rukun shalat, tanpa melakukannya shalat menjadi tidak sah.

Contoh orang yang melakukan thuma’ninah yaitu, kalau sujud misalnya, dia tidak akan bangkit, sebelum semua anggota sujud sudah sempurna dan diam sesaat, setelah sempurna dan diam sesaat (andai tanpa bacaan sujud) dia baru bangkit dari sujud, ketika itu dia sudah melaksanakan thuma’ninah.

Kadar minimal thuma'ninah adalah diam seukuran membaca dzikir yang wajib, contohnya thuma'ninah dalam rukuk dan sujud minimalnya adalah seukuran membaca dzikir rukuk dan sujud satu kali. (Lihat Asy-Syarhul Mumti', 3/306-307).

Wallahu a’lam.
.
By: Abu Meong

Sumber tulisan :

Tidak ada komentar: