Kisah Awka Adik Buya Hamka yang menjadi Pendeta dan Mati Murtad

Kisah Awka Adik Buya Hamka yang menjadi Pendeta dan Mati Murtad

ADIK BUYA HAMKA YANG MATI KAFIR

وَهَدَيْنَٰهُ ٱلنَّجْدَيْنِ
"Dan Kami telah tunjukkan kepadanya 2 jalan (keimanan dan kekafiran, red". (QS Al Balad 10)

Mungkin tulisan ini jarang diungkap ke publik, karena menyangkut reputasi seorang tokoh pujangga 3 zaman sekaligus ulama terbesar sepanjang sejarah modern Indonesia, yakni Prof Dr Haji Abdul Malik Karim Amrullah, yg lebih akrab dipanggil dg singkatan Hamka.

Hamka dikenal sebagai ulama kharismatik di Indonesia. Sedangkan adiknya, Awka -- adalah seorang pendeta fanatik di Amerika Serikat (AS).

Padahal, seperti kita ketahui dari sejarah, keduanya adalah putra seorang alim ulama sekaligus intelektual muslim bergelar doktor pertama alumni Al Azhar Mesir yg dihasilkan Indonesia sejak pra kemerdekaan, Haji Abdul Karim Amrullah.

Kenapa bisa terjadi 2 bersaudara yg sejatinya punya garis keturunan ulama terhormat, asli Minang pula, kok bisa saling bersimpang jalan aqidahnya demikian ? Mari kita ikuti kisahnya berikut ini !

Mengenal sosok sang adik

Abdul Wadud Karim Amrullah (Awka), kelahiran 7 Juni 1927, Kampung Kubu, Sungai Batang, Maninjau, Agam, Sumatra Barat --
adalah saudara Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka), seayah namun lain ibu.

"Di AS, dipakainya nama ala Barat, Willy Amrull", demikian tulis Buya Hamka dalam buku "Empat Bulan di Amerika" (1953) yg menuturkan saat dirinya membantu sang adiknya itu mencari pekerjaan di San Francisco pada 1952.

Seperti penuturan Hamka, adiknya memang sudah memakai nama Willy Amrull agar mudah bergaul dg orang2 di negeri Paman Sam. Nanti, 30 tahun kelak, nama itu dikenal sebagai seorang pendeta. Ya, Pendeta Willy Amrull.

Mengenal pribadi Hamka

Hamka lahir, 17 Februari 1908; Sungai Batang, Tanjung Raya, Agam, Sumatra Barat.

Sepanjang hidupnya, Hamka telah terpatri sebagai sosok ulama besar yg gigih membela Islam dan sangat tegas dalam hal akidah, tanpa kompromi. “Kita sebagai ulama telah menjual diri kita kepada Allah, tidak bisa dijual lagi kepada pihak manapun!” tegas Hamka setelah dilantik sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 1975 (Artawijaya, dalam majalah "Hidayatullah", 2 Juli 2013).

Hamka adalah Ketua MUI pertama, juga dikenal sebagai tokoh politisi Masyumi dan aktivis ormas Muhammadiyah serta pendiri Pesantren Islam Al Azhar di Indonesia. Dirinyalah orang yg menetapkan fatwa haram bagi umat Islam terkait perayaan Natal bersama.

Pada 19 Mei 1981, Hamka meletakkan jabatannya sebagai Ketua MUI, karena merasa ditekan oleh Menteri Agama waktu itu, Alamsyah Ratu Perwiranegara.

Ia memilih mundur ketimbang harus menganulir fatwa tsb.

9 tahun sebelumnya, ketika Paus Paulus VI berkunjung ke Indonesia pada Desember 1970, Hamka berkata tegas kepada Presiden Soeharto bahwa ia menolak menghadiri pertemuan dg pemimpin Vatikan tsb. "Bagaimana saya bisa bersilaturahmi sedangkan umat Islam dg berbagai cara, bujukan dan rayuan, uang, beras, dimurtadkan oleh perintahnya?" tukasnya kala itu (Irfan Hamka, "Ayah... Kisah Buya Hamka", 2013).

Dan nantinya, Awka, adik kesayangannya Buya Hamka itu, justru menjadi seorang pendeta, yg melawat dan bermukim di Barat,

Wafatnya Buya Hamka

Selang 3 bulan pasca berhenti dari MUI, Hamka wafat di Jakarta pada 24 Juli 1981 dalam usia 73 tahun.

Mengenal perjuangan ayahanda Hamka dan Awka

Ayah mereka, Muhammad Rasul atau Haji Abdul Karim Amrullah, adalah seorang ulama besar dan merupakan salah satu orang Indonesia paling awal yg mendapat gelar doktor kehormatan dari Universitas Al Azhar Mesir, pencapaian yg kelak diraih pula oleh Hamka.

Ayahanda Hamka dan Awka juga seorang pejuang nasional. Ketika sang ayah diasingkan ke Sukabumi, Jawa Barat, pada 8 Agustus 1941 lantaran dianggap berbahaya oleh pemerintah Hindia Belanda, Awka turut serta. Begitu pula saat ayahnya dipindah ke Jakarta seiring berkuasanya Jepang ke Indonesia, Awka juga ikut.

Sementara Hamka, yg 19 tahun lebih tua darinya, sudah merantau ke mana2 sejak usia belia.

Tanggal 2 Juni 1945, Haji Abdul Karim Amrullah wafat di pangkuan Awka.

"Saya mengucapkan kalimat syahadat sebagai kata penghabisan dari saya untuk melepasnya"
(sang ayah), tulis Awka dalam otobiografinya, Awka merantau ke negeri Paman Sam

Beberapa tahun setelah sang ayah mangkat, Awka bertekad berdiaspora ke mancanegara. Awal 1949, ia ikut kapal MS Willem Ruys yg berangkat dari Tanjung Priok menuju Rotterdam. Awka bekerja sebagai tukang binatu di kapal Belanda itu.

Setibanya di Belanda, Awka tidak menetap, melainkan turut berlayar ke banyak tempat di belahan dunia lainnya.

Dari Amerika Selatan, kemudian ke Afrika, hingga akhirnya ia memutuskan untuk tinggal di San Francisco, California, Amerika Serikat.

Di sinilah pada 1952 Awka dikunjungi oleh sang kakak yg sudah cukup lama terpisah. Hamka sengaja datang ke AS untuk membantu adiknya mencarikan pekerjaan dan akhirnya diterima di Indonesia Supply Mission di New York, kemudian di Konsulat RI yg berlokasi di San Francisco.

Mengislamkan dan dikristenkan

Awka, yg di negeri rantau memakai nama Willy Amrull —sempat jatuh cinta pada seorang perempuan jelita bernama Sawitri. Namun, kasihnya tak pernah sampai karena ayahanda sang pujaan hati, Ali Sastroamijoyo yg tidak lain adalah tokoh PNI yg menjadi Duta Besar RI untuk AS, tidak merestui.

Usai patah hati, Awka kemudian menikah dg wanita asli Amerika yg usianya lebih tua darinya dan sudah memiliki 4 orang anak, pada 1957. Namun, perkawinan ini hanya 5 tahun saja bertahan.

Di AS, Willy Amrull menyibukkan diri dg menggagas Ikatan Masyarakat Indonesia (IMI) di California pada 1962, selain aktif pula dalam kegiatan Islamic Center di Los Angeles.

Tahun 1970, Awka kawin lagi. Kali ini dg seorang gadis blasteran Amerika - Indonesia, Vera Ellen George, yg bersedia masuk Islam demi menjalani bahtera rumah tangga dg Awka. Mereka dikaruniai 3 orang anak, yaitu Rehana Soetidja dan Sutan Ibrahim yg lahir di AS, serta Siti Hindun yg lahir belakangan di Bali.

Awka memang memboyong keluarganya ke Indonesia pada 1977. Namun, ia tak pulang ke kampung halamannya di Maninjau, Sumatera Barat, melainkan ke Pulau Dewata tempat di mana Awka saat itu bekerja.

Dari sinilah prahara itu dimulai. Vera ingin kembali memeluk agama asalnya, Kristen. Awka pun diajaknya serta. Semula Awka menolak mentah2 karena latar belakang keislamannya yg sangat kuat. Namun, akhirnya ia luluh demi keutuhan rumah tangga dan ketiga buah hati mereka.

Tahun 1981, Awka sekeluarga pindah ke Jakarta, dan 3 tahun berselang, ia dibaptis oleh Pendeta Gerard Pinkston di Kebayoran Baru.

Di tahun yg sama, 1983, Awka kembali ke AS. Tak lama kemudian, ia ditetapkan sebagai pendeta oleh Gereja Pekabaran Injil Indonesia (GPII) di California. Sejak saat itu, Awka dikenal dg nama Pendeta Willy Amrull.

Misionaris di Kampung Sendiri

Sebagai seorang pendeta, salah satu kewajiban utama Willy Amrull adalah menyebarkan ajaran agamanya. Dan misi itulah yg didapat Willy dari lembaga misionaris Kristen di AS.

Pada 1996, ia ditugaskan untuk melakukan syiar agama di kampung halamannya, Sumatera Barat.

Tentunya Awka alias Willy tidak langsung memperkenalkan diri sebagai misionaris. Mula2, ia mengaku sebagai pengusaha dan bekerja untuk Kedutaan RI di AS. Willy memakai nama samaran Badru Amrullah.

Misinya berjalan lancar berkat Yanuardi Koto, Ketua Persekutuan Kristen Sumatera Barat (PKSB), yg berasal dari Lubuk Basung (Bakhtiar, "Ranah Minang di Tengah Cengkeraman Kristenisasi", 2009).

Yanuardi Koto juga seorang pendeta Gereja Protestan Indonesia Barat (Majalah "Gamma", 1999).
Oleh Yanuardi Koto, Willy diangkat sebagai pembina PKSB dan mereka berhasil merekrut anak2 muda Minang, terutama dari kalangan ekonomi lemah, untuk dikristenkan — kegiatan yg membikin Buya Hamka menolak bertemu Paus Paulus VI pada 1970.

Awka atau Pendeta Willy Amrull menyebut proses pengkristenan tsb dg istilah “pemuridan”. Ia menjelaskan cukup lengkap tentang berbagai tekniknya dalam buku otobiografinya (Willy Amrull, 2013).

Tahun 1998, Yanuardi Koto tersangkut kasus. Ia dituding terlibat dalam perkara penculikan gadis 17 tahun bernama Khairiah Enniswah (Wawah). Beberapa sumber menyebut, siswi Madrasah Aliyah Negeri 2 Padang ini dijebak dan dikristenkan secara paksa.

Termasuk dalam buku karya Deliar Noer, "Islam & Politik" (2003),

Nama Pendeta Willy Amrull juga disangkut pautkan dalam peristiwa itu. Namun, hingga kasusnya disidangkan di Padang, keberadaan Willy tidak diketahui. Ia rupanya sudah kembali ke AS. Willy mencurigai bahwa perkara Wawah sengaja digunakan untuk menjebaknya, sehingga ia buru2 menghilangkan jejak. Sebagai klarifikasi, ia menghubungi sejumlah instansi internasional kendati babak akhirnya tetap saja mengambang.

Meninggalnya Willy Amrull

Sejak terjadinya kasus Wawah di tanah kelahirannya itu, Pendeta Willy Amrull atau Abdul Wadud Karim Amrullah alias Awka tidak pernah pulang lagi ke Indonesia hingga meninggal dunia di California pada 25 Maret 2012, 8 tahun yg lalu.

Ironis sekali, adik terkasih Hamka itu mati sebagai seorang murtadin.

Kesimpulan

1. Awka dan sang kakak, Hamka, terlahir dari keluarga yg keislamannya sangat kuat di ranah Minang, putra ulama hebat pula.

2. Namun akhirnya keduanya menempuh 2 jalan berbeda.

3. Kisah Hamka dan Awka Awka “bertukar kiblat” pada 1983, justru 2 tahun setelah Hamka wafat.

إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَن يَشَاءُ
“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi hidayah kepada orang yg kamu kasihi, tetapi Allah memberi hidayah kepada siapapun yg Dia kehendaki”. [QS Al Qashash 56]

مَن يَهْدِ ٱللَّهُ فَهُوَ ٱلْمُهْتَدِى ۖ  وَمَن يُضْلِلْ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْخَٰسِرُونَ 
“Barangsiapa yg diberi hidayah oleh Allah, maka dialah yg mendapat keuntungan (di dunia dan akhirat); Dan barangsiapa yg disesatkan Allah, maka merekalah orang2 yg merugi (di dunia dan akhirat)” (QS Al A’raaf 178).

yra | sukabumi, 7 juni 2020

Sumber info

(Dikutip dan diperkaya dari tulisan Iswara N Raditya, 25 Maret 2017)
tirto.id - isw/msh

Tidak ada komentar: