Syekh Sholih al-Ushoimi : Pengarahan Terkait Kembali Ke Masjid

Syekh Sholih al-Ushoimi : Pengarahan Terkait Kembali Ke Masjid

Bismillahirrahmanirrahim…

Segala puji bagi Allah. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Hamba dan Rasul-Nya Muhammad, beserta segenap Keluarga dan para Sahabat Beliau. Amma ba’du.

Bersamaan dengan kembali ke masjid di Kerajaan Arab Saudi, pasca diizinkan beroperasi di tengah pandemi corona yang terjadi di seluruh dunia akhir-akhir ini, maka saya ingin mengingatkan diri sendiri dan saudaraku sekalian, tentang beberapa poin yang sepatutnya diperhatikan pada momen kembali ke masjid ini.

Seraya memohon kepada Allah ‘azza wa jalla semoga Dia mengangkat wabah dan menghilangkan bala’ ini dari kita dan kaum muslimin seluruhnya.

Poin Pertama:

Bahwa uzur (halangan) untuk tidak menghadiri sholat Jumat dan berjamaah masih tetap ada.

Siapa yang khawatir tertular penyakit ini boleh tidak menghadiri keduanya (sholat Jumat dan berjamaah) dan ia tidak berdosa. Pahala orang yang biasa menjaga keduanya tetap dituliskan baginya –walhamdulillah– meskipun ia tidak menghadirinya.

Dalam kitab Shahih al-Bukhari dari hadis Abu Musa al-Asy’ari radhiyallahu’anhu, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا مَرِضَ الْعَبْدُ أَوْ سَافَرَ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ مَا كَانَ يَعْمَلُ مُقِيْمًا صَحِيْحًا.
“Apabila seorang hamba sakit atau dalam perjalanan, maka akan tetap dituliskan baginya pahala ibadah sebagaimana yang biasa ia kerjakan dalam keadaan bermukim dan sehat.” (HR. Bukhari No. 2996)

Poin Kedua :

Siapa yang positif terinfeksi penyakit ini, atau terlihat gejala-gejalanya pada dirinya, atau secara medis ia disarankan untuk tidak berkumpul dengan yang lain, maka ia tidak boleh menghadiri sholat Jumat dan berjamaah, demi menghindarkan terjadinya mudarat bagi orang lain. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ.
Tidak boleh menimpakan mudarat kepada diri sendiri dan orang lain. (HR. Ibnu Majah No. 2341 dari hadis Ibnu Abbas, dan yang lain)

Poin Ketiga :

Tindakan pencegahan yang telah diumumkan di masjid wajib diamalkan.

Dalam rangka menaati Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam serta Ulil Amri. Seraya berharap agar kaum muslimin dijauhkan dari penyebaran wabah ini.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى.
“Dan tolong-menolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa.” (QS. al-Maidah: 3)

Dalam kitab Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim dari hadis Abu Musa al-Asy’ariy radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا.
“Seorang mukmin bagi mukmin yang lain bagaikan sebuah bangunan, satu sama lain saling mengokohkan.” (HR. Bukhari No. 481, 2446, 6026, dan Muslim No. 2585)

Jadi, melaksanakan dan mengamalkan pengarahan tersebut dalam rangka pencegahan termasuk bentuk saling tolong-menolong di antara kaum muslimin yang diperintahkan.

Poin Keempat :

Diberlakukannya peraturan saling jaga jarak antara jamaah sholat merupakan tindakan pencegahan.

Hal ini tidaklah merusak keabsahan sholat. Tidak pula mengurangi pahalanya, di tengah kondisi saat ini. Alasannya, jarak yang saling berjauhan tersebut dalam keadaan normal dan aman hukumnya haram menurut beberapa ahli fikih, sedangkan menurut sebagian yang lain -mereka adalah Jumhur/mayoritas ulama- hukumnya sekadar makruh. Sedangkan jarak saling berjauhan yang diperintahkan saat ini:

Bisa jadi karena keadaan darurat, yang dengan sebabnya hukum haram akan terangkat.

Atau, bisa jadi karena adanya suatu hajat, yang dengan keberadaannya hukum makruh akan terangkat.

Sehingga, dengan dasar dua pendapat di atas maka hukumnya tidak mengapa insyaallah.

Poin Kelima :

Sepatutnya kesempatan didirikannya sholat Jumat dan berjamaah hari-hari ini (di tengah pandemi yang ada), dimanfaatkan untuk bersandar dan kembali kepada Allah dengan menuju salah satu rumah Allah dalam rangka melaksanakan kewajiban-Nya.

Di dalam kitab Shahih Muslim dari hadis Abu Hurairah bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَحَبُّ الْبِلَادِ إِلَى اللَّهِ مَسَاجِدُهَا
“Yang paling Allah cintai dari suatu negeri adalah masjid-masjidnya.” (HR. Muslim No. 671)

Seorang yang menuju masjid dengan sengaja pergi ke tempat yang paling Allah subhanahu wa ta’ala cintai di atas muka bumi ini. Maka sepatutnya ia memanfaatkan masjid guna melaksanakan kewajiban kepada Allah dan memakmurkannya, dengan cara merengek kepada Allah melalui doa untuk pribadi dan (kaum muslimin) secara umum agar wabah ini diangkat dan bala’ ini disingkap.

Allah ta’ala berfirman:

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِيْ عَنِّيْ فَإِنّـِيْ قَرِيْبٌ أُجِيْبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيْبُوْا لِيْ وَلْيُؤْمِنُوْا بـِيْ لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُوْنَ.
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku. Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS. Al-Baqarah: 186)

Sepatutnya kita bersandar kepada Allah di masjid-masjid tersebut seraya berdoa dan merengek-rengek di hadapan-Nya, agar wabah ini diangkat dan segera diganti dengan kelapangan dari sisi-Nya subhanahu wa ta’ala.

Saya memohon kepada Allah ‘azza wa jalla semoga Dia membalas Khadimul Haramain (Raja Salman) dan Putra Mahkota dengan kebaikan atas perhatian mereka terhadap rumah-rumah Allah.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Menteri Urusan Keislaman atas antusiasnya dalam menyelesaikan dan melaksanakan tugas.

Semoga Allah menjaga kita semua dan kekasih-kekasih kita dari penyakit ini, dan menghindarkan keburukannya dari diri kita.

Ya Allah, sesungguhnya kami berlindung kepada-Mu dari penyakit sopak, gila, lepra dan semua penyakit yang buruk.

Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam.

Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah atas Hamba dan Rasul-Nya, Muhammad beserta segenap Keluarga dan para Sahabat Beliau.

Oleh : Syekh Sholih al-Ushoimi hafizhahullahu (Anggota Ulama senior Saudi Arabia, pengajar di Masjid Nabawi dan Masjidil Haram)

Ceramah ini direkam pada: Malam Ahad, 8 Syawal 1441 H
Diterjemahkan di ‘Adama, Kota Dammam, Saudi Arabia pada : Malam Rabu, 11 Syawal 1441 H
Oleh Ustadz Muhammad Sulhan Jauhari (Dai di Islamic Culture Center Dammam, Saudi Arabia)

Artikel : Thehumairo.com

Tidak ada komentar: