Bila Hari Raya Bertepatan Hari Jum’at


Apabila hari raya bertepatan dengan hari jum’at maka:

1. Bagi orang yang melaksanakan shalat ‘iedh, maka tidak wajib shalat jum’at. Namun, hendaknya bagi takmir masjid untuk mengadakan shalat jum’at supaya orang yang ingin shalat jum’at dan yang belum shalat iedh ikut serta shalat jumat.

Hal ini berdasarkan hadits Abu Hurairah:

قَدِ اجْتَمَعَ فِيْ يَوْمِكُمْ هَذَا عِيْدَانِ, فَمَنْ شَاءَ أَجْزَأَهُ عَنِ الْجُمُعَةِ وَإِنَّا مُجَمِّعُوْنَ
“Pada hari ini telah berkumpul dua hari raya pada kalian, maka barangsiapa yang ingin, sesungguhnya tidak wajib jum’at baginya tetapi kami melaksanakannya”. (HR.Abu Dawud: 1073, Ibnu Majah: 1311. Dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih Abi Dawud no.984)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Inilah pendapat terkuat yang dinukil dari Nabi dan para sahabatnya seperti Umar, Utsman, Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, Ibnu Zubair dan lain sebagianya. Dan tidak pengingkaran dari sahabat lainnya”. (Majmu’ Fatawa 24/211).

2. Adapun bagi yang tidak melaksankan shalat hari raya, maka dia berkewajiban melaksanakan shalat jum’at.

3. Bagi yang tidak shalat jum’at karena dia telah shalat iedh maka dia tetap wajib shalat dhuhur menurut pendapat yg kuat.

Masalah ini diperselisihkan oleh para ulama’. Mayoritas ulama’ berpendapat bahwa orang yang tidak shalat jum’at tetap wajib mengerjakan shalat dhuhur. Dan ini dikuatkan oleh Lajnah Daimah, anggota fatwa Saudi Arabia.

Sedangkan sebagian ulama’ seperti As-Syaukani dan diikuti oleh Syaikh Al-Albani berpendapat bahwa dia tidak shalat dhuhur berdasarkan hadits dari Atha’ dari Ibnu Zubair berkata:

عِيْدَانِ اجْتِمَعَا فِيْ يَوْمٍ وَاحِدٍ, فَجَمَعَهُمَا جَمِيْعًا بِجَعْلِهِمَا وَاحِدًا, وَصَلَّى يَوْمَ الْجُمُعَةِ رَكْعَتَيْنِ بُكْرَةً صَلاَةَ الْفِطْرِ, ثُمَّ لَمْ يَزِدْ حَتَّى صَلَّى الْعَصْرِ
“Dua hari raya telah berkumpul pada hari ini. Maka beliau (Ibnu Zubair) menjama’nya menjadi satu dan shalat jum’at dua rakaat di pagi shalat ‘idul fithri kemudian dia tidak shalat lagi hingga ashar…”. (Shahih. Riwayat Abu Daud: 1072 dan Abdur Razzaq dalam Al-Mushannaf: 5725)

Dan merupakan keajaiban, ketika saya tanyakan masalah pada Syaikh Abu Ubaidah Masyhur bin Hasan Alu Salman, salah satu murid Al-Albani -semoga Allah menjaganya- beliau menjawab setelah memaparkan masalah:

“Pendapat terkuat adalah pendapat jumhur (mayoritas ulama’), berbeda dengan pendapatnya As-Syaukani dalam Nailul Authar dan diikuti oleh Syaikh kami Al-Albani!!”. Wallu A’lam.

Ustadz Abu Ubaidah As Sidawi

@STaushiyyah
Whatsapp Group Shahabat Taushiyyah

Tidak ada komentar: