Kapan seorang Muslim pelaku kekufuran akbar tidak diberi udzur kejahilan ?

Kapan seorang Muslim pelaku kekufuran akbar tidak diberi udzur kejahilan ?

Diberikannya udzur kejahilan terhadap sebagian pelaku kekufuran akbar diantaranya adalah karena masih ada pokok keimanan dalam hatinya berupa pembenaran (tashdiiq), kecintaan, dan ketundukan terhadap Allah dan Rasul-Nya. Ada qarinah kuat atas hal tersebut. Maka, kita dapati sebagian pelaku kesyirikan di kalangan tradisional awam mengatakan bahwa dirinya bertauhid, mencintai Allah dan Rasul-Nya, tunduk terhadap syari'atnya, membenci kesyirikan, serta marah jika dikatakan dirinya telah melakukan kesyirikan.

Ia jahil (bodoh), sehingga kesyirikan yang dilakukannya ia sangka sebagai amal ibadah yang diperbolehkan/diperintahkan Allah dan Rasul-Nya dan wasilah untuk bertaqarrub kepada-Nya. Untuk mengkafirkan orang semacam ini, perlu disampaikan hujjah terlebih dahulu dan disingkap segala syubhat yang ada di kepalanya, sebagaimana dikatakan Syaikhul-Islaam Ibnu Taimiyyah rahimahullah.

Akan tetapi, ada sebagian perkara kekufuran yang secara dzatnya bertentangan dengan keimanan dari segala sisi. Orang yang melakukan jenis kekufuran ini tidak mungkin tergambar padanya pokok keimanan berupa pembenaran (tashdiiq), kecintaan, dan ketundukan terhadap Allah dan Rasul-Nya. Misalnya, mencaci Allah dan Rasul-Nya. Apakah dapat tergambar dalam akal kita adanya kecintaan dan ketundukan terhadap Allah dan Rasul-Nya dari orang yang melakukan perbuatan tersebut ?. Tidak!.

Syaikhul-Islaam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menegaskan orang yang mencaci Allah dan Rasul-Nya secara sengaja dengan kalimat yang jelas, maka kafir seketika itu (fauran). Tidak ada kemungkinan lain atas orang tersebut selain kekufuran. Begitu juga dengan orang yang mencaci dan menghina syari'at Islam secara umum atau menghina sebagian syari'at yang ma'lum minad-diin bidl-dlaruurah (seperti shalat, zakat, puasa, dan haji) dan orang yang menjalankannya secara sengaja dengan kalimat yang jelas; maka ia kafir seperti sebelumnya.

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ * لا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ
"Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab: "Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja". Katakanlah: "Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?" Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman" [QS. At-Taubah : 65-66].

Perbuatan menghina dan merendahkan bertentangan dengan kecintaan dan ketundukan. Tidak mungkin ada orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya akan menghina syari'at-Nya. Menghina dan merendahkan syari'at Islam adalah ciri khusus orang-orang kafir.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَكُمْ هُزُوًا وَلَعِبًا مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَالْكُفَّارَ أَوْلِيَاءَ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ * وَإِذَا نَادَيْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ اتَّخَذُوهَا هُزُوًا وَلَعِبًا ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لا يَعْقِلُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi pemimpinmu, orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi Kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman. Dan apabila kamu menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) sembahyang, mereka menjadikannya buah ejekan dan permainan. Yang demikian itu adalah karena mereka benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan akal" [QS. Al-Maaidah : 57-58].

Shalat, zakat, puasa, dan haji bukan pembatas. Orang yang menghina jenggot, jilbab, dan cadar serta orang yang menjalankannya pun dapat masuk dalam klasifikasi. Terlebih jika pelakunya diklaim pernah belajar agama secara khusus. Seperti kasus sampah masyarakat Sumatera Utara yang viral di media sosial sepekan terakhir ini.

source doni arif wibowo

Tidak ada komentar: