ADAB BERTANYA KEPADA AHLI ILMU (USTADZ)

Diantara adab bertanya kepada ahli ilmu:

Memperhatikan waktu mereka

● Terkadang ada penanya mengatakan: 

"Ustadz tulisan ini shahih tidak ya?". 
Jebret... sang ustadz di-copas-i artikel puluhan paragraf, atau disodori makalah berhalaman-halaman.

● Atau bertanya, 

"Ustadz, video ini benar tidak ya?".
Jebret... sang ustadz diberi link video berdurasi 1 jam lebih.

Ini sikap yang kurang tepat, karena:

PERTAMA, ini kurang menghargai waktu ahli ilmu. 

Untuk menghukumi tulisan yang panjang-panjang atau makalah maka seorang ahli ilmu:
_____
✿ Butuh membaca dulu,
✿ Butuh telaah panjang
✿ Berkadang butuh mengomentari banyak hal dari tulisan panjang tersebut. 
_____

Makanya sering kali ulama menanggapi suatu tulisan dengan menulis buku atau tulisan yang lebih panjang lebar. 

Beberapa perkara tidak bisa dijelaskan kecuali disampaikan dulu muqadimah-nya.

Padahal bisa jadi sang penanya, hanya bertanya sambil lalu atau tulisan yang ditanyakan tidak terlalu penting. 

Tapi sudah cukup menguras waktu sang ahli ilmu.

KEDUA, ini kurang beradab. 

Coba kita bayangkan ada orang datang ke majelis Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad di Masjid Nabawi lalu bertanya kepada beliau, 

"Syaikh menurut anda bagaimana tulisan ini?", sambil menyodorkan makalah 5 lembar. Kemungkinan besar, Syaikh akan skip si penanya tersebut.

Ingat, jangan anggap ahli ilmu sebagai ensiklopedia atau search engine yang bisa memberi anda jawaban INSTAN* kepada anda. 

Mereka juga bukan pelayan anda yang sedia setiap saat memenuhi kebutuhan anda. 

Maka sikap di atas adalah sikap yang kurang beradab.

Syaikh Shalih Alu Asy Syaikh pernah menjelaskan:

ينبغي للسائل أوّلا أن يستحضر السؤال جيدا وأن يعدّ له في عبارة ملخصّة، لا تظنّ أنّ المسؤول، المفتي، طالب العلم الذي تأهّل للجواب لا تظنّ أن الذي يتصل عليه واحد فقط أو اثنين، اليوم مع الهاتف صار الذي يتصل من الداخل أو الخارج بأهل العلم عشرات الآلاف في السنة مثلا، وفي اليوم الواحد قد يتصل عشرين أو ثلاثين، فلهذا كان من الأدب الذي ينبغي مراعاته أن يستحضر السائل ضيق وقت المفتي، ضيق وقت المجيب على السؤال
Dengan demikian, hendaknya yang pertama dilakukan oleh penanya adalah mempersiapkan pertanyaan dengan baik dan bahasa yang sesingkat mungkin.

Jangan anda mengira bahwa orang yang biasa ditanya masalah agama, yaitu mufti atau para thalibul ilmi yang dapat menjawab pertanyaan, jangan anda mengira mereka itu hanya ditanya satu atau dua pertanyaan saja.

Di zaman ini, dengan telepon, pada ahli ilmu memungkinkan untuk dihubungi baik dari daerah sendiri atau dari luar daerah. Bahkan mereka ditanya puluhan ribu kali dalam setahun, atau 20-30 pertanyaan sehari.

Oleh karena itu, salah satu adab yang mesti diperhatikan oleh penanya, hendaknya penanya menyadari sempitnya waktu sang mufti tersebut, dan sempitnya waktu yang ia miliki untuk melayani pertanyaan.

فعليه أنْ يُعدّ السؤال بعبارة واضحة لا لَبْس فيها ولا غموض، ويجتهد في أن يعين المفتي على وقته، وحتى تكون المسألة أنفع؛ يعني لا تظن أن هذا الذي أجابك أو ردّ عليك بالهاتف من أهل العلم أنه لك وحدك، بل اعتقد أنّ الذي يسأل أهل العلم في اليوم عشرات الناس يسألون في كل وقت، فلابدّ من رعاية الحال والتأدبّ معهم في اختصار المسألة، وتقبّل الجواب بحسب ما أورد، فإذا كانت المسألة واضحة كان الجواب واضحا، ولهذا ترى أنّ أسئلة جبريل عليه السلام للنبي - صلى الله عليه وسلم - دليل على وضوح المسألة وما ينبني على وضوح المسألة من وضوح الجواب، قال جبريل عليه السلام للنبي - صلى الله عليه وسلم -: «أخبرني عن الإسلام» سؤال ملخص وواضح، «أخبرني عن الإيمان»، «أخبرني عن الإحسان؟» وعن أشراط الساعة قال«وما أمارتها» ونحو ذلك، فوضوح السؤال وقلة ألفاظه باستحضار تفاصيله ووضوح السؤال قبل أن تسأل هذا من الآداب التي ينبغي مراعاتها
Hendaknya ia mempersiapkan pertanyaan dengan bahasa yang jelas dan tidak samar serta bersungguh-sungguh memanfaatkan waktu sang mufti yang terbatas itu, sehingga pertanyaan yang ia sampaikan jadi bermanfaat.

Dengan kata lain, jangan anda berpikiran bahwa yang dibalas teleponnya atau dijawab pertanyaannya hanyalah anda satu-satunya.

Bahkan hendaknya anda menyadari bahwa yang bertanya kepada sang mufti ada puluhan orang yang bertanya setiap waktu. Sehingga wajib baginya memperhatikan kondisi dan adab, terutama dalam menyingkat pertanyaan.

Dan jawaban pun tergantung dari pertanyaan yang disampaikan. Jika pertanyaan jelas, jawaban pun akan jelas. Oleh karena itu, anda lihat bahwa pertanyaan Malaikat Jibril kepada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam merupakan dalil anjurkan untuk bertanya dengan jelas dan dalil bahwa jawaban yang jelas itu dibangun dari pertanyaan yang jelas. Jibril ‘Alaihissalam bertanya kepada Nabi:

“Kabarkan kepadaku tentang Islam“, pertanyaan yang jelas dan ringkas. Lalu “Kabarkan kepadaku tentang iman“, “Kabarkan kepadaku tentang ihsan“, “Apa tanda-tanda kiamat?“, dan semisal itu.

Ini semua pertanyaan yang jelas, bahasa ringkas, dan diawali dengan rincian serta pertanyaan yang jelas sebelum bertanya. Inilah adab yang mestinya diperhatikan.

وكثيرا ما تكون الإجابة غير واضحة؛ لأنّ السائل لم يحسن السؤال، فلو أحسن السائل الاستعداد للسؤال فسأل لكانت الإجابة واضحة
Kebanyakan yang terjadi, ketika jawaban seorang mufti tidak jelas itu disebabkan oleh pertanyaan yang tidak jelas. Andai penanya bertanya dengan mempersiapkan pertanyaan dengan baik lalu baru bertanya, tentu jawaban akan jelas. [Adabus Su'al, 1/7]

Maka adab yang baik dalam bertanya adalah:

**Bertanyalah dengan pertanyaan ringkas, padat namun jelas

**Jika bertanya tentang sebuah tulisan, maka usahakan penanya baca dulu sampai tuntas, lalu ambil poin yang ingin ditanyakan dari tulisan tersebut, kemudian tanyakan dengan ringkas kepada ahli ilmu.

*Jika bertanya tentang sebuah tulisan panjang, dan mengharapkan jawaban yang memuaskan, maka mintalah ahli ilmu untuk menelaah dulu, bukan minta jawaban segera
. Misalnya, "Ustadz, mohon untuk bisa menelaah tulisan ini...", "Ustadz, jika ada waktu harap bisa memberi komentar terhadap tulisan ini...", "Ustadz, jika berkenan harap luangkan waktu untuk mengecek tulisan ini...".

Semoga kita semua bisa menerapkan adab-adab ini.

 Oleh Ustadz Yulian Purnama حفظه الله | salamdakwah.com

Tidak ada komentar: