Bolehkah Beli emas online? | Ustadz Dr Arifin Badri

Bolehkah Beli emas online?

Sebelum mengetahui jawaban dari pertanyaan di atas, coba renungkan dahulu beberapa ilustrasi di bawah ini:

Mengaku memiliki anak tapi kemudian berkata bahwa dirinya tidak pernah melahirkan.

Mengaku rumahnya berada di lantai 30, pada gedung bertingkat, namun kemudian ia mengaku bahwa lantai 1 dari gedung itu sudah dihancurkan. Sejak jauh hari sebelum ia membeli rumah di lantai 30.
Mengaku punya anak berumur 1 tahun, tapi ia juga mengakui bahwa istrinya telah meninggal dunia 40 tahun silam.

Bercerita hendak memanen padi, tapi ternyata sejak 10 tahun silam ia tidak pernah menanam padi bahkan sawahnya saja sudah jauh jauh hari dialih fungsikan menjadi lahan kering untuk perumahan.
Mengaku baru saja pulang naik haji tapi kemudian mengaku bahwa sejak 50 tahun silam ia tidak pernah ke Mekkah dan Arofah.

Bingung bin membingungkan bukan?

Menurut anda, orang yang mengatakan demikian itu perlu diapakan ?

Klaim klaim di atas serupa dengan omongan sebagian orang yang saat ini getol berjualan emas secara online.

Mereka berkata, jual beli emas secara online itu halal, karena emas tidak lagi berlaku hukum riba, sehingga bebas diperjual belikan sesuka hati anda. 

Kata mereka: Yang demikian itu karena alasan berlakunya hukum riba pada emas dan perak adalah karena keduanya sebagai alat transaksi atau standar nilai masyarakat zaman dahulu. Sedangkan kini emas dan perak tidak lagi menjadi alat transaksi, maka tidak berlaku lagi hukum riba padanya.

Masyarakat saat ini bertransaksi dengan uang kertas dan uang elektronik, maka hukum riba berlaku padanya, tidak boleh diperdagangkan secara bebas, bila ditukarkan dengan mata uang lain harus dilakukan secara tunai dan bila ditukar dengan mata uang yang sama maka harus sama nominal/nilainya dan tunai.

Ucapan di atas seakan cerdas, padahal kelewat cerdas.

Mau tahu kenapa kelewat cerdas?

Silahkan anda tanya kepada mereka, apa dalil berlakunya hukum riba pada uang kertas dan uang elektronik ? 

Anda akan dapatkan mereka berdalil dengan dalil dalil yang berkaitan dengan emas dan perak, diantaranya sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam:

(الذهب بالذهب والفضة بالفضة والبر بالبر والشعير بالشعير والتمر بالتمر والملح بالملح مثلا بمثل، سواء بسواء، يدا بيد، فمن زاد أو استزاد فقد أربى). رواه مسلم
"Emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum dijual dengan gandum, sya'ir (salah satu jenis gandum) dijual dengan sya'ir, korma dijual dengan korma, dan garam dijual dengan garam, (takaran/timbangannya) harus sama dan kontan. Barang siapa yang menambah atau meminta tambahan maka ia telah berbuat riba". (HRS Muslim dalam kitabnya As Shahih). 

Pada hadits lain dari sahabat Ubadah bin As Shamit radhiallahu 'anhu menuturkan:

(نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم أن يباع الذهب بالذهب تبره وعينه إلا وزنا بوزن والفضة بالفضة تبرها وعينها إلا مثلا بمثل، وذكر الشعير بالشعير والتمر بالتمر والملح بالملح كيلا بكيل فمن زاد أو إزداد فقد أربى. رواه النَّسائي والطَّحاوي والدَّارقطني والبيهقي وصححه الألباني
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang penjualan emas dengan emas baik berupa batangan atau berupa mata uang dinar melainkan dengan cara sama timbangannya, dan perak dengan perak baik berupa batangan atau telah menjadi mata uang dirham melainkan dengan cara sama timbangannya. Dan beliau juga menyebutkan perihal penjualan gandum dengan gandum, korma dengan korma, dan garam dengan garam dengan cara takarannya sama. Barang siapa yang menambah atau meminta tambahan, maka ia telah berbuat riba." Riwayat An Nasa'i, At Thohawi, Ad Daraquthny, Al Baihaqy dan dinyatakan sebagai hadits shahih oleh Al Albany.

Pendalilannya dengan metode qiyas alias analogi, uang kertas disamakan dengan dinar dan dirham, karena sama sama sebagai alat transaksi dan standar nilai.

Anehnya, kini mereka berkata bahwa emas dan perak tidak lagi menjadi alat transaksi.

Lo lo lo, kok ngalur dan ngidul, katanya emas dan perak sebagai acuan penetapan hukum riba pada uang kertas, kok dinyatakan sudah tidak dianggap sebagai standar nilai? 

Lalu bagaimana nasib qiyas / analoginya?

Seharusnya tidak lagi ada analogi kepada emas dan perak, namun anehnya tetap saja analogi kepada keduanya menjadi alasan pemberlakuan hukum riba pada uang kertas yang berlaku saat ini.
Kawan! Semua orang yang pernah belajar ushul fiqih mestinya mengetahui bahwa salah satu syarat berdalil dengan qiyas ialah bila qiyas itu tidak berdampak pada pengguguran hukum pada masalah induk yang menjadi acuan pendalilan dengan qiyas.

La bila emas dan perak tidak lagi berlaku hukum riba padanya, padahal keduanya menjadi ASHEL (pokok/acuan) bagi penetapan hukum riba pada uang kertas (fare'/ cabang), kok kini tanpa malu mengatakan bahwa riba dan perak tidak lagi berlaku hukum riba pada keduanya.

Kawan, faktanya dunia sampai saat ini masih saja menjadikan emas sebagai acuan nilai, karenanya sekarang di saat krisis ekonomi melanda dunia, banyak pihakyang melepas uang dan membeli emas sebagai cara instan mengamankan kekayaan mereka.

Dan perdagangan internasional masih saja dikaitkan dengan nilai emas global.

Kawan! Bila cara berpikir dan cara berdalil sebagian tokoh atau yang ditokohkan sudah sejauh di atas, maka saatnya ummat Islam berkata: HASBUNALLAHU WA NI'MAL WAKIL, WA INNA LILLAHI WA INNA ILAIHI RAJI'UN.

Sungguh benar sabda Nabi shallallahu 'alaihiw asallam:

إذا لم تستحي فاصنع ما شئت
Bila engkau tidak malu, maka lakukanlah apa yang engkau suka. (Bukhari dll)

Semoga mencerahkan.

Ustadz Dr Muhammad Arifin Badri

Tidak ada komentar: