Kembali diangkat, isu da’i salafi yang digaji 1.500 dollar sebarkan ajaran wahabi

da’i salafi yang digaji 1.500 dollar

Linimasa media sosial akhir-akhir ini kembali marak dengan isu da’i salafi yang digaji dollar.

Konon, mereka menyebarkan ajaran “wahabi,” digaji 1.500 Dollar Amerika. Uang yang tidak sedikit, melebihi gaji bulanan supervisor di perusahan Indonesia.

Kerajaan Arab Saudi seperti yang diketahui, telah lama mendukung secara finansial untuk kegiatan penyebaran Islam di seluruh dunia.

Bantuannya bermacam-macam, sebagaimana tujuan Kementerian Urusan Islam, Wakaf, Dakwah dan Bimbingan Saudi di dalam dan luar negeri.

Tidak hanya pemerintahnya, lembaga-lembaga amal yang dikelolah pribadi atau swadaya masyarakat Saudi pun memiliki peran siginifikan dalam menyebarkan Islam.

Tidak heran, ribuan orang berbondong-berbondong hijrah kepada Islam. Tidak di Eropa, Jepang, Amerika, ataupun di Indonesia. Berkat pemerintah dan rakyat Saudi, setelah Allah.

Nikmat Islam tersebut ternyata membuat gusar sebagian kelompok. Ironisnya, bukan dari kaum kafir, tetapi resistensi justru dari sebagian umat Islam sendiri.

Mereka, yang mengaku memperjuangkan Islam rahmatan lil’alamin, menolak apa yang mereka istilahkan “paham transnasional.”

Paham Islam yang benar hanya menurut definisinya, sambil menuding telah terjadi invasi budaya dan ideologi “Wahabi” ke Indonesia, melahirkan benih-benih kekerasan dan ekstremisme.

Uniknya, mereka menyamaratakan dakwah salaf, dengan ideologi jihadis, haroki, hingga dianggap yang melahirkan kelompok-kelompok ekstrim seperti Hizbut Tahrir dan Front Pembela Islam (FPI).

Tudingan ini jelas absurd. Dakwah salaf justru yang melarang demonstrasi, memerintahkan untuk tunduk kepada penguasa, atau anti anarkis.

Kekacauan tuduhan tersebut tampaknya berporos kepada rasa iri dengki, melihat perkembangan dakwah salaf sejak dekade 1970-an.

Ketika pengajian salaf lebih semarak, berpengaruh terhadap kuantitas jemaah dan faktor ekonomi.

Di saat yang sama, dakwah salaf dari Saudi, dianggap menghalau gerakan liberal, komunis, sekuler, atau kristenisasi. Termasuk di dalamnya sekte Syiah dan Khawarij.

Permasalahan beda tafsir fikih dan akidah pun, menjadi alasan lain, mengapa da’i salafi difitnah sedemikian rupa.

Padahal, jika mereka fair, lihatlah ormas Islam mana di Indonesia yang tidak menerima dana dari lembaga kafir, seperti The Asia Foundation atau The Ford Foundation misalnya.

Berkedok bantuan penelitian, pelatihan, eksperimen, dan usaha-usaha pembangunan yang inovatif, lembaga-lembaga Islampun menikmati hibah dana mulai puluhan juta hingga milyaran.

Karena dana tersebut, mereka tidak lagi fasih berbicara tentang hukum Islam dan tafsir keagamaan, tetapi sesuai pesanan donatur.

Tetapi mereka tidak pernah sekalipun dituding pengusung “paham transnasional” kafir-Barat.

Hanya karena dakwah haqq, sejak dulu dan akan datang, selalu dimusuhi oleh mereka yang memposisikan sebagai barisan syetan.[]

*) Ditulis oleh Abdullah, WNI tinggal di Arab Saudi

Tidak ada komentar: