Usaha tanpa Riba

Usaha tanpa Riba

Ada lebih dari 1.6 milyard muslim hidup tersebar di Afrika, Amerika, Eropa, Asia, atau Australia. Dimanapun ia tinggal, saat ini (saya kira) perjuangannya untuk mendapatkan rejeki yg halal sama saja, yaitu ... 'tidak mudah'.

It gets harder to earn a halal livelihood, right? Yes, salah satunya karena menjamurnya bank, pinjol dan lembaga2 pembiayaan lainnya. Lho koq bisa?

Pertama, karena godaan bekerja di tempat itu sebagai antek dan pencatat riba. Dan tentunya karena jeratan riba itu sendiri yg gencar dipromosikan sebagai jalan keluar bagi berbagai masalah keuangan; tawarannya bisa melalui hutang untuk bayar hutang, kredit tanpa agunan, investasi, asuransi, jaminan hari tua, bahkan tabungan sekolah anak.

Karenanya soub, jauhi mereka! Jauhi sejauh-jauhnya, bukan hanya karena kita tak ingin termasuk orang yg Nabi ﷺ golongkan sebagai orang yg tak peduli bagaimana harta diperoleh (entah halal atau entah haram), tapi juga faktanya berhutang justru seringkali menjadi petaka ketimbang menjadi solusi di masa2 sulit. 

Siapa yg tak kenal Singapore Airlines? Salah satu maskapai penerbangan ternama, terbaik dan terbesar di dunia. Sejak lesunya industri penerbangan 8 bulan terakhir akibat wabah corona, SQ telah mendapat suntikan dana sebesar 11 milyard USD dari sindikasi bank, pasar modal dll. Namun demikian, uang sebesar itu tak mampu mencegahnya dari kehancuran yg lebih dalam; 4300 lebih karyawannya kena phk, anak perusahaan SQ pun mulai gulung tikar, bahkan banyak asset pesawat canggih yg terancam mangkrak jadi besi tua karena diprediksi tak akan beroperasi setidaknya sampai 2024, itupun kalau SQ masih eksis.

Nah, jika raksasa SQ saja bisa limbung, lalu siapa kita yg begitu pede bisa survive hidup dari hutang di masa sulit seperti ini? 

Lha terus, kalau bukan dari bank kemana mencari bantuan atau pertolongan? 

Pertama, mintalah dengan segenap kesungguhan kepada Allah, karena Dialah ar-Razzaq yg akan menjamin kebutuhan mahluk-Nya. 

Kedua, perbesar peluang usaha dgn memanfaatkan asset yg ada (tanpa perlu berhutang). 

Belajar dari kasus SQ misalnya, salah satu penyebab kesulitan yg SQ hadapi adalah karena mereka terlalu mengandalkan bisnis penerbangan antar negara, sehingga pemasukannya menurun drastis ketika pintu masuk suatu negara ditutup karena wabah. Karenanya sangat mungkin SQ akan memikirkan cara mengalihkan pemanfaatan assetnya untuk melayani penerbangan domestik di suatu negara. Jangan heran kalau SQ membuka penerbangan jakarta - banjarmasin, misalnya.

Meminjam istilah dari Prof. Rhenald Kasali, itulah yg disebut agility, yakni lebih lincah, lebih cepat, dan lebih ulet dalam merespon setiap perubahan yang terjadi di lingkungan kita. Dalam skala kecil, agility ini bisa dilihat ketika misalnya babang ojol memanfaatkan motornya sebagai starling (starbak keliling) di kala ojek sepi penumpang. Atau pernah saya lihat orang yg mengkonversi kendaraan pickup sebagai mobil tangki air untuk melayani jasa cuci mobil ke rumah2, ketika bisnis angkutannya sedang sepi terdampak psbb. 

Selamat mencoba, tetap semangat dan tetap jauhi hutang apalagi riba!

(Akhy Katon Kurniawan)

Tidak ada komentar: