Hukum Islam tentang Pelaku Pemerkosa ibu muda dan bunuh anaknya

Hukum Islam tentang Pelaku Pemerkosa ibu muda dan bunuh anaknya

HUKUMAN TEGAS SYARIAT ISLAM BAGI PELAKU KEJAHATAN

Beberapa hari yang lalu kita dikejutkan dengan peristiwa pemerkosaan seorang ibu muda dan pembunuhan terhadap anaknya di Aceh.

Belakangan diketahui bahwa Samsul Bahri, si pelaku adalah seorang residivis yang pernah dipenjara karena kasus pembunuhan. Dia divonis 18 tahun penjara, namun keluar sebelum waktu hukumannya selesai berkat remisi dan program asimilasi Covid-19.

Tanpa menunggu lama, Samsul kembali melakukan kejahatan. Kali ini memperkosa dan membunuh anak yang tidak berdosa. Belasan tahun dihukum di penjara ternyata tidak membuat dia kapok. 

Walaupun kemudian si Samsul ini pun mati dalam tahanan -entah karena sakit atau dibunuh tapi saya yakin banyak orang yang tak ambil pusing- akan tetapi kemungkinan dia dihukum mati atas kejahatannya sangatlah kecil. 

Hukuman mati di Indonesia mendapatkan tantangan banyak LSM karena dianggap tidak manusiawi dan akan merugikan Indonesia di kancah internasional. Selain itu sistem peradilan yang buruk bisa menyebabkan orang yang tidak bersalah kehilangan nyawanya, kata mereka.

Seharusnya kita tidak perlu pedulikan apa kata orang di luar sana, karena yang mendambakan keamanan adalah kita. Apa urusannya dengan orang di luar sana? Dan kalau sistem pengadilannya buruk, perbaiki sistemnya, jangan malah dimandulkan.

Kemudian alasan bahwa tidak manusiawi. Pernyataan semacam ini muncul karena Anda berpihak pada pelaku kejahatan, bukan kepada korban. Bayangkan kalau istri Anda diperkosa dan anak anda dibunuh. Kemudian setelah beberapa tahun, si pembunuh keluar dari penjara dan tersenyum kepada Anda sambil mengatakan, "Aku tidak akan melupakan malam itu, istrimu sangat ehmm..."

Dan anda tidak bisa melakukan apa-apa karena dia sudah dipenjara walaupun mendapatkan berkali kali remisi.

Mau main hakim sendiri? Bisa-bisa malah Anda yang dipenjara.

Saya jadi teringat ucapan Syaikh Ali Nashir Al Faqihi yang sempat saya hadiri majelisnya di Masjid Nabawi..

"Orang-orang kafir mengatakan bahwa hukum had adalah hukuman wahsy (barbar) yang melanggar hak asasi manusia. Namun pada hakikatnya selain menjadi penghapus dosa para pelaku kejahatan, ditegakkannya hukuman had menjadi peringatan bagi orang-orang yang berniat melakukan kejahatan.
Masyarakat kita bukan malaikat. Ada orang-orang jahat juga di tengah-tengah kita. Akan tetapi dengan tegaknya hukum had, seperti qishosh dan hukum potong tangan, orang itu akan berpikir lagi untuk melakukan i'tida (perbuatan melampaui batas) kepada yang lain." 

Wallahu a'lam.

Tidak ada komentar: