Perjalanan Hidayah Dea berawal dari Melihat Kakak dan Ibu menjadi Mualaf

Perjalanan Hidayah Dea berawal dari Melihat Kakak dan Ibu menjadi Mualaf

Menjalankan ibadah sholat, mengaji, dan puasa sunnah merupakan aktivitas baru bagi Dea. Alexandra Deanandra Nursafitri (18 tahun) menjadi mualaf pada Desember 2020. Berawal dari ajakan sang ibu, Dea yang merupakan anak kedua itu mulai mempelajari agama Islam sampai akhirnya mantap dan memutuskan untuk mengucapkan kalimat syahadat.

Sang ibu, Marshanda Ratu Puspita (39) tinggal di Bandung bersama suami dan kedua anaknya. Marshanda anak terakhir dari tiga bersaudara dan kedua kakaknya Muslim. Saat Marshanda masih berada di kandungan, ibu dan ayah kandungnya cerai.

Kemudian, sang ibu menikah lagi dengan seorang pria yang berbeda agama. Saat lahir, ayah tirinya meminta agar Marshanda mengikuti ayah tirinya. Marshanda merupakan seorang Non-Muslim yang taat. Sampai suatu ketika dia merasa kurang yakin terhadap kitab yang dia baca.

“Saya sempat berpikir apakah ajaran yang ada di dalam kitab saya benar atau tidak. Lalu kakak saya, seorang Muslim, menyuruh saya belajar Alquran. Saat saya mempelajari Alquran, saya merasa ada sesuatu yang berbeda,” kata Marshanda saat dikonfirmasi, Sabtu (16/1).

Dia juga merasa tenang ketika mendengar suara orang yang melantunkan ayat-ayat suci Alquran. Awalnya, dia memandang Islam adalah agama yang aneh. Sebab, banyak sekali larangannya, seperti aturan dalam berpakaian.

Karena rasa ingin tahunya tinggi, Marshanda mulai belajar Alquran saat awal 2020. Berkat bantuan kakak dan ibunya, dia belajar cara mengucapkan ayat Alquran, mulai dari pelafalan panjang dan pendek. Saat sedang mempelajari Islam, Marshanda bermimpi akan almarhum ayah kandungnya.

“Saya bermimpi almarhum bapak. Kami duduk berdua dan beliau berkata ‘Ini agama yang terbaik untukmu secepatnya syahadat ya’,” ujar dia.

Atas dasar mimpi itu, segera dia memberitahu suami untuk menjadi mualaf. Awalnya, suami sempat terkejut, namun akhirnya dia mendukung keputusan Marshanda.

“Dia bilang jika ini jalan yang terbaik, silahkan, saya tidak apa-apa. Yang penting tidak terpaksa dan akan bersungguh sungguh dengan keputusan yang diambil,” kata dia.

Dengan bersemangat, Marshanda giat belajar mengetahui Islam. Bahkan, dia sampai mengajak dua anaknya untuk masuk Islam. Dia ingin menunjukkan kepada mereka, ada agama yang jauh lebih jelas dan lebih menenangkan.

Respon pertama yang didapat dari anak pertamanya, syukurnya sangat baik. Terlebih, anak pertamanya sangat antusias saat Marshanda mengajak untuk belajar Alquran dan shalat di masjid.

Namun, saat itu, Dea masih menjadi seorang Non-Muslin. Sampai akhirnya Marshanda dan anak sulungnya memutuskan untuk mengucapkan syahadat pada Juli 2020 di masjid dekat rumahnya dengan dampingan ustadz yang kebetulan anak dari teman almarhum ayah kandungnya. Kejadian itu disaksikan oleh ibu, keluarga kakaknya, dan suaminya. Bersyukur, suami sangat senang saat Marshanda menjadi seorang Muslim.

“Saya senang sekali menjadi seorang Muslim dan suami juga senang. Saya tidak pernah merasa terpaksa ketika menjadi seorang Muslim. Saat menjadi Muslim, saya merasa ada ketenangan hati, ketentraman, lebih memuliakan sesama manusia dan hewan, serta banyak hal yang tidak saya rasakan ketika saya belum menjadi Muslim bahkan rezeki pun Alhamdulillah lebih mengalir,” ucap dia.

Melihat kakak dan ibu yang menjadi mualaf, itu membuat Dea semakin penasaran tentang Islam. Awalnya dia merasa bingung atas ajakan ibunya. “Awalnya aku bingung karena menurut aku semua agama sama. Sama-sama mempunyai Tuhan, sama-sama mempunyai kitab, dan sama-sama membuat damai,” kata Dea.

Sampai suatu saat, Dea bermimpi seorang mendatanginya. Dia memakai jubah hitam dan mengatakan ‘coba belajar Islam, nanti kamu akan dapat jawabannya.’ Saat bangun dari mimpi, Dea merasa bingung dan penasaran atas apa yang dimaksud dari jawaban tersebut. Kemudian, saat itu juga dia mulai belajar tentang Islam, shalat, dan ritual ibadah lain, seperti menjalankan puasa sunnah dan mengaji. Dia juga mengikuti kajian bersama sahabatnya.

Seiring berjalannya waktu, Dea merasa semakin nyaman mempelajari tentang Islam. Sebelum memutuskan untuk menjadi mualaf, dia meminta persetujuan ayahnya. Syukurnya, sang ayah mendukungnya.

“Jadi saat itu aku sudah merasa yakin dan ayah setuju. Aku akhirnya membaca kalimat syahadat di masjid yang sama saat bunda dan abang jadi mualaf dan didampingi ustadz yang sama juga,” ujar dia.

Sekarang, Dea mengaku merasa lebih tenang dan masih terus belajar tentang Islam bersama ibu dan kakaknya. Misal, mendengar kajian daring atau membaca kisah Nabi.

“Saya berharap suami saya bisa menjadi seorang Muslim juga. Tapi saya tidak pernah memaksa jika ke depannya suami saya tetap menganut agamanya (saat ini). Doa dan harapan saya menginginkan dengan sangat bisa seagama,” kata Marshanda. 

source https://m.republika.co.id/amp/qn2a12430

Tidak ada komentar: