SYAIKH MUQBIL BIN HADI SEORANG KHAWARIJKAH ?!

Syaikh Muqbil bin Hadi –rahimahullah- termasuk salah seorang ulama’ yang berpendapat bolehnya untuk menasihati atau mengkritisi pemerintah di depan umum. Karena menurut beliau, hadits yang memerintahkan untuk menasihati penguasa secara empat mata (sembunyi-sembunyi) derajatnya dhaif (lemah). Hal ini disebutkan dalam kitab “Tuhfatul Mujib” (163-164). Lihat gambar terlampir.

Karena inilah, dulu ada seorang ulama’ Saudi bertitel Doktor yang menuduh beliau sebagai seorang Khawarij. Ceritanya, waktu itu ada seorang ustadz kibar (?) Indonesia yang berinisial UM menelpon sang doktor dalam rangka konsultasi sekitar permasalah fitnah yang terjadi di Yaman. Lalu pembicaraan melebar sampai ke Darul Hadits, Dammaj, Yaman serta menyingung muassisnya yaitu syaikh Muqbil bin Hadi –rahimahullah- sebagai seorang bermanhaj Khawarij. Karena isi telepon direkam, maka syaikh doktor wanti-wanti untuk dirahasiakan dan jangan sampai bocor kepada pihak lain (kalau isinya benar, kenapa harus takut diketahui pihak lain ?! )

Tapi Allah berencana lain. Isi rekaman telepon tersebut bocor dan tersebar. Saya waktu itu termasuk salah seorang yang sempat mendengarkannya sampai tuntas. Tanpa tunggu lama, rekaman itu sampai ke tangan para murid syaikh Muqbin bin Hadi di negeri Yaman. Maka muncullah berbagai bantahan keras kepada sang doktor sehingga masalah ini sempat viral kala itu. Karena kondisi yang semakin memanas, akhirnya syaikh doktor memberikan klarifikasi (tepatnya pernyataan rujuk /pengakuan kesalahan) dari tuduhan syaikh Muqbil sebagai seorang Khawarij. 

Diantara yang membantah kala itu, sebagian teman-teman saya dari Indonesia di Darul Hadits, Dammaj, Yaman.
 
Beraninya, tuduhan itu dinyatakan saat syaikh Muqbil telah wafat. Coba kalau masih hidup, mungkin bisa “diulek” sampai benar-benar lumat. 

Seharusnya mikir, pendapat syaikh Muqbil sudah ada dan tersebar sejak para ulama’ besar salafy masih pada hidup, seperti syaikh Bin Baz, syaikh Al-Albani, dan syaikh Ibnu Utsaimin. Namun, sependek pengetahuan saya, tidak ada seorangpun yang menvonis syaikh Muqbil sebagai khawarij gara-gara pendapatnya itu. 

Itupun, syaikh Muqbil tidak bersendiri dalam pendapatnya ini. Ada ulama’-ulama’ salafy di masa itu yang juga memperbolehkan hal ini, seperti syaikh Ibnu Utsaimin dan syaikh Al-Albani –rahimahumullah-. Dan merekapun dalam hal ini, memiliki salaf, seperti imam Nawawi –rahimahullah- dan yang lainnya. 

Masalah ini termasuk masalah khilafiyyah ijtihadiyyah. Ada ulama’ yang melarang secara mutlak, ada juga yang memperbolehkan dengan syarat-syarat tertentu dan dipandang hal itu akan mewujudkan kemaslahatan serta untuk meminimalisir kerusakan yang ada. Jadi bukan masalah yang sudah paten barang siapa yang membolehkannya, maka dia sesat (baca : hizbi haraki) dan dikeluarkan dari lingkup Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Ini pemahaman ngawur yang diyakini oleh sebagian orang (baca : oknum) yang menisbatkan diri (lebih tepatnya mendaku) sebagai salafy. Coba jika mereka konsisten, apa berani mereka menvonis syaikh Muqbil bin Hadi sebagai seorang Khawarij ?! 

Mari kita membiasakan diri untuk menghukumi segala sesuatu dengan adil, ilmiyyah dan amanah. Karena segala sesuatu yang kita lakukan akan ada pertanggungjawabannya kelak di hari kiamat. Barakallahu fiikum jami’an. (Tulisan ini ada kelanjutannya–insya Allah)

Karanganyar, 30 Safar 1440 H
Abdullah Al Jirani

Note :
Pendapat syaikh Muqbil di atas, tentang bolehnya mengkritik atau menasihati penguasa secara terang-terangan yang disampaikan dengan baik, sopan, terhormat serta tetap menjaga kewibawaan yang dikritik. Karena tujuannya memang untuk memperbaiki, bukan untuk melampiaskan dendam, atau amarah, atau untuk menjatuhkan. Adapun kritikan yang disampaikan dengan caci maki, penghinaan, fitnah, merendahkan, apalagi mengajak untuk kudeta pemerintah yang sah, bukan termasuk dari manhaj salaf.

Tidak ada komentar: