Beliau mengecam Abraham Accord antara AS-Israel, UEA, dan Bahrain. Pidato di Desember 2020 tersebut membuat banyak pihak terkejut, terlebih karena kencangnya isu normalisasi Saudi-Israel. Israel sangat menyesalkan pidato tersebut.
Beliau tidak ragu mengecam Trump. Dalam wawancara dengan CNBC Desember 2020 lalu, beliau mengharapkan adanya persatuan Palestina, antara Hamas dan Fatah. Jadi kalau mau paham kebijakan politik Saudi, dengarkan beliau.
Beliau pernah dipanel dengan penasehat Benyamin Netanyahu bernama Yaakov dalam acara di Washington Institute. Selama 90 menit acara, dia tidak pernah menatap atau tersenyum kepada Yitzaak yang duduk disampingnya. Hanya sekali dia melirik ketika si Yaakov bilang mau diundang ke Saudi. Disemprotnya si Yaakov, "Kamu harus tanda tangan dulu..!" (maksudnya soal kesepakatan 1967).
Beliau saat ini memimpin Yayasan King Faisal dan tidak lagi berada di pemerintahan. Meski demikian beliau tetap aktif memberi masukan kepada raja dan putra mahkota terkait kebijakan luar negeri Saudi Arabia. Sependek pengetahuan saya, beliau adalah orang yang paling sering diwawancarai media Barat terkait kebijakan luar negeri Saudi Arabia.
Beliau adalah Pangeran Turki bin Faisal Al-Saud hafizhahullah, putra dari Raja Faisal rahimahullah.
Tidak ada komentar: