menteladani keluarga salaf, jauhi sifat rakus terhadap harta walau hidup miskin

Keteladanan keluarga Salaf dalam menjauhi sifat rakus terhadap harta meskipun dalam keadaan miskin dan kekurangan.

Imam Ibnul Jauzi menukil kisah dari jaman para Salaf, tentang seorang lelaki dari Bagdad yang bernama ‘Abdullah.

Tuan Abdullah akan melakukan ibadah haji dan membawa titipan uang sepuluh ribu dirham dari pamannya yang berpesan kepadanya,

“Jika kamu telah sampai di kota Madinah, maka carilah keluarga yang paling miskin di sana, lalu berikanlah uang ini kepada mereka (sebagai sedekah)”.

Abdullah bercerita,

Ketika aku telah sampai di Madinah, maka aku bertanya kepada orang lain tentang keluarga yang paling miskin di Madinah. 

Lalu aku ditunjukkan sebuah rumah, maka akupun mendatanginya, kemudian aku mengetuk pintu dan seorang perempuan dari dalam rumah menjawab ketukanku.

“Siapakah anda”, tanya wanita penghuni rumah itu.

“Aku seorang yang datang dari Bagdad, aku dititipkan (uang sebesar) sepuluh ribu dirham dan aku dipesan untuk menyerahkannya (sebagai sedekah) kepada keluarga yang paling miskin di Madinah, dan orang-orang telah menceritakan keadaan kalian kepadaku, maka ambillah uang ini!”. jawab Abdullah.

“Wahai ‘Abdullah, orang yang menitipkan uang itu kepadamu mensyaratkan keluarga yang paling miskin di Madinah yang berhak menerimanya, dan keluarga yang tinggal di depan rumah kami lebih miskin daripada kami, (berikanlah uang itu pada mereka)!” jawab wanita itu.

Akupun meninggalkan rumah itu dan mendatangi rumah di depannya, lalu aku mengetuk pintu dan seorang perempuan (dari dalam rumah) menjawab ketukanku. 

Kemudian aku katakan padanya seperti yang aku katakan kepada perempuan yang pertama. Perempuan itu menjawab,

“Wahai ‘Abdullah, kami dan tetangga kami itu sama-sama miskin, maka bagilah uang itu untuk kami dan mereka”. (Shifatush shafwah, 2/206)

Allahu akbar,

Mereka benar-benar menjaga diri dari sifat rakus dan tamak terhadap harta, yang mana sifat inilah menjadikan seorang manusia selalu berambisi mengumpulkannya meskipun dengan cara yang tidak halal dan mengambil yang bukan haknya.

Mereka benar-benar memahami sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

“Demi Allah, bukanlah kemiskinan yang aku takutkan (akan merusak agama) kalian, akan tetapi yang aku takutkan bagi kalian adalah jika (perhiasan) dunia dibentangkan (dijadikan berlimpah) bagi kalian sebagaimana (perhiasan) dunia dibentangkan bagi umat (terdahulu) sebelum kalian, maka kalianpun berambisi dan berlomba-lomba mengejar dunia sebagaimana mereka berambisi dan berlomba-lomba mengejarnya, sehingga (akibatnya) dunia itu membinasakan kalian sebagaimana dunia membinasakan mereka”. 

(HR. Bukhari 2988 dan Muslim 2961)

Akhlak mulia yang mereka miliki ini juga melahirkan sifat mulia lainnya, yaitu al-iitsaar (mendahulukan saudara sesama muslim) dan rela berbagi bersamanya, meskipun dia membutuhkannya.

Referensi: https://konsultasisyariah.com/28631-teladan-kebaikan-dari-keluarga-ulama.html

Pict : Para Jamaah Haji sedang memasak di Arafah, 1953 (kabarmakkah)

Tidak ada komentar: