Inilah beberapa curahan guru tentang minusnya adab murid zaman sekarang akibat didikan ortu di rumah. Malah, ada ortu yang justru mengajarkan anaknya untuk melawan guru.
Pernah, ada kejadian di sekolah. Jadi, guru agama menerangkan tentang pentingnya sholat.
"Salah satu orang yang terbebas dari sholat adalah orang yang hilang akal atau gila. Jadi, kalo ada di antara kalian yang gak sholat berarti ...."
Kebetulan saat itu ada rapat wali murid. Baru saja bubar dan melewati kelas tersebut. Nyeletuklah salah seorang wali murid, seorang ibu. "Gurunya yang gila!"
Lihat?
Dan, memang anak si ibu itu mulutnya serem banget. Aku pun pernah menegur anaknya saking tajamnya mulutnya. Ngalah-ngalahin mulut Mak Lampir. Wajar saja anaknya pun punya mulut seseram sang ibu.
Pernah menonton ILC?
Profesor Salim berkata, "Kenapa Indonesia susah maju? Karena, gak ada yang ditakuti. Tuhan aja pun gak ditakuti."
Intinya apa?
Kita bisa maju, menjadi baik, punya kontrol jika ada yang kita takuti.
Nah, pola pendidikan yang dianut di negeri ini justru mendorong anak-anak untuk tidak takut apa pun. Karena itu, mereka jadi minus adab.
Kenapa orang sholat?
Karena mereka takut Allah.
Kenapa orang kerja keras?
Karena takut miskin.
Kenapa orang belajar?
Karena takut bodoh.
Jadi, rasa takut itu perlu. Sebab, takut merupakan motivasi untuk melangkah maju, berubah baik.
Murid sekarang luar biasa melunjak. Mau tau apa kata mereka?
"Belajar gak belajar, bodoh atau nggak, wajib naik kelas."
"Nggak usah takut. Kalo kita keluar, berhenti sekolah, sekolah rugi. Dana bos berkurang."
Aku yakin, para guru di sini pasti gila sendiri waktu kasih PR atau tugas. Hanya sebagian yang mengerjakan.
Atau, saat ujian. Hanya sedikit yang nilainya bagus.
Sebab, mereka hanya butuh rapor. Bukan ilmu. Dan, kalau ditinggalkan kelas, ribut satu kampung. Ortu protes. Dinas marah. Siapa yang salah?
GURU!
Fakta di lapangan:
Semakin gratis sekolah, semakin tak ada nilainya sekolah itu. Semakin sepele ortu dan anak.
Ingat waktu zaman sekolah kita dulu?
Sekolah negeri pun bayar. Nah, karena bayar, anak-anak rajin sekolah. Sebab, ada uang yang dikeluarkan. Ortu berkorban agar anak bisa sekolah. Jadi, ortu dan anak serius dalam hal sekolah.
Buku wajib beli.
Sekarang?
Guru dilarang menyuruh murid beli buku. Sebab, alasan pemerintah buku sudah disediakan.
Padahal, buku gak cuma 1. Dan, yang dari pemerintah, bukunya nggak banget.
Kebijakan tinggal kelas.
Sekarang, gak ada yang berani meninggalkelaskan murid yang nggak layak. Semua naik kelas. Takut dimarahi ortu. Takut dimarah atasan. Takut dituding guru gak becus.
Aturan pendidikan, nilai murid harus mencapai KKM. Dan, sebelum mencapai itu wajib remedial. Jika murid tetap gagal, gurunyalah yang gagal mengajar.
Jika mau fair, kemampuan anak berbeda. Masak iya, dalam satu semester diwajibkan satu kelas punya nilai minimal sama.
Analoginya, kura-kura dipaksa harus punya waktu finish yang sama dengan kelinci saat lari.
Atau, ikan dan kucing harus mencapai garis finish secara bersamaan saat lomba renang.
Sedangkan anak kita di rumah pun berbeda waktu saat berjalan. Ada yang 1 tahun. Ada yang 1 tahun lebih. Bahkan, ada yang 2 tahun.
Begitu juga saat bicara. Ada yang 6 bulan. Ada yang 1 tahun. Ada yang 3 tahun baru jelas.
Miris dengan kebijakan pendidikan formal di sekolah. Gurulah yang jadi korban.
Bahkan, ada anak tamat SD masuk SMP sama sekali gak bisa baca. Di kelasku ada 6 orang.
Dulu, saat ada kebijakan tinggal kelas, anak-anak rajin belajar. Sebab, nilai tak rekayasa. Murid-murid takut tinggal kelas, jadi belajar keras.
Jika tinggal, pasti malu. Untuk itu, mereka rajin mengerjakan tugas, patuh pada guru, nurut ke ortu.
Ini adalah fakta yang ada.
Dan, kami guru saat ini sama sekali tak punya taring.
Zaman now, guru adalah sapi. Murid adalah harimau. Dan, ortu adalah singa.
Kututup quotiak.
"Ajarilah anakmu takut. Sebab, rasa takutlah yang mengubah seseorang untuk maju."
❤️
#IAK
Sumber Ida ayu komang
Tidak ada komentar: