Taufiq Ismail: Melalui Pentas Seni, PKI Melecehkan Tuhan dan Menajiskan Agama


Sastrawan Indonesia Taufiq Ismail memberikan kesaksian tentang jejak langkah Partai Komunis Indonesia (PKI) yang bukan hanya melakukan kekejaman, melainkan sebagai kelompok yang tidak mengakui keberadaan Tuhan bahkan melecehkannya.

Taufik Ismail mengungkapkan, penistaan agama yang dilakukan PKI melalui acara-acara seni dan budaya.

Taufiq Ismail menyampaikan topik tentang ‘Matine Gusti Allah’ yang dilakukan oleh PKI. Ia mengatakan bahwa PKI melakukan tindakan keji yaitu melecehkan dan menajiskan Agama.

“Itu terjadi sekitar tahun 1963-1965. Dalam sejarah negeri kita ini, itu belum pernah terjadi pelecehan dan penghinaan kepada Tuhan dan menajiskan agama seperti yang dilakukan oleh PKI,” ujarnya dalam sebuah acara yang arsip videonya ditayangkan ulang di Fadli Zon Official, Selasa (28/9/2021).

Pada waktu itu untuk seni budaya organisasinya bernama Lekra. Pementasan yang dilakukan, kata Taufik, itu untuk mengetes. “Mereka sudah gagal di tahun ’28, gagal lagi ’48 dan kemudian tidak ingin gagal lagi di tahun ’65,” ungkapnya.

Taufiq Ismail mengatakan bahwa PKI dulu sering mengadakan pementasan-pementasan tentang pelecehan terhadap Tuhan dan agama. Menurutnya, generasi muda harus tahu sejarah ini.

“Ada satu rangkaian pementasan-pementasan yang dilakukan dan itu yang sangat awal itu ada pertunjukan Ludruk, judulnya tidak tanggung-tanggung ‘Matine Gusti Allah’” ungkap Taufiq.

Pementasan yang dilakukan oleh PKI kala itu dilangsungkan selama sekitar dua Jam di Desa Meronggo, Kediri, Jawa Timur pada tahun 1964.

“Di akhir pementasan PKI menyampaikan bahwa ‘Malam ini Allah sudah mati, besok tidak ada lagi Allah’” ucap Taufiq menirukan kata akhir pementasan Ludruk oleh PKI saat itu.

“Demikian beraninya, bukan hanya kurang ajar, biadabnya ucapan mereka itu,” tambahnya

Pendustaan agama oleh PKI yang dilakukan melalui pementasan rupanya tidak hanya topik ‘Matine Gusti Allah’ tapi banyak.

Diungkapkan Taufiq, PKI juga pernah mengangkat tema tentang Allah yang menikah, Gusti Allah jadi manten atau Gusti Allah jadi penganten.

Ada juga tema “Rabine Gusti Allah”-perkawinan Allah, “Gusti Allah Mantu”-Allah bermenantu. “Kemudian Rabine Malaikat-malaikat nikah, Gusti Allah Bingung,” ujar Taufiq.
Menurutnya, kenapa semua itu terjadi, kenapa mereka melakukan berbagai pelecehan itu? “Mereka menyiapkan situasi untuk merebut kekuasaaan,” jelas Taufiq.

“Jadi apa yang terjadi upaya perebutan kekuasaan di tahun 65 bukan begitu saja terjadi secara politis, tapi di bidang seni budaya, ini yang mereka lakukan,” jelasnya.

Menurut Taufiq, hal ini tentu tidak dibenarkan dalam ajaran islam dan pelecehan terhadap agama yang dilakukan PKI itulah bukti bahwa kelompok itu memang tidak bertuhan.

Taufiq Ismail mengungkapkan, pementasan tersebut dilakukan PKI dan kelompok ludruk dari satu panggung ke panggung lainnya di wilayah Jawa Timur dan Jawa Tengah selama tahun 1963-1965.

Meski demikian, kata Taufiq, walau ketika itu PKI dominan, umat Islam tidak tinggal diam. Seperti misalnya saat pementasan dengan tema ‘Matine Gusti Allah’ di salah satu daerah, mereka digrebek dan para pemainnya dipukuli oleh Banser.

Taufiq mengatakan, umat Islam ketika itu masih ada ketakutan untuk bergerak jika dalam urusan politik. Akan tetapi jika menyangkut agama, apalagi Allah yang dilecehkan, mereka tak segan-segan untuk melakukan pembelaan.

red: adhila

Source suaraIslam.id

Tidak ada komentar: