Meluruskan tuduhan miring terhadap tulisan Ustadz Musyaffa addarini tentang belajar fiqh mazhab

Saya malah heran dengan orang yang mengingkari perkataan Ustadz Musyaffa'. Perkataan ini ditujukan kepada orang yang akan/lagi belajar fiqh madzhab. Jelas lagi tekstual dikatakan Penulisnya. Mudah tertangkap. Tapi tanggapannya ada yang melebar berbusa-busa kemana-mana menganggap tulisan ini menuduh ulama madzhab atau fiqh madzhab nggak punya dalil. 😁

Bagian pertama dan ketiga menekankan bahwa ada orang yang mendahulukan pendapat madzhab yang dianut yang tidak ia ketahui dalilnya daripada pendapat (ulama/madzhab lain) yang menjelaskan dalilnya; atau mendahulukan pendapat madzhabnya yang ia ketahui lemah pendalilannya daripada pendapat ulama lain yang lebih kuat pendalilannya. Sikap penuntut ilmu saat akan beramal tentu mengedepankan pendapat ulama yang menjelaskan dalilnya daripada pendapat ulama yang tidak menjelaskan dalilnya; atau mengambil yang lebih kuat pendalilannya daripada yang lebih lemah walau merupakan pendapat madzhabnya. 

Meskipun ybs dapat berhusnudhdhan ulama yang tidak menjelaskan/membawakan dalilnya juga punya dalil, hendaknya ybs takut akan firman Allah ta'ala:

يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تُقَدِّمُوْا بَيْنَ يَدَيِ اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ وَ اتَّقُوا اللّٰهَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ
"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya, dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui" [QS. Al-Hujurat : 1].

وَمَا كَا نَ لِمُؤْمِنٍ وَّلَا مُؤْمِنَةٍ اِذَا قَضَى اللّٰهُ وَرَسُوْلُهٗۤ اَمْرًا اَنْ يَّكُوْنَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ اَمْرِهِمْ ۗ وَمَنْ يَّعْصِ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ فَقَدْ ضَلَّ ضَلٰلًا مُّبِيْنًا
"Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang mukmin dan perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada pilihan (yang lain) bagi mereka tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh, dia telah tersesat, dengan kesesatan yang nyata" [QS. Al-Ahzab : 36].

Siapapun boleh diambil atau ditinggalkan pendapatnya kecuali Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam.

Para ulama berkata :

 أقوال العلماء يُستدل لها ولا يستدل بها
“Perkataan ulama dipakai untuk penyokong dalil, bukan untuk berdalil itu sendiri” [Penjelasannya ada di :

https://youtu.be/aNmIHQwbhpk atau https://youtu.be/_V13Ezz1HY0]

Kaidah ini fit for any cases. 

Tapi kalau ada orang yang menjadikan ijtihad ulama (madzhab) sebagai dalil itu sendiri, ya silakan saja. Berarti kita bersebrangan. Atau mereka yang punya prinsip, ikutilah apapun pendapat ulama Fulan walaupun tidak engkau ketahui dalilnya atau lemah pendalilannya dan bertentangan dengan pendapat ulama lain yang membawakan/menjelaskan dalilnya dan lebih kuat, silakan. Berarti kita memang bersebrangan.

Bagian kedua,... buktinya banyak. Perkara prinsip menjadi longgar karena ulama fiqh yang diikuti melanggar perkara prinsip tersebut. Jika Anda nggak merasa, ya nggak usah merasa ikut dituduh. 

Belajar fiqh madzhab bagus. Tidak tercela. Akan tetapi perlu hati-hati agar menghindari 3 hal yang disampaikan penulis di bawah. Kalau pembelajar madzhab menganggapnya salah, tinggal dibalik saja anjurannya. Lakukanlah 3 hal itu. Atau, sampaikan saja bahwa pembelajar madzhab ga ada yang terjangkiti 3 hal itu. Beres.

Suplemen: https://www.abul-jauzaa.blogspot.com/2020/01/menyikapi-perbedaan-pendapat-di.html

Nb : tidak setiap orang yang berdalil benar pula dalam pendalilannya. Status di atas maupun di bawah tidak berhenti di situ saja. Ada kaidah-kaidah lain yang perlu diperhatikan dan menjadi pagar sebagaimana dijelaskan para ulama.

Oleh ustadz doni arif wibowo

Tidak ada komentar: