Instruksi POLRI: Jangan Pakai Sandal Jepit Naik Sepeda Motor, Bagaimana sikap Ahlussunah ?

Ahlussunnah sudah jelas dalam berprinsip. Segala perintah atau intruksi dari penguasa selama perintah tersebut bukan kemaksiatan atau kemungkaran, tetap taat dan patuh kepada penguasa.

Termasuk dalam perkara perintah jangan pakai sandal JEPIT ketika naik motor, jangan naik motor lebih dari dua orang, harus pakai helm dan lain sebagainya. Perintah-perintah itu semua adalah perintah yang makruf, untuk meminalisir kecelakaan di jalan. 

Allah Ta’ala berfirman : 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ...(النساء : 59).
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kalian... (An Nisa : 59).

Didalam tafsir al Muyassar berkenaan dengan ayat ini disebutkan :

يا أيها الذين صدَّقوا الله ورسوله وعملوا بشرعه, استجيبوا لأوامر الله تعالى ولا تعصوه, واستجيبوا للرسول صلى الله عليه وسلم فيما جاء به من الحق, وأطيعوا ولاة أمركم في غير معصية الله
Wahai orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasulNYA serta melaksanakan syariatNYA, laksanakanlah perintah-perintah Allah dan janganlah kalian mendurhakaiNYa, dan penuhilah panggilan rasulNYA dengan mengikuti kebenaran yang dibawanya, dan taatilah para penguasa kalian dalam perkara selain maksiat kepada Allah. (Tafsir Al Muyassar).

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

من أطاعني فقد أطاع الله ومن يعصني فقد عصى الله ومن يطع الأمير فقد أطاعني ومن يعص الأمير فقد عصاني
“Barang siapa yang mentaati aku sungguh ia telah mentaati Allah, dan barang siapa yang durhaka padaku sungguh ia telah mendurhakai Allah, barang siapa yang TAAT pada PEMIMPIN sungguh ia telah taat padaku, dan barang siapa yang DURHAKA pada PEMIMPIN sungguh ia telah durhaka padaku” (HR. Muslim no. 1835).  

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda :

السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ مَا لَمْ يُؤْمَرْ بِمَعْصِيَةٍ فَإِذَا أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلاَ سَمْعَ ، وَلاَ طَاعَة.
Mendengar dan taat diperbolehkan bagi seorang muslim dalam semua hal yang disukainya dan yang dibencinya, selagi ia tidak diperintahkan untuk MAKSIAT. Apabila diperintahkan untuk maksiat, maka tidak boleh mendengar dan tidak boleh taat.(HR. Bukhari).

Dan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

لاَ طَاعَةَ فِي مَعْصِيَةٍ إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوفِ.
Tidak ada ketaatan di dalam MAKSIAT, sesungguhnya ketaatan itu hanya dalam hal yang baik. (HR. Bukhari).

Dan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

لاَ طَاعَةَ فِى مَعْصِيَةِ اللَّهِ إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِى الْمَعْرُوف
Tidak ada ketaatan dalam BERMAKSIAT kepada Allah, sesungguhnya ketaatan itu hanya kepada hal yang baik. (HR. Muslim dari Ali radhiyallahu anhu).

Dan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

لاَ طَاعَةَ لِمَخْلُوقٍ فِي مَعْصِيَةِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ.
Tidak ada ketaatan kepada makhluk di dalam MAKSIAT kepada Allah Azza wa Jalla (HR. Ahmad dari Ali radhiyallahu anhu. Berkata Syekh Arnuth isnad shahih atas syarat Bukhari Muslim).

Oleh karena itu, dalam hal aturan berlalu lintas hendaklah kaum muslimin mentaati pemimpin, penguasa atau pemerintah, karena itu perkara yang makruf, bukan perkara maksiat.

Copas dari berbagai sumber

Tidak ada komentar: