Andaliman (Batak Berry), Rempah Indonesia asal sumut yang diminati bangsa eropa dan amerika


Buah ini sebenarnya masih suku jeruk-jerukan dan dikenal juga dengan nama merica batak atau Batak Berry di luar negeri.

Sensasi rasa Andaliman bisa menimbulkan kelu atau mati rasa di lidah layaknya Szechuan pepper, meskipun tidak sepedas cabai atau lada. Rasa kelu di lidah itu disebabkan adanya kandungan hydroxy-alpha-sanshool di dalam rempah berbentuk buah kecil bergerombol ini.

Andaliman juga digunakan / tumbuh di negara Jepang (Sansho pepper), Nepal, India, juga Tiongkok. Sedangkan di Indonesia mayoritas produksi Andaliman berpusat di Sumatera Utara, yaitu di Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Dairi. Banyak daerah lain yg mencoba untuk membudidayakannya namun sering gagal karena pohon buah ini memang sulit tumbuh kecuali situasinya memadai.

Andaliman banya digunakan pada masakan Batak seperti arsik ikan mas, saksang, mi gomak, ikan mas atau nila na niura, dan ayam pinadar. Bahkan sambal na tinombur, sambak tuktuk dan sambal andaliman juga terkenal karena sama-sama memiliki efek “kebas” dari Andaliman.

Kandungan antioksidan pada Andaliman dapat juga berfungsi untuk mengawetkan makanan, bersifat anti bakteri, dan bisa digunakan sebagai insektisida alami untuk menghambat pertumbuhan serangga dan hama.

Di luar negeri, Andaliman kering premium (Batak Berry) umumnya dijual dengan harga sekitar 1 juta rupiah per 100 gramnya. Harga ini tergolong fantastis untuk sebuah “rempah/lada”, padahal di dalam negeri harganya sangat terjangkau.

Nampaknya sejak dahulu bangsa Eropa & Amerika selalu suka terhadap rempah-rempah kita terutama yg memiliki keunikannya tersendiri layaknya Andaliman yg katanya hanya bisa tumbuh di Sumatera Utara dengan iklim yg sejuk, basah, dan penuh semak-semak dan batang berduri.

Jadi selagi di dalam negeri gampang didapatkan & harganya terjangkau, yuk digunakan lebih sering di masakan anda supaya kekayaan rempah-rempah kita tetap bisa dilestarikan dan diperkenalkan ke generasi muda.

Edwin Lau

Tidak ada komentar: