Fakta sejarah dibalik islamnya Napoleon kaisar Prancis, ini Tujuannya

🌎 NAPOLEON KAISAR PERANCIS AWALNYA TIDAK DAPAT MASUK MENJAJAH
NEGERI-NEGERI ISLAAM KECUALI SETELAH BERPURA-PURA MASUK ISLAM MENJADI MUALAF

Napoleon Bonaparte, Raja Perancis pada Abad XIX Masehi, tidak punya cara untuk menguasai jantung Dunia Arab dan Muslim, kecuali dengan mengumumkan bahwa dirinya masuk Islaam. Kemudian dengan kekuatan, ia pun menguasai umat Islaam, atas nama Din (Agama). 

Para Orientalis yang menjadi perintis Kolonialisme —setelah mempelajari situasi bangsa Arab dan budaya Muslim — membisiki Napoleon, bahwa kaum Muslimiin itu berutang ketaatan kepada siapa saja yang menguasai mereka dengan kekuatan dan pedang, selama orang yang bersangkutan menampakkan keIslaman, meskipun berpura-pura. 

Setelah tentara Napoleon memasuki jantung Dunia Arab — di Kairo pada waktu itu — tersebarlah berita bahwa dirinya telah berislaam. 

Karena Imaan pada waktu itu dipahami oleh kaum Muslimiin secara umum sebatas keyakinan dan pengakuan tanpa amal serta konsisten dengan Syari'at Islam, maka Napoleon pun dianggap sebagai seorang Muslim. 

Juga, karena Penguasa dalam pandangan kaum Muslimin hanya disebut Penguasa yang sah sesuai Islaam melalui penaklukan dengan kekuatan, maka Napoleon pun menjadi Amir bagi kaum Muslimiin. 

Hal yang tidak berbeda juga pernah terjadi pada Abad VIII Hijriyyaah, yakni ketika Tartar menunjukkan diri masuk Islaam. 

Ketika tentara mereka menyerbu wilayah Syam (kini menjadi negara Palestina, Suriah, Libanon, Yordani), maka Syaikhul Islam 'Ibnu Taimiyyah mendesak kaum Muslimin untuk berjihad melawan mereka. 

Namun, para ulama dan ahli Fiqh zaman itu tidak setuju dengan pemikiran 'Ibnu Taimiyyah, dan menyangkal usulannya dengan dalih bahwa Tartar telah menjadi Muslim. 

Sejarawan besar 'Ibnu Katsir dalam kitab sejarahnya telah mengungkap rahasia di balik peristiwa yang terjadi pada tahun 702 Hijriyyaah tersebut. Ia menyebutkan adanya krisis pemikiran yang menyebabkan kemerosotan kaum muslimin. 

'Ibnu Katsir mengatakan:

“Kaum Muslimiin belum juga menemukan cara untuk melawan Tartar karena mereka menampakkan keIslaman, bukan bughot (memberontak) atau orang-orang yang membangkang terhadap Imaam kaum Muslimiin. Mereka bukanlah orang-orang yang taat pada suatu waktu lalu menyelisihi Imaam.” 

Dalam hal ini 'Ibnu Taimiyyah membuat tulisan yang menjelaskan hukum terkait persoalan tersebut. Ia menyebutkan banyak hujjah atau argumen tentang perlunya jihad melawan Tartar. 

Ia pun menyerukan jihad, bukan untuk meyakinkan masyarakat awam, melainkan meyakinkan para ulama senior pada zamannya, yang menyangkal pemikirannya dan menyebabkan umat enggan berjihad. 

Ulama pada waktu itu justru menyerahkan umat ini kepada musuh, dan mengeluarkan argumen-argumen untuk melegitimasi kenyataan. 

Bahkan, ahli Fiqh zaman itu mampu menghadapi gerakan reformasi Syaikhul Islam dan memupusnya. Selanjutnya, atas nama Din, mereka menjebloskan Ibnu Taimiyyah ke dalam penjara. 

Jadi, tragedi umat ini terulang setiap zaman. Penyebabnya adalah lenyapnya pemahaman yang shohih tentang Islaam, dan maraknya pemikiran untuk mendistorsi Din dari kehendak Allaah dan Rosul-Nya. 

Ayat-ayat Al-Qur’aan dan Hadits ditafsirkan sesuai selera, untuk melegitimasi setiap penyimpangan, dan pembenaran setiap kenyataan yang batil. 

Din (Agama) dieksploitasi untuk mempertahankan realitas yang jauh menyimpang dari karakter kejayaan Islaam masa lalu. 

Itulah sebabnya, Kolonisasi baru tidak mengalami kesulitan memanfaatkan Islaam itu sendiri untuk pertahanan kehadiran pemikiran dan penjajah asing. 

Bahkan, semua sistem yang datang untuk menguasai Dunia Arab mulai dari aliran yang paling kiri, Marxisme, sampai aliran Liberal yang paling kanan mampu mempekerjakan banyak ulama untuk membantu kesuksesan misi aliran asing tersebut. 

Para ulama itu membela dan melegitimasi semua tindakan mereka atas nama Din (Agama), meskipun sejatinya menghancurkan Din itu sendiri. 

Kita menunggu 'Ibnu Taimiyyah baru untuk menggugah ingatan para ulama yang keblinger!

Prof. Dr. Hakim Al-Muthairi 
Guru Besar Tafsir dan Hadits Fakultas Syariah, Universitas Kuwait.

Disunting dari terjemahan Abu Ahmad. 🌿

إسلام نابليون
http://www.dr-hakem.com/Portals/Content/?info=TlRZMUpsTjFZbEJoWjJVbU1RPT0rdQ==.jsp

Tidak ada komentar: