Pemberi piutang tidak boleh mengambil manfaat baru dalam bentuk apapun dari penerima hutang, karena manfaat tersebut terhitung riba.
Ungkapan sahabat yang Ijma' diamalkan adalah :
"[ كل قرض جر منفعة فهو وجه من وجوه الربا ]"
"Setiap hutang piutang yang menarik manfaat, maka ia merupakan salah satu dari riba."
Dalam kasus yang ditanyakan ini:
Pihak pemberi piutang tidak boleh menggabungkan aqad hutang dengan aqad jual jasa titip barang (dalam hal ini parkir kendaraan) kepada penerima hutang lalu mengambil fee atau upah darinya, karena upah tersebut akan berposisi menjadi manfaat atas hutang yang diberikan. Untuk hal ini ada larangan Nabi ﷺ.
Dalam kasus yang ditanyakan ini:
Pihak pemberi piutang tidak boleh menggabungkan aqad hutang dengan aqad jual jasa titip barang (dalam hal ini parkir kendaraan) kepada penerima hutang lalu mengambil fee atau upah darinya, karena upah tersebut akan berposisi menjadi manfaat atas hutang yang diberikan. Untuk hal ini ada larangan Nabi ﷺ.
«ﻻ ﻳﺤﻞ ﺳﻠﻒ ﻭﺑﻴﻊ ...» ﺭﻭاﻩ اﻟﺘﺮﻣﺬﻱ ﻭﺃﺑﻮ ﺩاﻭﺩ ﻭاﻟﻨﺴﺎﺋﻲ ﻭﻗﺎﻝ اﻟﺘﺮﻣﺬﻱ: ﻫﺬا ﺻﺤﻴﺢ
"Tidak halal (penggabungan) hutang dan jual beli..." (HR. Turmudzi dll).
Adapun tanggungan beban biaya atas jasa titip barang (jasa parkir), maka memang benar menjadi tanggung jawab pemilik barang (dalam hal ini adalah penerima hutang).
Hal ini didasarkan adanya riwayat berikut:
Adapun tanggungan beban biaya atas jasa titip barang (jasa parkir), maka memang benar menjadi tanggung jawab pemilik barang (dalam hal ini adalah penerima hutang).
Hal ini didasarkan adanya riwayat berikut:
«ﻻ ﻳﻐﻠﻖ اﻟﺮﻫﻦ اﻟﺮﻫﻦ ﻣﻦ ﺻﺎﺣﺒﻪ اﻟﺬﻱ ﺭﻫﻨﻪ ﻟﻪ ﻏﻨﻤﻪ ﻭﻋﻠﻴﻪ ﻏﺮﻣﻪ» ﺭﻭاﻩ اﻟﺸﺎﻓﻌﻲ
"Tidak boleh gadaian (jaminan) itu terkunci (hangus). Gadaian itu berasal dari pemiliknya yang menggadaikannya. Miliknya keuntungannya dan atasnya tanggung jawabnya." (HR. Syafi'i)
Hanya saja tidak boleh bagi pemberi piutang memanfaatkan peluang ini dengan menjual jasa titip kepada orang yang dihutanginya, berdasarkan larangan Nabi ﷺ.
والله تعالى أعلم بالصواب.
📚Semoga bermanfaat
Writer Hamba Allah
Tidak ada komentar: