3 Pandangan jika terjadi perbedaan hari arafah di mekah dan negeri lainnya

Pertanyaan: Jikalau terjadi perbedaan hari arofah antara penduduk negeri dengan wukuf di makkah, mana yang bisa di ikuti ya?

Jawab:
Dalam hal ini setidaknya ada 2 pendapat yang masyhur dikalangan para Ulama', dan satu pendapat lagi dalam rangka ikhtiyath dengan menggabungkan 2 pendapat.

Pendapat pertama; puasa Arofah mengikuti hari Wukuf.

Dalam "Fatwa lajnah Ad-Da'imah" disebutkan:

يوم عرفة هو اليوم الذي يقف الناس فيه بعرفة، وصومه مشروع لغير من تلبس بالحج، فإذا أردت أن تصوم فإنك تصوم هذا اليوم، وإن صمت يوما قبله فلا بأس
"Hari Arafah adalah hari yang mana manusia melakukan wukuf di Arafah . Puasa hari Arafah disyariatkan bagi orang yang tidak sedang sibuk dengan ibadah haji. Kalau Anda mau berpuasa, maka Anda berpuasa pada hari ini. Kalau Anda berpuasa sehari sebelumnya, maka tidak apa-apa."
--------

Mengikuti Atsar Aisyah Radhiyallahu Anha:

«عرفة يوم يُعَرِّف الإمام والأضحى يوم يضحي الإمام، والفطر يوم يفطر الإمام
"Arafah adalah hari dimana imam (pemerintah) melakukan wukuf, dan Idul adha adalah hari dimana imam menyembelih hewan qurban, dan fitri adalah hari dimana imam mulai makan (tidak lagi berpuasa)." (Atsar mauquf Riwayat Baihaqi). 

Hadits ini yang shahih adalah mauquf, sampai ke A'isyah, disebutkan juga dari A'isyah secara marfu', hanya saja sanad-sanadnya terdapat kelemahan.

Melalui hadits tersebut di atas, diambil kesimpulan hukumnya oleh para ulama yang meyakini bahwa hari arafah itu adalah hari dimana orang-orang sedang wukuf. Berbeda dengan hari idul Fitri dan idul Adha maka mengikuti negara masing-masing.
------

Pendapat kedua: puasa Arofah mengikuti negara masing-masing, meskipun berbeda hari dengan orang yang Wukuf di Arofah.

Syekh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin Rahimahullah berkata:

وبناء على هذا صوموا وأفطروا كما يصوم ويفطر أهل البلد الذي أنتم فيه سواء وافق بلدكم الأصلي أو خالفه، وكذلك يوم عرفة اتبعوا البلد الذي أنتم فيه.
“Atas dasar demikian, maka berpuasalah kalian dan berbukalah sebagaimana puasa dan berbukanya penduduk negeri yang kalian tempati. Baik itu sesuai negeri kalian yang asli ataukah menyelisihinya. Demikian pula hari Arafah, maka ikutilah negeri yang kalian tempati .” (Majmu’ Fatawa wa Rasail: 19/25)
------

Pendapat ketiga: Berpuasa 2 hari (tanggal 8 dan 9 Dzulhijjah) dengan kalender Hijriyah yang ada di negeri sendiri. dan ini dalam rangka ikhtiyath (kehati-hatian) dan keluar dari Khilaf.

Imam Ibnu Rajab al-Hambali Rahimahullah menyebutkan:

"والاحتياط هنا: إنما يؤثر في استحباب صيام الثامن والتاسع من ذي الحجة مع الشك احتياطا."
"Ikhtiyath (kehati-hatian) disini: yang membuat disunnahkan nya berpuasa (dua hari) tanggal 8 dan 9 Dzulhijjah, karena ada keragu-raguan hari, dan dalam rangka ikhtiyath." (Ahkamul ikhtilaf fi Rukyatil Hilal min Dzilhijjah (jilid. 1/ hal. 29))

Disebutkan keterangan ulama' lainnya:

"يجوز صوم اليوم الثامن الموافق للوقوف بمكان عرفة وصوم اليوم التاسع الموافق للزمان خروجا من هذا الخلاف".
"Boleh berpuasa tanggal 8 dzulhijjah yang mengikuti wukuf tanggal 9 di Padang arofah (Makkah), dan berpuasa lagi ditanggal 9 yang mengikuti waktu rukyah (di negeri nya), hal ini dalam rangka keluar dari perselisihan pendapat Ulama'." (ajwibatu Wa Fatawa fima istajadda fil Ashri minadz dzawahir Wal qadhaya (ditulis: 13 dzulhijjah 1434 H), Abdullah bin Thahir).

Dalam kaidah fikih:

“الخروج من الخلاف مستحب”
(keluar dari khilâf adalah disunnahkan).
-----

Dari keterangan diatas, jikalau terjadi perbedaan rukyah antara negeri sendiri dengan luar negeri (Makkah), maka silahkan memilih, bisa berpuasa mengikuti wukuf di arofah, bisa mengikuti rukyah di negeri sendiri, bisa juga berpuasa dua hari untuk kehati-hatian, dan dalam rangka keluar dari perselisihan para Ulama', dan ini lebih utama. Apalagi berpuasa 9 hari (sejak tanggal 1 sampai tanggal 9 dzulhijjah) adalah hari-hari yang sangat dianjurkan puasa Sunnah.

Dalam hadits dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda:

مَا العَمَلُ فِي أَيَّامٍ أَفْضَلَ مِنْهَا فِي هَذِهِ؟ قَالُوا: وَلاَ الجِهَادُ؟ قَالَ: وَلاَ الجِهَادُ، إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ يُخَاطِرُ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ، فَلَمْ يَرْجِعْ بِشَيْءٍ.
"‘Tak ada amal yang lebih utama daripada yang dilakukan di hari hari ini (yaitu 10 hari pertama dibukan dzulhijjah).’  Para sahabat berkata: ‘Tidakkah jihad juga?’  Rasulullah menjawab: ‘Tidak juga jihad, kecuali seorang yang pergi memerangi musuh dengan jiwa dan hartanya kemudian kembali tanpa membawa apapun." (shahih, HR. Bukhari (969))

Diantara Amal Shalih, para Ulama' menyebutkan berpuasa Sunnah 9 hari (maksimal).

Dalam Fatawa Islam Sual Wa Jawab, no. 279518 dibawah bimbingan Syeikh Al-Munajjid:

وأما الصيام فيها فهو من جنس العمل الصالح
"Dan berpuasa didalam nya (1-9) termasuk bagian dari amal shalih (yang dianjurkan untuk dikerjakan)".
------

Referensi:
- kitab As-Sunanul Kubro, Imam Al-Baihaqi
- Lajnah Ad-Da'imah Lil buhuts Al-Ilmiyyah Wal Ifta' 

Oleh: Dr. (can) Lilik Ibadurrahman, M.Pd

Tidak ada komentar: