Apakah lafadz Alquran adalah makhluk ?

Al-Imam Abu Bakar al-Isma’ili rahimahullah berkata:

ويقولون: القرآن كلام الله غير مخلوق، وإنه كيفما تصرف بقراءة القارئ له وبلفظه ومحفوظا في الصدور ومتلوا بالألسن، مكتوبا في المصاحف،  غير مخلوق. ومن قال بخلق اللفظ بالقراءة يريد به القرآن فهو قد قال بخلق القرآن
“Ahli Hadits Ahlussunnah walajama’ah berkata, “al-Qur’an kalam Allah, bukanlah makhluk. Baik dibaca oleh qari atau dilafazkan, dihafalkan di dalam dada, dilantunkan oleh lisan dan tertulis di dalam mushaf, bagaimanapun bentuk interaksinya, al-qur'an bukan makhluk.

Barangsiapa menyatakan kemakhlukan lafaz saat membacanya dan yang ia maksudkan adalah al-Qur’an itu sendiri, maka ia telah mengatakan al-Qur’an adalah makhluk.” ( I’tiqad Aimmatil Hadits, hal: 6)

Syaikh Ibrahim Ar-Ruhaily menjelaskan : "Barangsiapa menyatakan kemakhlukan lafaz saat membacanya dan yang ia maksudkan adalah al-Qur’an itu sendiri", Ini adalah perkataan Jahmiyah dan Mu'tazilah. Namun barang siapa yang mengatakan "lafadzku terhadap al-quran adalah makhluk" yang  dimaksudkan adalah "mashdar/kata dasar" dari kata kerja لفظ -يلفظ -لفظا (yaitu perbuatan melafadzkan) maka ini dapat dibenarkan. Selayaknya kita tetap memilih perkataan yang lebih baik, semisal : "Apa yang dilafadzkan ini adalah kalamullah, adapun gerakan bibir, lisan serta apa yang dari tenggorokan, yang merupakan makharijul huruf (jalan keluar huruf-huruf hijaiyah) maka ia makhluk/diciptakan, adapun apa yang dilafadzkan atau terucapkan adalah firman Allah". 
_____________

Kesimpulannya yang dapat dipaham, ungkapan "lafadz (pelafalan) terhadap al-quran adalah makhluk" itu mengandung dua kemungkinan,  jika pelafalan yang merupakan keluarnya huruf-huruf dari mulut penutur dalam artian berbicara yaitu dalam bentuk masdar, maka ini bisa dibenarkan.

Namun perlu diingat, ada kemungkinan juga yang dimaksud dengan pelafalan itu adalah apa yang dilafalkan (isim maf'ul) yaitu Al-Qur'an, maka itu adalah perkataan Jahmiyyah.

Sehingga ungkapan "lafadz" bersifat mujmal, umum dan ambigu, karena sebab ini terdapat nukilan sangat keras dari para Ulama bagi yang mengucapkannya, agar kita tidak menyatakan ungkapan tersebut.

Faidah Dauroh Syaikh Prof. Ibrahim Ar-Ruhaily.

Tidak ada komentar: