Apakah yang bergelar Habib adalah keturunan nabi Muhammad shalallahu alaihi wa salam?

KH Imaduddin al Bantani
Menjawab Ludfi Rochman Tentang Terputusnya Nasab Habib


Tesis penulis tentang terputusnya nasab para habib Ba Alawi Yaman kepada Rasulullah mendapat antitesis dari Muhammad Ludfi Rocman (MLR) kiai asal Purwerejo Jawa tengah. Antithesis beliau termuat dalam dua tulisan. Tulisan pertama dengan judul “MELURUSKAN IMAMUDDIN UTSMAN YANG MENGINGKARI NASAB HABAIB INDONESIA” dimuat dalam media online Faktakini.info pada Jumat, 7 April 2023; tulisan kedua dengan judul “Para Ulama Sejak 5-6 Abad Lalu Yang Mengakui Nasab Sayid Ubaidillah Bin Ahmad” dimuat pada Sabtu, 8 April di media yang sama.

Di antara poin-poin yang akan penulis tanggapi dari tulisan beliau yang termuat dalam dua judul tulisan tersebut adalah:

Pertama, MLR menulis “Ada seorang yang katanya kiai membuat tulisan yang pada intinya beliau mengingkari nasab habaib terutama di Indonesia yang sudah disahkan oleh lembaga nasab yang berkompeten dalam hal ini adalah Rabithoh Alawiyah.” Penulis menjawab: penulis tidak mengingkari nasab habib sampai kepada Alawi bin Ubaidillah, yang penulis yakini secara ilmiah adalah mereka bukan sebagai keturunan Rasulullah karena Ubaidillah yang mereka sebut sebagai anak Ahmad bin Isa, tidak tekonfirmasi dalam kitab-kitab nasab sezaman dengan mereka.

Kedua, MLR menulis “Beliau mengambil kesimpulan ini hanya dari satu kitab nasab saja yang ditulis oleh Syekh Fahruddin Ar Rozi yaitu Kitab Sajaroh Al Mubarokah.” Penulis menjawab: Referensi penulis dalam menyimpulkan terputusnya nasab para habib Ba Alawi tidak hanya berdasar satu kitab saja melainkan 9 kitab nasab yang akan penulis uraikan rinci di bawah.

Ketiga, MLR menulis “Untuk sekedar diketahui bahwa Sayid Ahmad Bin Isa mempunyai gelar Al-Muhajir karena beliau hijrah (ke Hadramaut)”. Penulis menjawab: tidak ada kitab-kitab nasab mu’tabar yang menyebutkan bahwa Sayid Ahmad bin Isa pindah ke Hadramaut, maka tidak ada gelar Al-Muhajir bagi Ahmad bin Isa. Berita ia pindah dan ia bergelar Al-Muhajir berbarengan dengan munculnya nama Ubaidillah sebagai anak Ahmad bin Isa, yaitu mulai abad 10 Hijriah, sama dengan 650 tahun sejak wafatnya Ahmad bin Isa, sebelumnya tidak ada. Muncul pertama kali dalam kitab Tuhfatutholib Bima’rifati man Yantasibu Ila Abdillah wa Abi Tholib, karya Sayid Muhammad bin al-Husain as-Samarqondi (w. 996).

Keempat, MLR menulis “sebagai seorang pendatang bisa saja beliau (Ahmad bin Isa) menikah lagi dengan wanita yang tentu saja tidak Cuma satu”. Penulis menjawab: tidak ada berita ia pindah ke Hadramaut, maka tidak ada berita ia menikah lagi dan mempunyai anak bernama Ubaidillah.

Kelima, MLR menulis: “kitab Ar Razi juga tidak pernah mengingkari bahwa Sayid Ahmad Bin Isa punya putra bernama Sayid Ubaidillah. Ar Razi hanya menyebutkan 3 putra dari Sayid Ahmad dan tidak ada pengingkaran dari Ar Razi kalau Sayid Ahmad punya anak yang lain.” Penulis menjawab: kalimat Ar-razi yang menerangkan bahwa anak Ahmad bin Isa tiga menggunakan “jumlah ismiyah” yang menunjukan ta’kid (kuat), “Anak ahmad bin Isa itu tiga: Muhammad, Ali dan Husain” kalimat itu jelas dan tegas, bukan dua dan bukan empat. Berbeda jika ada kalimat yang menunjukan sebagian seperti: “diantara anak Ahmad bin Isa itu tiga: Muhammad, Ali dan Husain” kalimat semacam ini memungkinkan masuknya nama lain.

Keenam, MLR menyatakan ada kitab yang menerangkan bahwa Ahmad bin Isa mempunyai anak bernama Ubaidillah, yaitu kitab Syarhul Ainiyyah karangan Habib Ahmad bin Zen al-Habsyi. Penulis menjawab: kitab Syarhul Ainiyyah adalah kitab yang dikarang abad 12 hijriah, sedangkan Ubaidillah wafat pada tahun 383 h. bagaimana bisa kitab yang ada di abad 12 H bisa menjadi saksi keberadaan orang yang hidup di abad 4 h. dalam ilmu hadis, begitupula nasab, dibutuhkan yang namanya ittisolurriwayat (ketersambungan riwayat), tidak boleh suatu zaman berbeda dengan zaman sebelumnya dalam suatu riwayat. Pertanyaannya, dari mana kitab syarhul ainiyah mengambil referensi bahwa Ahmad bin Isa punya anak bernama Ubaidillah? Tidak disebutkan sumbernya apa. Karena memang tidak ada kitab yang sezaman dengan ubaidillah menyebutkan ia keturunan Nabi Muhammad SAW. atau ia anak dari Ahmad bin Isa.

Ketujuh, MLR menulis “Para Ulama Sejak 5-6 Abad Lalu Yang Mengakui Nasab Sayid Ubaidillah Bin Ahmad”. Penulis menjawab: pernyataan ini tidak dibarengi dalil sedikitpun, karena kitab-kitab yang disebutkan kemudian adalah kitab kitab abad 10 h ke atas.

Kedelapan, Beliau menulis bahwa Imam Sakhowi dalam kitab Ad-dlauillami’ menyebut nama ubaidillah sebagai anak Ahmad bin Isa. Penulis menjawab: Imam Sakhowi hidup abad ke 10 H. ia wafat tahun 902 H. dalam kaidahnya: kitab abad sepuluh harus sama dalam periwayatan sejarah dan nasab dengan kitab sebelumnya, kecuali pemikiran, ia boleh berbeda dengan abad sebelumnya, tapi riwayat tentang sejarah dan nasab, harus ada referensi kitab sebelumnya tidak boleh berbeda, jika berbeda tanpa sanad itu tertolak secara ilmiah. Sedangkan kitab abad 5-9 H menyatakan Ahmad bin Isa tidak punya anak bernama Ubaidillah.

Kesembilan, Beliau menulis bahwa Ibnu Hajar al-haitami dalam kitab mu’jam, Imam Abu Salim Al Maghrib dalam kitab Bahjatul Mafakhir fii Ma’rifatin Nasab Ali Alfakhir, Imam Ibnu ‘Imad Asy Syafi’I dalam Syadzaratudzahab, Imam Abdurrahman Bin Muhammad Al Khotib dalam kitab Al Jauharus Syafaf fii Fadhoili wa Manakibi Assadah Al Asyrof, menurut beliau semuanya ulama ini menyebutkan bahwa Ahmad bin Isa mempunyai anak bernama Ubaidillah. Penulis menjawab: Ibnu Hajar wafat tahun 974 H., Imam Abu salim al Magribi tidak punya kitab yang bernama Bahjatul mafakhir, kitabnya bernama Ar-rihlah al-Iyasyiah, ia wafat tahun 1090 H., Ibnu imad yang beliau sebut bermadzhab syafi’I itu salah, seharusnya ia bermadzhab hambali. Ibnu Imad yang bermadzhab syafi’I tidak mempunyai kitab syadzaratudzahab. Ibnu Imad al-hambali ulama abad 11 H. ia wafat 1089 H, Imam Al-khotib ulama abad 9 H. ia wafat tahun 855 H. namun MLR tidak menyebutkan ibaroh kitab ini seperti apa, jadi belum bisa dipercaya. dalam kaidahnya: kitab abad 9-10 H. harus sama dalam periwayatan sejarah dan nasab dengan kitab sebelumnya, kecuali pemikiran, ia boleh berbeda dengan abad sebelumnya, tapi riwayat tentang sejarah dan nasab, harus ada referensi kitab sebelumnya tidak boleh berbeda, jika berbeda tanpa sanad itu tertolak secara ilmiah. Sedangkan kitab abad 5-9 H menyatakan Ahmad bin Isa tidak punya anak bernama Ubaidillah.

Kesimpulan: bahwa tulisan MLR itu belum bisa menjawab tesis bahwa Nasab para Habib ba Alawi itu terputus. Dan menurut penulis mereka tidak sah mengaku keturunan dari nabi Muhammad SAW.

Di bawah ini penulis akan terangkan sebuah pembahasan mendetail tentang Ahmad bin Isa, apakah betul ia mempunyai anak bernama Ubaidillah dan mempunyai cucu bernama Alawi?

Para Habib Ba Alawi

Keluarga Ba Alawi atau Para habib di Indonesia datang pada sekitar tahun 1880 M dari Yaman sampai tahun 1943 sebelum kedatangan Jepang.[ Historiografi Etnis Arab di Indonesia, Miftahul Tawbah, Journal Multicultural of Islamic Education, volume 6, h. 132.]

Di Indonesia, mereka kebanyakan tidak melakukan asimilasi dengan penduduk lokal, dari itu maka mereka dapat dikenali dengan mudah dari marga-marga yang diletakan di belakang nama mereka, seperti Assegaf, Allatas, Al-Idrus, bin Sihab, bin Smith dan lainnya.

Mereka mengaku sebagai keturunan Nabi Besar Muhammad SAW. Menurut mereka, mereka adalah dari keturunan keluarga Ba Alawi. Ba Alawi sendiri adalah rumpun keluarga di Yaman yang di mulai dari datuk mereka yang bernama Alawi bin Ubaidillah.

Nasab Alawi menurut mereka kepada Nabi Muhammad SAW adalah sebagai berikut: Alawi (w. 400 H) bin Ubaidillah (w. 383 H) bin Ahmad (w. 345 H) bin Isa an-Naqib (w. 300 H) bin Muhammad An-Naqib (w. 250 H) bin Ali al-Uraidi (w. 210 H) bin Ja’far al-Shadiq (w. 148 H) bin Muhammad al Baqir (w. 114 H) bin Ali Zaenal Abidin (w. 97 H) bin Sayidina Husain (w. 64 H) bin Siti Fatimah az-Zahra (w. 11 H) binti Nabi Muhammad SAW (w. 11 H). Tahun wafat yang penulis sebutkan tersebut penulis ambil dari sebuah artikel yang berjudul “Inilah Silsilah Habib Rizieq Shihab. Keturunan Ke-38 Nabi Muhammad? .[https://artikel.rumah123.com/inilah-silsilah-habib-rizieq-shihab-keturunan-ke-38-nabi-muhammad-124800]

Sayangnya nasab seperti di atas tersebut tidak sah dan batal karena tidak terkonfirmasi dengan sanad yang muttasil (tersambung) dalam kitab-kitab nasab primer yang mu’tabar dari generasi ke generasi. Kesimpulan seperti itu bisa dijelaskan karena kitab-kitab nasab yang ditulis berdekatan dengan masa hidupnya Alawi bin Ubaidillah sampai abad ke 10 Hijriah tidak mencatat namanya.

Ibnu al-Mubarak berkata:

الإسناد عندي من الدين لولا الإسناد لقال من شاء ما شاء (رواه مسلم)
“Sanad bagiku termasuk dari agama, jika tanpa sanad maka setiap orang bisa berkata apapun” (H.R. Muslim)

Alawi bin Ubaidillah Tidak di Sebut Sebagai Keturunan Rasulullah
Alawi bin ubaidillah yang disebut sebagai leluhur para Habib ini tidak terbukti sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW. mengapa demikian?
Karena Ubaidillah sebagai ayah dari Alawi yang dalam kitab-kitab para habib dicantolkan sebagai anak Ahmad bin Isa, ia tertolak sebagai anak Ahmad bin Isa berdasarkan kitab-kitab nasab yang ditulis pada abad kelima.

Sedangkan Ahmad bin Isa sendiri telah masyhur tercatat dalam kitab-kitab nasab sebagai keturunan Nabi yang sah.

Ketika Ubaidillah tertolak sebagai anak Ahmad bin Isa, maka Alawi dan keturunannya sampai sekarang dan sampai hari kiamat tertolak sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW.

Kenapa harus kitab abad kelima yang menjadi rujukan? Karena Alawi bin Ubaidillah wafat pada tahun 400 Hijriah, ayahnya, Ubaidillah, wafat pada tahun 383 Hijriah, dan Ahmad bin Isa wafat pada tahun 345 H . Maka dalam kitab-kitab nasab abad kelima itulah dilihat apakah betul Ahmad bin Isa mempunyai anak bernama Ubaidillah dan mempunyai cucu bernama Alawi. Ternyata setelah diadakan penelusuran, penelitian dan pengkajian disimpulkan bahwa penisbatan ubaidillah sebagai anak Ahmad bin Isa tertolak oleh kitab-kitab nasab yang ditulis berdekatan dengan masa hidupnya Ubaidillah. Sedangkan kitab-kitab nasab yang ditulis pada suatu masa, tidak bisa dianggap sahih jika tidak memiliki referensi dari kitab-kitab sebelumnya.

Di bawah ini keterangan beberapa kitab nasab mu’tabar yang menjadi rujukan para nassabah (ahli nasab) dunia dalam mengurut nasab keturunan Nabi Muhammad SAW.

Pertama, Kitab Tahdzibul Ansab wa Nihayatul Alqab yang dikarang Al-Ubaidili (w. 437) abad 5 ketika menerangkan tentang keturunan Ali al- Uraidi tidak menyebutkan nama Alawi dan ayahnya, Ubaidillah. Ia hanya menyebutkan satu anak dari Ahmad al-Abah bin Isa yaitu Muhammad. Kutipan dari kitab tersebut seperti berikut ini:

واحمد بن عيسى النقيب بن محمد بن علي العريضي يلقب النفاط من ولده ابو جعفر (الاعمى) محمد بن علي بن محمد بن أحمد ، عمي في آخر عمره وانحدر الى البصرة واقام بها ومات بها وله اولاد وأخوه بالجبل له اولاد. (تهذيب الانساب ونهاية الالقاب، مركز تحقيقات كومبيوتر علوم اسلامي ص. 176-177
Dan Ahmad bin Isa an-Naqib bin Muhammad bin Ali al-Uraidi diberikan gelar an-Naffat, sebagian dari keturunannya adalah Abu Ja’far (al-A’ma: yang buta) Muhammad bin Ali bn Muhammad bin Ahmad, ia buta di akhir hayatnya, ia pergi ke Basrah menetap dan wafat di sana. Dan ia mempunyai anak. Saudaranya di al-jabal (gunung) juga mempunyai anak. (Tahdzibul Ansab wa Nihayatul Alqob, Markaz Komputer Ulum Islami, h. 176-177)

Al-Ubaidili, pengarang kitab Tahdzibul Ansab ini, hidup satu masa dengan alawi dan satu masa pula dengan ayahnya yaitu Ubaidillah. Menurut kitab Lisan al-Mizan karya Ibnu Hajar al-Asqolani, Al-Ubaidili wafat pada tahun 436 atau 437 Hijriah, berarti hanya 36 atau 37 tahun setelah wafatnya Alawi pada tahun 400 Hijriah, ditambah dalam kitab tersebut dikatakan umur al-Ubaidil mencapai 100 tahun, berarti Al-Ubaidili lahir pada 336/337 Hijriah, dan Ubidillah yang merupakan ayah Alawi wafat pada tahun 383, maka ketika ubaidllah ini wafat Al-Ubaidili sudah berumur 47 tahun, dan ketika wafatnya Alawi, Al-Ubaidli sudah mencapai umur 60 lebih, tentunya pengetahuan dan kebijaksanaanya sudah mencapai derajat tsiqoh.

Ditambah disebutkan dalam kitab yang sama Al-Ubaidli ini selama hidupnya sering mengunjungi banyak Negara seperti Damaskus, Mesir, Tabariyah, Bagdad dan Mousul, seharusnya Al-Ubaidili, ketika menerangkan keturunan Ahmad bin Isa ia mencatat nama Alawi sebagai cucu Ahmad bin Isa dan Ubaidillah sebagai anak Ahmad bin Isa, tetapi kenyataanya Al-Ubaidili tidak menyebutkannya, kenapa? Karena memang dua nama ini tidak ditemukan sebagai anak dan cucu Ahmad bin Isa.
Apalagi seperti yang disebutkan Habib Abu Bakar bin Ali Al-Masyhur dalam kitabnya al-Imam Ahmad Al-Muhajir, bahwa Ahmad bin Isa ini adalah seorang Imam, tentunya jika seorang imam, maka akan dikenal khalayak ramai, bukan hanya pribadinya tapi juga anak-anaknya dan cucu-cucunya, tetapi kenyataannya, ulama yang semasa hidup dengan Alawi, yaitu al-Ubaidili, tidak menyebut Alawi sebagai cucu Ahmad bin Isa.

Kedua, Kitab al-Majdi fi Ansabittholibin karya Sayyid Syarif Najmuddin Ali bin Muhammad al-Umri an-Nassabah (w. 490), ketika menerangkan tentang keturunan Isa bin Muhammad an-Naqib ia menyebutkan bahwa keturunan dari Ahmad al-Abah bin Isa ada di Bagdad yaitu dari al-Hasan Abu Muhammad ad-Dallal Aladdauri bin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Isa. Sama seperti al-Ubaidili, al-Umri tidak menyebut nama Ubaidillah dan Alawi sebagai anak dan cucu dari ahmad bin Isa. Kutipan lengkapnya seperti di bawah ini:

وأحمد ابو القاسم الابح المعروف بالنفاط لانه كان يتجر النفط له بقية ببغداد من الحسن ابي محمد الدلال على الدور ببغداد رأيته مات بأخره ببغداد بن محمد بن علي بن محمد بن أحمد بن عيسى بن محمد بن العريضي. (المجدي في أنساب الطالبين، العمري، مكتبة آية الله عظمي المرعشي، 1422 ص. 337)
“Dan Ahmad Abul Qasim al-Abah yang dikenal dengan “al-Naffat” karena ia berdagang minyak nafat (sejenis minyak tanah), ia mempunyai keturunan di bagdad dari al-Hasan Abu Muhammad ad-Dalal Aladdauri di Bagdad, aku melihatnya wafat diakhir umurnya di Bagdad, ia anak dari Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Isa bin Muhammad (an-Naqib) bin (Ali) al-Uraidi.” (Al-majdi Fi Ansabittholibin, al-Umri, maktabah Ayatullah udzma al-mar’asyi, Tahun 1442 h. 337).

Kedua kitab abad lima ini sepakat tidak ada nama Ubaidillah sebagai anak Ahmad dan Alawi sebagai cucu Ahmad.

Ketiga, Kitab Muntaqilatut Tholibiyah karya Abu Ismail Ibrahim bin Nasir ibnu Thobatoba (w. 400 an), yaitu sebuah kitab yang menerangkan tentang daerah-daerah lokasi perpindahan para keturunan Abi tholib menyebutkan bahwa keturunan Abi tholib yang ada di Roy adalah Muhammad bin Ahmad an-Naffat. Seperti diketahui bahwa keturunan Nabi juga sekaligus adalah keturunan Ali bin Abi Talib. Kutipan kitab Muntaqilatut Tholibiyah tersebut sebagai berikut:

(بالري) محمد بن احمد النفاط ابن عيسى بن محمد الاكبر ابن علي العريضي عقبه محمد وعلي والحسين
“Di Kota Roy, (ada keturunan Abu Tholib bernama) Muhammad bin Ahmad an-Naffat bin Isa bin Muhammad al-Akbar bin Ali al-Uraidi. Keturunannya (Muhammad bin Ahmad) ada tiga: Muhammad, Ali dan Husain.” (Muntaqilatuttolibiyah, Abu Ismail Ibrahim bin Nasir Ibnu Thobatoba, Matba’ah al-Haidariyah, Najaf, tahun 1388 H/1968 M h. 160)

Dari kutipan itu Ahmad bin Isa disebutkan mempunyai anak bernama Muhammad, sama seperti kitab Tahdzibul Ansab dan kitab al-Majdi.

Abad kelima, konsisten berdasarkan tiga kitab di atas bahwa tidak ada anak Ahmad bin Isa bernama Ubaidillah, dan tidak ada cucu Ahmad bin Isa bernama Alawi padahal penulisnya semasa dengan Ubaidillah dan Alawi.

Lalu siapa Alawi bin Ubaidillah ini yang nanti keturunannya mengaku cucu Nabi Muhammad SAW?

Sebelum itu mari kita lihat terlebih dahulu kitab yang lain, mungkin ada nama ubaidillah disebut anak Ahmad bin Isa.
Kitab as-Syajarah al-Mubarokah karya Imam Al-Fakhrurazi (w. 604 H) menyatakan dengan tegas bahwa Ahmad bin Isa tidak mempunyai anak bernama Ubaidillah. Kutipan dari kitab itu sebagai berikut:

أما أحمد الابح فعقبه من ثلاثة بنين: محمد ابو جعفر بالري، وعلي بالرملة، وحسين عقبه بنيسابور (الشجرة المباركة: 111(
“Adapun Ahmad al-Abh maka anaknya yang berketurunan ada tiga: Muhammad Abu ja’far yang berada di kota Roy, Ali yang berada di Ramallah, dan Husain yang keturunanya ada di Naisaburi.” (Al-Syajarah Al-Mubarokah: 127)

Dari kutipan di atas Imam Al-Fakhrurazi tegas menyebutkan bahwa Ahmad al-Abh bin Isa hanya mempunyai anak tiga yaitu Muhammad, Ali dan Husain. Ahmad al-Abh tidak mempunyai anak bernama Ubaidillah. Dari ketiga anaknya itu, semuanya, menurut Imam al-fakhrurazi, tidak ada yang tinggal di Yaman.

Imam al-Fakhrurazi, penulis kitab al-Syajarah al-Mubarokah tinggal di Kota Roy, Iran, di mana di sana banyak keturunan Ahmad Al-Abh dari jalur Muhammad Abu Ja’far, tentunya informasi tentang berapa anak yang dimiliki oleh Ahmad al-Abh ia dapatkan secara valid dari keturunan Ahmad yang tinggal di Kota Roy.

Dalam kitabnya itu Imam Al-Fakhrurazi dengan tegas menyebutkan nama anak Ahmad al-Abah bin Isa hanya tiga. Dan tidak ada nama anak Ahmad bin Isa yang bernama Ubaidillah, apalagi cucunya yang bernama Alawi. Sampai pengarang kitab ini wafat tahun 604 Hijriah, sudah 259 tahun dihitung mulai dari wafatnya Ahmad bin Isa, tidak ada riwayat, tidak ada kisah, tidak ada kabar bahwa Ahmad bin isa pernah punya anak yang bernama Ubaidillah dan cucu yang bernama Alawi. Siapa mereka berdua yang kemudian diberitakan oleh anak keturunannya sebagai cucu Nabi Muhammad SAW?

Sebelum menjawab siapa Ubaidillah dan Alawi, mari kita lihat kitab nasab abad ketujuh Hijriah!
Kitab al-Fakhri fi Ansabitalibin karya Azizuddin Abu Tolib Ismail bin Husain al-Marwazi (w. 614) menyebutkan yang sama seperti kitab-kitab sebelumnya yaitu bahwa tidak ada anak Ahmad bin Isa bernama Ubaidillah, dan tidak ada cucunya yang bernama Alawi. Kutipan lengkapnya sebagai berikut:

منهم أبو جعفر الاعمى محمد بن علي بن محمد بن احمد الابح له اولاد بالبصرة واخوه في الجبل بقم له اولاد ( الفخري في انساب الطالبين، السيد عزيز الدين ابو طالب اسماعيل بن حسين المروزي، تحقيق السيد مهدي الرجائي، ص. 30
“Sebagian dari mereka (keturunan Isa an-Naqib) adalah Abu Ja’far (al-a’ma: yang buta) Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad al-Abah, ia punya anak di Bashrah, dan saudaranya di al jabal di Kota Qum, ia punya anak.” (Al-Fakhri fi ansaabitholibin, Sayid Azizuddin Abu Tholib Ismail bin Husain al-Mawarzi, Tahqiq sayid Mahdi ar-Roja’I, h. 30).

Sampai abad ketujuh ini tidak ada nama anak Ahmad yang bernama Ubaidillah dan pula tidak ada cucu Ahmad bernama Alawi dan tidak pula disebutkan Ahmad bin Isa punya keturunan di Hadramaut Yaman.

Kitab Abad Kedelapan Hijriah

Kitab al-Ashili fi Ansabittholibin karya Shofiyuddin Muhammad ibnu at-Thoqtoqi al-Hasani (w. 709 H) sama seperti kitab sebelumnya tidak sama sekali menyebut ada nama Ubaidillah sebagai anak Ahmad, tidak pula ada nama Alawi sebagai cucu Ahmad. Kutipan lengkapnya seperti berikut ini:

ومن عقب أحمد بن عيسى النقيب الحسن بن ابي سهل أحمد بن علي بن ابي جعفر محمد بن أحمد (الأصيلي في انساب الطالبين، الطقطقي، تحقيق السيد مهدي الرجائي، ص. 212)
“Dan dari keturunan Ahmad bin Isa an-Naqib adalah al-Hasan bin Abi Sahal Ahmad bin Ali bin Abi Ja’far Muhammad bin Ahmad (Al-Ashili fi Ansabittholibin, at-Thoqtoqi, Tahqiq Sayid Mahdi Ar-Roja’I, h. 212).

Sampai penulis kitab ini wafat tahun 709 Hijriah, terhitung sejak wafatnya Ahmad bin isa di tahun 345 Hijriah, sudah 364 tahun berlalu tidak ada kabar, tiada cerita, tiada kisah dan tiada riwayat bahwa Ahmad bin Isa mempunyai anak bernama Ubaidillah dan mempunyai cucu bernama Alawi, dan satu lagi, tidak ada kabar pula bahwa Ahmad bin Isa ini hijrah ke Hadramaut Yaman, sebagaimana ia dijuluki kemudian pada ratusan tahun setelahnya sebagai al-Muhajir (orang yang berpindah) riwayat itu diada-adakan kemudian tanpa sanad.

Pencangkokan pertama nasab Ahmad Bin Isa bin Muhammad an-Naqib

Lalu setelah 385 tahun ada nama baru muncul. Tapi bukan Ubaidillah, ia adalah Abdullah yang disebut sebagai anak Ahmad bin Isa. Ia disebut bukan dalam kitab nasab tapi dalam sebuah kitab yang berbicara tentang sejarah para ulama dan para raja di Yaman. Kitab itu bernama kitab Al-suluk fi Tabaqot al-Ulama wa al- muluk karya Al-Qodli Abu Abdillah Bahauddin Muhammad bin Yusuf bin Ya’qub (w. 730/731/732).

Jelas sekali nama Abdullah ini bukan Ubaidillah, karena memiliki keturunan yang berbeda dengan klaim Ba alawi sekarang. Dalam kitab ini memang muncul pula nama Ba Alawi, namun nama-nama yang disebutkan dari keluarga Ba Alawi masa kitab ini sama sekali berbeda dengan nama-nama yang disebutkan oleh kitab karangan Ba alawi masa kemudian. Dan kitab ini tidak menyebut sama sekali nama alawi bin Ubaidillah. Ini pencangkokan pertama nasab Nabi Muhammad SAW dari jalur Ahmad bin Isa bin Muhammad an-Naqib, yaitu yang dilakukan oleh keluarga Ba Alawi banil Jadid. Nama Alawi dan Ubaidillah masih tidak muncul berbalut kehampaan.

Dalam kitab nasab yang ditulis awal abad kesembilan nama Abdullah pun belum ada, ini sangat logis, kitab nasab yang ditulis oleh ulama nasab tentu tidak mungkin sembarangan memasukan nama yang tidak jelas dalam rumpun keluarga nabi Muhammad SAW yang demikian itu berbeda dengan kitab sejarah, penulis sejarah meriwayatkan dalam kitabnya nasab tokoh yang ditulis sesuai pengakuannya. Ia tidak terlalu menuntut kesahihannya, karena kesahihan nasab itu nanti bisa dikenali dan diuji oleh bidang yang lebih spesifik yaitu bidang nasab, sejarah hanya menulis sesuai pengakuan tokoh, karena pengakuan itu bagian dari sejarah pula. Benar atau tidaknya sangat mudah dibuktikan dalam sanad nasab yang ditulis setiap generasi dalam kitab-kitab nasab.

Dalam kitab Umdatuttolib fi Ansabi Ali Abi Tholib karya Ibnu Anbah (w. 828) juga tidak disebutkan bahwa Ahmad bin Isa mempunyai anak Ubaidillah dan punya cucu yang bernama Alawi. Kutipan lengkapnya seperti berikut ini:

ومنهم احمد الاتج بن ابي محمد الحسن الدلال بن محمد بن علي بن محمد بن أحمد بن عيسى الاكبر (عمدة الطالب في أنساب ال ابي طالب، ابن عنبة، ص. 225
“Sebagian dari keturunan Muhammad an-Naqib adalah Ahmad al-Ataj bin Abi Muhammad al-Hasan ad-Dallal bin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Isa al-Akbar. (Umdatutholib fi Ansabi Ali Abi Tholib, Ibnu Anbah, h. 225).

Sampai awal abad Sembilan ini tidak disebutkan nama Ubaidillah sebagai anak Ahmad bin Isa, tidak pula disebutkan ada cucunya bernama Alawi, Seperti juga tidak disebutkan bahwa Ahmad bin Isa hijrah ke Hadramaut Yaman. Tidak ada!

Nama Abdullah muncul kembali pada abad ke 9 dinisbahkan sebagai anak Ahmad bin Isa. Kitab itu bernama kitab An-Nafhah al-Anbariyah karya Muhammad Kadzim bin Abil Futuh al-Yamani al-Musawi (w. 880). Dari situ kita melihat bahwa nama Abdullah telah menghilang dari radar para penulis nasab selama 535 tahun dihitung dari wafatnya Ahmad bin Isa, lalu muncul dikitab nasab setelah 535 tahun tersebut.

Pencangkokan Nasab Alawi Kepada Abdullah Tahun 996 Hijriah Abad 10 H.

Dalam kitab Tuhfatutholib Bima’rifati man Yantasibu Ila Abdillah wa Abi Tholib, karya Sayid Muhammad bin al-Husain as-Samarqondi (w. 996) disebutkan seperti berikut:

واما احمد بن عيسى بن محمد بن العريضي فقال ابن عنبة ابو محمد الحسن الدلال بن محمد بن علي بن محمد بن احمد بن عيسى الرومي من ولده وسكت عن غيره. قلت رايت في بعض التعاليق ما صورته قال المحققون بهذا الفن من اهل اليمن وحضرموت كالامام ابن سمرة والامام الجندي والامام الفتوحي صاحب كتاب التلخيص والامام حسين بن عبد الرحمن الاهدل والامام ابي الحب البرعي والامام فضل بن محمد البرعي والامام محمد بن ابي بكر بن عباد الشامي والشيخ فضل الله بن عبد الله الشجري والامام عبد الرحمن بن حسان: خرج السيد الشريف بن عيسى ومعه ولده عبد الله في جمع من الاولاد والقرابات والاصحاب والخدم من البصرة والعراق الى حضرموت واستقر مسكن ذريته واستطال فيهم بتريم بحضرموت بعد التنقل في البلدان والتغرب عن الاوطان حكمة الملك المنان. فأولد عبد الله علويا وعلوي اولد محمدا ومحمد اولد علويا وعلوي اولد عليا خالع قسم وعلي خالع قسم اولد محمد صاحب مرباط واولد محمد صاحب مرباط علويا وعليا فاما علوي فله اربعة اولاد احمد وله عقب وعبد الله ولا عقب له وعبد المالك وعقبه في الهند وعبد الرحمن وله عقب. واما علي فله الفقيه المقدم محمد وله عقب كثير (تحفة الطالب بمعرفة من ينتسب الى عبدالله وابي طالب، السيد محمد بن الحسين السمرقندي المدني، ص. 76-77)
“Adapaun Ahmad bin Isa bin Muhammad bin (Ali) al Uraidi maka Ibnu Anbah berkata: Abu Muhammad al-Hasan al-Dallal bin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Isa ar-Rumi adalah dari keturunan Ahmad bin Isa, ia (Ibnu Anbah) diam tentang selain Abu Muhammad. Aku berkata (penulis kitab Tuhafatutolib): Aku melihat dalam sebagian ta’liq (catatan pinggir sebuah kitab ditulis oleh santri dipinggir kitab ketika mendengar keterangan guru) tulisan yang bunyinya “Telah berkata al-muhaqqiqun dari cabang ilmu ini (nasab) dari ahli Yaman dan Hadramaut, seperti Imam Ibnu Samrah, al-Imam al-Jundi, al-Imam al-Futuhi yang mempunyai kitab at-Talkhis, al-Imam Husain bin Abdurrahman al-Ahdal, al-Imam Abil Hubbi al-Bur’I, al-Imam Fadhol bin Muhammad al-Bur’I, al-Imam Muhammad bin Abi Bakar bin Ibad as-syami, Syekh Fadlullah bin Abdullah as-Syajari, dan al-Imam Abdurrahman bin Hisan bahwa Sayid Syarif Ahmad bin Isa pergi bersama anaknya, Abdullah, dalam rombongan para anak, kerabat, teman-teman, para pembantu dari Bashrah dan Iraq menuju Hadramaut setelah berpindah dari berbagai daerah dan bersembunyi dari berbagai Negara, sebagai hikmah Tuhan raja yang maha memberikan anugrah. Maka kemudian Abdullah mempunyai anak bernama Alwi, dan Alwi mempunyai anak bernama Muhammad, Muhammad mempunyai anak Alwi (lagi), Alwi mempunyai anak Ali Khali’ Qosam, Ali Kholi’ Qosam mempunyai anak bernama Muhammad Shohib Mirbath, dan Muhammad Shohib Mirbath mempunyai anak bernama Alwi dan Ali. Maka adapun Alwi maka mempunyai empat anak: Ahmad dan ia berketurunan, Abdullah ia tidak berketurunan, Abdul Malik keturunannya di India, dan Abdurrahman dan ia berketurunan. Dan adapun Ali maka ia mempunyai anak al-Faqih al-Muqoddam Muhammad dan ia mempunyai banyak keturunan. (Tuhfatuttolib, Sayid Muhammad bin al-Husain, h. 76-77).

Inilah kitab pertama yang menyebut nama-nama yang lazim di keluarga Alawi seperti Alawi, Sohib mirbat dan al-Faqih al-Muqoddam. Dan penyebutan ini tanpa referensi kitab nasab sebelumnya. Pengarang kitab Tuhfatuttolib ini hanya berdasarkan secarik kertas yang ia temukan yang ada nama-nama susunan nasab itu lalu ia masukan kedalam kitabnya, ia berkata “bahwa aku menemukan sebuah ta’liq” yaitu catatan santri pada sebuah kitab ketika mengaji dihadapan guru, Dari situlah mulai mashurnya keluarga Alawi sebagai keturunan Ahmad bin Isa.

Dari sini terlihat, nama Alawi baru muncul setelah 651 tahun dari wafatnya Ahmad bin Isa. Dari sini pula kita bisa melihat di generasi mana mulai ada penisbatan keturunan Alawi sebagai dzuriyat Nabi, yaitu dimasa ahir abad 10 hijriah. Yaitu ketika keluarga Ba Alawi bani alawi mencantolkan diri kepada Abdullah “bin” Ahmad, dimana telah disebutkan sebelumnya nasab Abdullah ini hasil pencantolan atau pencangkokan pula dari nasab Ahmad bin Isa. Ini adalah pencangkokan dari pencangkokan. Di masa al Faqih al-Muqoddam yang wafat tahun 653 Hijriah belum ada pengakuan keluarga Alawi sebagai dzuriyat Nabi Muhammad SAW.

Walaupun nama Alawi telah muncul dalam kitab nasab, tetapi ada masalah karena yang disebutkan itu ia bin Abdullah bukan bin Ubaidillah, sementara, mungkin yang masyhur pada abad 10 itu, ia bin ubaidillah, dan Abdullah yang pernah disebut dalam kitab Assuluk tidak punya anak bernama Alwi, tetapi anaknya bernama Jadid, lalu kapan nama Ubaidillah ini muncul dalam kitab nasab dan punya anak bernama Alawi?

Nama Ubaidllah muncul dikitab-kitab nasab yang ditulis keluarga Alawi pada waktu kemudian. Seperti kitab Syamsudzahirah karangan Syekh Abdurrahman al-Masyhur (w. 1320 H), Nubdzat Latifah karangan Zainal Abidin bin Alwi Jamalul Lail (w. 1235 H), Uqudul Almas karangan Alwi bin Tohir Al Haddad (1382 H), Khidmatul ‘Asyirah (1384H), ringkasan Syamsudzahirah, karangan Ahmad bin Abdullah Assegaf.

KESIMPULAN

Berdasarkan data-data ilmiah yang penulis sebutkan di atas, penulis menyimpulkan bahwa menurut takaran ilmiah keluarga Habib Ba Alawi tertolak secara ilmiah sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW. karena keluarga ini bernisbah kepada Ahmad bin Isa setelah 651 tahun dari wafatnya Sayyid Ahmad bin Isa tanpa sanad. kitab-kitab yang ditulis terdekat dengan masa Sayyid Ahmad bin Isa tidak mengkonfirmasi adanya Alawi dan Ubaidillah sebagai cucu dan anak dari Ahmad bin Isa.

Alawi dan Ubaidillah ditulis sebagai anak dan cucu Ahmad bin Isa dalam kitab-kitab nasab jauh setelah lebih dari 650 tahun. Tentunya aneh jika orang yang tidak ada dikenal sebagai keturunan Ahmad bin Isa lalu kemudian setelah 651 tahun disebut sebagai keturunannya tanpa sanad yang tersambung (muttasil).

Kedudukan riwayat nasab semacam Ba Alawi ini dalam ilmu hadits masuk dalam kategori maudlu (palsu). Mashurnya penyebutan Ba Alawi masa kini (tahun 1444 H) sebagai keturunan Nabi tidak bisa dijadikan pegangan kesahihan nasab mereka. Seperti sebuah hadits yang masyhur ditengah-tengah masyarakat belum tentu hadits itu sahih. Tentu pengakuan yang sudah berjalan selama 448 tahun itu, mulai dari ditulisnya kitab an-Nafhah, dilanjut kitab-kitab lainnya dari keluarga mereka, dan masifnya penyebaran melalui tulisan, ceramah dan media sosial yang dilakukan, menjadikan doktrin itu menjadi masyhur dan istifadloh. Tetapi Syuhroh wal istifadoh, jika bertentangan dengan data primer menjadi tidak berguna, ia tidak dapat menjadi patokan kesahihan.

Mengenai panggilan habib apakah boleh disematkan kepada bukan keturunan Rasulullah? Jawabannya, para keturunan Nabi dalam sejarah disematkan panggilan sayyid atau syarif, sedangkan panggilan habib itu panggilan khas untuk keturunan Alawi bin Ubaidillah Yaman dan bukan panggilan khas keturunan Nabi, jadi siapa saja boleh dipanggil habib jika ia senang mendengar panggilan itu. Wallahu a’lamu bi haqiqatil hal.

Ditulis oleh: KH. Imaduddin Utsman al-Bantanie (Ketua Komisi fatwa MUI Banten, dan Pengurus LBM PBNU)
Editor: Didin Syahbudin

https://rminubanten.or.id/menjawab-ludfi-rochman-tentang-terputusnya-nasab-habib/

Tidak ada komentar: