MENGAJARI ANAK SOPAN SANTUN DAN KEBERANIAN


Sebagian orang beranggapan bahwa sopan santun dan keberanian tidak bisa dipadupadankan. Sehingga menurut mereka, kesopansantunan itu harus identik dengan pakewuh dan perasaan ndak enak; sehingga tidak berani menyampaikan kebenaran. Sebaliknya, keberanian itu dianggap identik dengan kekasaran dan pemilihan kata yang menyakitkan orang lain.

Padahal sejatinya, kesopansantunan dan keberanian bukan dua hal yang kontradiktif. Alias kita bisa tetap berani menyampaikan kebenaran, namun dengan cara yang sopan. Begitupula kesopansantunan itu tidak perlu membuat kita takut dan malu untuk mengungkapkan kebenaran. Inilah yang dibiasakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada anak-anak kecil di zaman beliau.

Dalam Shahih Bukhari (no. 2351) dan _Muslim (no. 2030) dikisahkan bahwa suatu ketika, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam minum. Saat itu di sebelah kanan beliau ada anak kecil dan di sebelah kirinya banyak orang tua. Maka beliau meminta izin kepada si kecil agar berkenan mendahulukan orang-orang tua tersebut untuk minum setelah beliau. Namun ternyata si anak kecil tidak memperkenankan haknya diambil. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun menuruti keinginan si kecil dan mendahulukannya untuk minum sesudah beliau.

Hadits di atas menggambarkan bagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam_ mengajarkan sopan santun dan keberanian di waktu yang sama.

Mengajarkan sopan santun

Perhatikan momen Nabi _shallallahu ‘alaihi wasallam meminta izin kepada si kecil; supaya ia berkenan memberikan jatahnya kepada orang lain. Ternyata beliau tidak serta merta mendahulukan orang-orang yang lebih tua. Sebab saat itu posisi mereka ada di sebelah kiri beliau. Sedangkan si kecil berada di sebelah kanannya. Jadi dialah yang lebih berhak untuk minum lebih dulu sebelum orang-orang yang berada di sebelah kiri Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam, walaupun mereka lebih tua. 

Di sini kita belajar bagaimana anak kecil dididik untuk bersopan santun. Yakni meminta izin terlebih dahulu sebelum melakukan sesuatu. Sebagaimana yang dipraktekkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam saat meminta izin kepada si kecil.

Mengajarkan keberanian

Si kecil tidak rela jatahnya diambil orang lain. Kesempatan bisa minum dari wadah yang baru saja dipakai Rasulullah _shallallahu ‘alaihi wasallam_ adalah momen sangat berharga. Belum tentu di kemudian hari ia bisa mendapatkan kesempatan serupa. Maka iapun berani untuk mempertahankan haknya; dengan tidak mengizinkan orang lain mengambil jatah istimewanya. Ternyata Nabi _shallallahu ‘alaihi wasallam_ tidak memarahi si kecil. Apalagi mengata-ngatainya sebagai anak yang tidak punya malu, tidak sopan, atau bahkan kurang ajar. Sebab ia tidak melakukan kesalahan apapun.

Di sini kita belajar bagaimana anak kecil dididik untuk memiliki keberanian. Yakni berani untuk mengambil keputusan yang diyakininya. Selama itu tidak melanggar aturan agama, juga tidak menzalimi hak orang lain.

Aplikasi Keseharian

Orang tua memiliki tanggungjawab untuk mengajari anaknya sopan santun dan keberanian. Sopan santun identik dengan perilaku dan tutur kata. Cara duduk, cara berjalan, cara berdiri, cara menatap orang lain, cara memilih diksi dan kata, serta yang semisal dengan itu. Sedangkan keberanian identik dengan keteguhan dalam memegang prinsip dan menyatakannya.

Contoh: saat ada tamu datang, anak diajari untuk menjawab salam, menyambutnya dengan raut muka yang ramah, bertanya tentang keperluan si tamu, mempersilahkannya duduk, serta menyajikan suguhan. Dalam sekian aktivitas barusan, anak telah belajar sopan santun dan keberanian sekaligus. 

Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, 11 Dzulqa’dah 1445 / 20 Mei 2024

Youtube
https://www.youtube.com/c/ustadzabdullahzaenma

Tidak ada komentar: