Kenapa anak saya tidak betah di pesantren?


Tiga pekan lalu, seorang ibu dari siswa Sekolah IT Al Fath Payakumbuh datang ke gedung SMP dan SMA Putra untuk mengambil ijazah anaknya yang lulus SMP tahun lalu. Ibu tersebut  akrab dengan para guru, termasuk dengan ambo (saya). Kami mengobrol santai tentang anak-anaknya, yang semuanya bersekolah di pesantren. Dua di antaranya bahkan menempuh pendidikan di Al Fath sejak SMP hingga SMA. 

"Teman-teman ibuk sering bertanya, 'Bagaimana caranya agar anak kita mau masuk pesantren?' Bahkan, ada yang bilang, 'Anak saya masuk pesantren hanya bertahan dua bulan saja,'" ujar ibu tersebut. 

Kemudian, ia bertanya kepada mereka, "Sejak kapan ibuk mengatakan ke anak-anak untuk masuk pesantren?" 

"Sejak kelas enam," jawab salah satu dari mereka. Ada juga yang menyatakan, "Sejak anak saya lulus SD," dan ada yang baru menyampaikan saat akan mendaftar sekolah selanjutnya. 

Ibu itu pun menanggapi, "Di sinilah letak permasalahannya. Ibuk baru menyampaikan ke anak-anak untuk masuk pesantren saat kelas 6 SD, padahal mereka sudah punya rencana masuk sekolah lain. Anak-anak sudah janji dengan teman-temannya untuk sama-sama mendaftar di sekolah tertentu." 

Ia melanjutkan, "Anak-anak yang tidak siap mental untuk masuk pesantren akan menolak, atau jika pun masuk, tidak akan bertahan lama. Saya punya tiga anak, semuanya masuk pesantren. Kenapa mereka bisa mudah masuk? Karena sejak TK, saya sudah menanamkan dalam diri mereka bahwa setelah lulus SD, mereka akan masuk pesantren dan berpisah dengan kami." 

Ambo pun setuju, "Benar sekali, kita harus mulai mengenalkan pesantren sejak dini agar anak-anak mau masuk pesantren." 

Percakapan kami ini membuka mata ambo tentang pentingnya persiapan mental bagi anak-anak yang akan masuk pesantren. Masuk pesantren bukanlah hal mudah, terutama di tingkat SMP. Banyak tantangan dan permasalahan yang akan dihadapi anak. Namun, jika mereka sudah dikenalkan tentang pentingnya pendidikan agama sejak dini dan diarahkan terus-menerus untuk bersekolah di pondok, lama-kelamaan akan tertanam dalam hati mereka bahwa yang terbaik setelah SD adalah masuk pesantren. 

Sebaliknya, jika anak disuruh masuk pondok ketika kelas 6 SD atau setelah lulus, mereka akan terkejut dan membayangkan hal-hal menakutkan, terutama anak-anak yang terbiasa manja dan hidup dalam kebebasan, bebas yang dimaksud ketika anak tidak diikat dengan peraturan di rumah oleh orang tua. 

Sayangnya banyak orang tua baru menyadari pentingnya pendidikan agama ketika anaknya sudah kelas 6 SD atau 3 SMP, sehingga anak dipaksa masuk pondok di tingkat SMP atau SMA. Dalam keadaan seperti ini, orang tua harus sangat berhati-hati dalam memilih jalan bagi anaknya. Jangan sampai anak dipaksa secara keras untuk masuk pondok, sementara mereka yakin anaknya tidak akan betah di sana. 

Percakapan singkat ini memberikan pelajaran berharga bahwa persiapan mental dan pengenalan sejak dini sangat penting agar anak bisa betah dan sukses di pesantren. 

(Abu Ady/ Catatan kecil:1)

Tidak ada komentar: