Keutamaan shalat dhuha Secara Umum


ANDA TAK PERNAH SEMPAT SHALAT DHUHA MENDEKATI TENGAH HARI - MAKA LAKUKANLAH SHALAT DHUHA DIAWAL WAKTU- (SHALAT ISYRAQ/ SYURUQ) 

Keutamaan Secara Umum:

1. Dihadiri dan disaksikan oleh Malaikat

Dari Amr bin Abasah radhiallahu ’anhu, ia berkata:

قدِم النبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم المدينةَ، فقدِمْتُ المدينةَ، فدخلتُ عليه، فقلتُ: أخبِرْني عن الصلاةِ، فقال: صلِّ صلاةَ الصُّبحِ، ثم أَقصِرْ عن الصَّلاةِ حين تطلُعُ الشمسُ حتى ترتفعَ؛ فإنَّها تطلُع حين تطلُع بين قرنَي شيطانٍ، وحينئذٍ يَسجُد لها الكفَّارُ، ثم صلِّ؛ فإنَّ الصلاةَ مشهودةٌ محضورةٌ، حتى يستقلَّ الظلُّ بالرُّمح
“Nabi shallallahu ’alaihi wasallam datang ke Madinah, ketika itu aku pun datang ke Madinah. Maka aku pun menemui beliau, lalu aku berkata: ‘Wahai Rasulullah, ajarkan aku tentang shalat.’ Beliau bersabda: kerjakanlah shalat Subuh. Kemudian janganlah shalat ketika matahari sedang terbit sampai ia meninggi, karena ia sedang terbit di antara dua tanduk setan, dan ketika itulah orang-orang kafir sujud kepada matahari. Setelah ia meninggi (setinggi tombak diawal dhuha), baru shalatlah (yaitu shalat dhuha). Karena shalat ketika itu dihadiri dan disaksikan oleh Malaikat, sampai bayangan tombak mengecil (pertengahan hari sebelum dzuhur).” (shahih, HR. Muslim dalam sunannya (1374)). 

2. Dicukupkan dan dilepaskan dari kegundahan, dll. 

Dari Abu Darda dan Abu Dzar Radhiyallahu ‘anhuma, dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, dari Allah Subhanahu Wata'ala, dimana  Dia (Allah) berfirman:

ابْنَ آدَمَ ارْكَعْ لِي أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ مِنْ أَوَّلِ النَّهَارِ أَكْفِكَ آخِرَهُ
”Wahai anak Adam, ruku’lah untuk-Ku empat rakaat di awal siang, niscaya Aku akan mencukupimu di akhir siang”. (sanadnya shahih, HR. At-Tirmidzi dalam sunannya (475)). 

Imam Asy-Syaukani dalam Nailul Author (3/ 79) menukil perkataan Al-Iroqi:

فلا مانع من أن يراد بهذه الأربع الركعات بعد طلوع الشمس؛ لأن ذلك الوقت ما خرج عن كونه أول النهار، وهذا هو الظاهر من الحديث وعمل الناس، فيكون المراد بهذه الأربع ركعات صلاة الضحى".
"Tidak mengapa, jika yang di inginkan 4 rakaat dalam hadits (diatas) ini dilakukan setelah matahari terbit (sejak awal dhuha), Karena waktu itu tidak keluar dari waktu awal siang, dan hal ini dzahirnya dari hadits dan yang diamalkan manusia, maka yang dimaksud dengan 4 rakaat ini adalah shalat Dhuha".

3. Mengikuti praktek Nabi. Dahulu Nabi pernah melakukan shalat dhuha -setelah matahari meninggi- (awal dhuha) dengan mandi [terlebih dahulu] di rumah Ummu Hani' saat penaklukan kota Makkah

Ummu Hani' radhiyallahu Anha berkata:

أَنَّ رَسُولَ اللَّه أَتَى بَعْدَ مَا ارْتَفَعَ النَّهَارُ يَومَ الْفَتْحِ، فَأُتِيَ بِثَوْبٍ فَسُتِرَ عَلَيْهِ، فَاغْتَسَلَ، ثُمَّ قَامَ فَرَكَعَ ثَمَانِيَ رَكَعَاتٍ، لا أَدْرِي أَقِيَامُهُ فِيهَا أَطْوَلُ، أَمْ رُكُوعُهُ أَمْ سُجُودُهُ؟ كُلُّ ذَلكَ مِنْهُ مُتَقَارِبٌ، قالَت: فَلَمْ أَرَهُ سَبَّحَهَا قَبْلُ وَلَا بَعْدُ.
"bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam datang (ke rumah Ummu Hani') ketika tahun Fath al-Makkah (penaklukan kota Makkah) setelah matahari meninggi irtifa'un Nahar (di awal dhuha)), lalu didatangkan pakaian/ kain untuk Rasulullah dan ditutupinya (/ berselimut dengannya), kemudian beliau mandi, lalu beliau shalat 8 raka’at pagi dhuha, dan aku tidak tau apakah berdirinya lebih lama dari rukuk nya atau sujudnya, semuanya berdekatan. Ummu Hani' berkata lagi: aku belum pernah melihat beliau melakukan shalat sunnah itu (di rumahnya) sebelum nya dan setelahnya." (shahih, HR. Muslim (336)). 

Dalam riwayat Ath-Thabrani dalam Mu'jam Al-Kabir (24/ 406) dengan sanad mauquf dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma berkata:

"يا أم هانئ! هي صلاة الإشراق".
" Ya Ummu Hani', itu adalah shalat Isyraq". (Atsar Hasan mauquf dengan penggabungan jalur-jalurnya). 

4. Mengikuti Praktek Sebagian Sahabat Nabi, dimana Dahulu Penduduk Quba' dikalangan Sahabat Nabi pernah melakukannya hingga berlanjut dimasa tabi'in dan seterusnya.

Dalam sebuah hadits, dari Al-Qasim bin Auf Asy-Syaibani Rahimahullah berkata:

أنَّه رأى قومًا يُصلُّون من الضُّحى في مسجدِ قُباءٍ، فقال: أمَا لقَدْ علِموا أنَّ الصلاةَ في غيرِ هذه الساعةِ أفضلُ، قال: ((خرَجَ رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم على أهلِ قُباءٍ، وهم يُصلُّونَ الضُّحى، فقال: صلاةُ الأوَّابِين إذا رَمِضَتِ الفصالُ من الضُّحَى.
Bahwasanya Zaid bin Arqam melihat sekelompok orang yang sedang melaksanakan shalat Dhuha di Masjid Quba (diawal waktu). Kemudian ia mengatakan, “Mereka mungkin tidak mengetahui bahwa selain waktu yang mereka kerjakan saat ini ada yang lebih utama. Dahulu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam juga pernah keluar menuju Masjid Quba', dan mereka pada shalat dhuha. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Shalat Awwabin hendaknya dikerjakan ketika anak unta merasakan panasnya terik matahari, (tidak saat ini)” (HR. Muslim no. 748).

Disebutkan dalam Mawqi' Durarus Saniyyah:

«رَأى قومًا يُصَلُّون في مَسجدِ قُباءَ مِن الضُّحى»- وكانوا يُصَلُّونها وقْتَ شُروقِ الشَّمسِ، كما في رِوايةٍ أُخرى لأحمَدَ.
"Mereka penduduk Quba' shalat sunnah Dhuha di masjid Quba', dan mereka melakukannya saat Syuruqusy Syams (di awal dhuha), sebagaimana dalam riwayat Imam Ahmad dalam musnadnya."

Demikian terkait disyari'atkannya shalat dhuha diawal waktu (syuruq), meskipun diwaktu mendekati akhir dhuha (atau Awwabin) lebih utama (yang dikerjakan saat anak unta merasakan panasnya terik matahari). 

Referensi:
- Ash-Shahih, Imam Muslim An-Naishaburi
- Mawqi' Durar As-Saniyyah, dibawah bimbingan Syeikh As-Saqqaf

Oleh: Lilik Ibadurrahman, M.Pd

Tidak ada komentar: