Surat Kecil dari Kampung Muallaf di Pinrang

Assalamu’alaikum.

Kak, perkenalkan, nama saya Arjun. Sekarang duduk di bangku kelas 6 SD. Saya lahir dari keluarga muallaf. Di desa kami, Desa Makula, Kelurahan Betteng, Kecamatan Lembang, Kabupaten Pinrang ada banyak muallafnya kak, tapi jumlahnya tetap minoritas. Kata Bapak, hanya 5% dari total warga di Makula.

Meski demikian, kami hidup rukun dengan agama lain. Namun, ada hal yang membuat kami harus berpindah tempat tinggal. Hal terbesar adalah karena aqidah kami. Meski kami Muslim, tapi jujur kak, kami sama sekali buta tentang Islam. Bahkan pernah ada yang bertanya ke Bapak, “salat magrib berapa rakaat?”.

Surat Kecil dari Kampung Muallaf di Pinrang

Tahu tidak kak? Teman kami yang bernama Aidil, terpaksa harus bersekolah di sekolah yayasan non-Islam karena jarak sekolah negeri jauh. Setiap ke sekolah, dia memakai baju yang ada gambar salib di dadanya. Setiap sebelum dan setelah belajar, dia berdoa dengan keyakinan mereka yang bersekolah di sana. Kalau kami main di sungai, dia sering nyanyi-nyanyi. Terbiasa dari sekolahnya.

Sudah tiga bulan kami pindah ke tempat ini kak. Bapak bawa sendiri papan kayunya. Kadang saya takut lihat bapak bawa kayu seperti itu, karena jalan di sini kurang baik dan di sebelahnya adalah jurang. Tapi bapak berjuang untuk membangun rumah agar kami tetap hangat dicuaca dingin. Di sini sejuk loh kak. Sampai sekarang, sudah ada 7 rumah yang dibangun dan terus bertambah. Sebenarnya banyak yang ingin secepatnya tinggal di tempat ini, hanya saja butuh modal sedangkan kami semua hidup pas-pasan, bahkan kekurangan. Tanah yang kami tinggali merupakan tanah wakaf dari Bapak yang sangat dermawan, khusus untuk para muallaf.

Oh iya kak. Tempat tinggal kami tepat bersebelahan dengan sungai yang menjadi satu-satunya akses keluar kami. Pemandangannya indah sekali. Kami bermain dan menangkap ikan untuk ibu masak di rumah, sebagai tambahan lauk. Meski indah, kalau hujan deras, airnya naik. Tinggi sekali kak. Kami tidak bisa lewat. Tidak bisa ke sekolah. Bapak dan warga lain sudah membuat jembatan darurat dari bambu-bambu yang diikat rotan. Jembatannya sudah 2 kali dibongkar karena ketinggian air sudah melewati jembatan.

Kak, sebentar lagi saya akan tamat SD. Rencananya, saya akan sekolah di sekolah tahfidz. Setelah lulus dari sana, saya akan kembali untuk mengajarkan agama kepada keluarga. Saya pernah dengar bahwa seluruh umat muslim adalah saudara, jadi semua adalah keluarga saya.

Satu keinginan terbesar dari kami, anak-anak muallaf yang tinggal di pelosok kak, kami ingin berdoa sebelum dan setelah belajar sesuai dengan keyakinan kami. Kami ingin lancar membaca kitab kami. Kami ingin mendengar adzan, wudhu, dan salat di mushalla kami secara berjamaah. Kami ingin ada yang mengajarkan dan mengenalkan kami tentang agama kami, Islam. Kakak mau kan menjadi jembatan mimpi kami? (DST)

Pinrang, Sulawesi Selatan
artikel relawan.id

Tidak ada komentar: