Buya Elfi Syam: Hukum Air Suci Terkena Najis

Hukum Air Suci Terkena Najis

Air apabila tercampur oleh najis lalu najis itu merubah satu di antara tiga sifat air (aromanya, rasanya, warnanya) maka air ini adalah najis dan tidak boleh dipakai menurut ijma’ ulama. Kalau tidak boleh dipakai, berarti air tersebut tidak bisa menghilangkan hadas, juga tidak bisa menghilangkan najis.

Apakah dengan jumlah yang banyak atau sedikit berlaku hukum yang sama?

Air apabila tercampur dengan najis, namun tidak berubah salah satu sifat dari yang tiga tadi, maka berlaku hukum sebagai berikut :

Apabila air itu banyak maka air itu tidak menjadi najis dan boleh dipakai untuk bersuci dan boleh berwudhu’ dengannya. Batas air bisa disebut banyak adalah minimal ukurannya 2 qullah (2 qullah = ± 160,5 liter), yang sedikit itu yang kurang dari 2 qullah.

Apabila air itu sedikit dan dimasuki oleh najis, dan tidak berubah salah satu dari sifatnya maka air itu menjadi najis, dan tidak boleh digunakan untuk bersuci atau berwudhu’.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda : “Apabila salah seorang di antara kamu bangun dari tidur malamnya, janganlah dia mencelupkan tangannya ke dalam bejana sampai dia cuci tangannya tiga kali. Karena dia tidak tahu dimana tangannya bermalam.” (HR. Bukhari)

Hadits ini menunjukkan bahwa air di dalam bejana tersebut ukurannya sedikit dan dicelupkan oleh tangan yang terkontaminasi oleh najis. Maka berdasarkan hadits ini, menjadi dalil bahwa tidak bolehnya berwudhu’ menggunakan air yang sedikit yang terkena najis.

Air apabila bercampur dengan materi yang suci (seperti : daun-daunan, buah, sabun, odol, sabun cuci piring, daun bidara, kapur barus atau yang lainnya) selama tidak mendominasi terhadap air, maka yang shahih menurut ulama adalah air itu tetap suci dan boleh dipakai untuk bersuci, bersuci dari hadas dan najis.

Jumat, 2 Agustus 2019 M | 1 Dzulhijjah 1440 H, 08.30 WIB s.d Selesai, Masjid Jami’atul Ilmi Kampus Politeknik Negeri Padang

sumber: moslemtoday.com

Tidak ada komentar: