1. Bai’ Musawamah: penjual tidak menyebutkan harga modal. Tapi dia langsung tetapkan harga jual
2. Bai’ al-Amanah: penjual menyebutkan harga modal.
Ada 3
a. Murabahah: penjual menetapkan keuntungan
b. Wadhi’ah: dijual lebih murah dari pada harga modal
c. Tauliyah: dijual seharga yang sama dengan harga modal
Para ulama membolehkan jual beli murabahah. Sementara Malikiyah menilai kurang utama (khilaful aula). Dan lebih baik tidak dilakukan. Sehingga jual beli musawamah lebih baik. (Al-Mausu’ah al-Fiqhiyah, 49/9).
Bisa juga terjadi ba’i amanah sementara posisi yang diamanahi ada di pihak pembeli.
Kasusnya:
Penjual menyerahkan barang kepada pembeli seharga tertentu. Dengan perjanjian, jika nantinya penjual mampu mengembalikan uang itu, maka pembeli wajib menyerahkan barang tersebut.
Biasanya ini dilakukan ketika penjual butuh uang, sementara pembeli tidak butuh barang. Namun dia mau membantu penjual, dengan cara membeli barangnya. Dan penjual berkomitmen akan mengembalikan uang itu. Dan jika dia mampu mengembalikannya, maka pembeli wajib menyerahkan barang itu.
Jual beli semacam ini disebut dengan jual beli al-wafa’. Dimana pembeli dipercaya untuk merawat barang itu, dan harus memenuhi janjinya, jika penjual bisa mengembalikan uang.
Mengenai jual beli al-wafa’, ulama berbeda pendapat,
1. Malikiyah, Hambali, dan ulama terdahulu di kalangan Hanafiyah dan Syafiiyah berpendapat bahwa jual beli _al-wafa’_ tidak sah. Karena syarat yang ditetapkan bertentangan dengan konsekuensi transaksi jual beli, yaitu perpindahan kepemilikan barang dari penjual ke pembeli.
2. Ulama belakangan di kalangan Hanafiyah dan Syafiiyah, membolehkan jual beli al-wafa’. Karena syarat yang disebutkan dilakukan secara saling ridha.
3. Sebagian Hanafiyah berpendapat bahwa hakekat jual beli al-wafa’ adalah utang bergadai. Sehingga berlaku semua hukum gadai. (al-Mausu’ah al-Fiqhiyah, 49 – 48/9 ).
Ustadz Ammi Nur Baits
Biasanya ini dilakukan ketika penjual butuh uang, sementara pembeli tidak butuh barang. Namun dia mau membantu penjual, dengan cara membeli barangnya. Dan penjual berkomitmen akan mengembalikan uang itu. Dan jika dia mampu mengembalikannya, maka pembeli wajib menyerahkan barang itu.
Jual beli semacam ini disebut dengan jual beli al-wafa’. Dimana pembeli dipercaya untuk merawat barang itu, dan harus memenuhi janjinya, jika penjual bisa mengembalikan uang.
Mengenai jual beli al-wafa’, ulama berbeda pendapat,
1. Malikiyah, Hambali, dan ulama terdahulu di kalangan Hanafiyah dan Syafiiyah berpendapat bahwa jual beli _al-wafa’_ tidak sah. Karena syarat yang ditetapkan bertentangan dengan konsekuensi transaksi jual beli, yaitu perpindahan kepemilikan barang dari penjual ke pembeli.
2. Ulama belakangan di kalangan Hanafiyah dan Syafiiyah, membolehkan jual beli al-wafa’. Karena syarat yang disebutkan dilakukan secara saling ridha.
3. Sebagian Hanafiyah berpendapat bahwa hakekat jual beli al-wafa’ adalah utang bergadai. Sehingga berlaku semua hukum gadai. (al-Mausu’ah al-Fiqhiyah, 49 – 48/9 ).
Ustadz Ammi Nur Baits
Tidak ada komentar: