apakah memilih pemimpin muslim berarti menolak realitas peradaban dunia ?

Bismillah.

ADA pernyataan seperti ini:

Jika Muslim menolak kepemimpinan orang Kafir (Non-muslim), maka menyingkir saja ke gunung, tinggalkan pesawat terbang, laptop, dan alat-alat teknologi lain buatan orang non Muslim.

Menanggapi pernyataan sinis seperti itu, inilah jawaban tokoh Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI), ustadz DR. Adian Husaini, seperti diposting dalam akun facebooknya, belum  lama ini:

Pertama, dalam melakukan setiap tindakan, muslim selalu mengacu kepada al-Qur'an dan Sunnah Nabi Muhammad , shollollohu 'alaihi wasallam.

Sebab, itulah pesan Nabi, shollollohu 'alaihi wasallam,  bahwa jika muslim berpegang teguh kepada keduanya, maka pasti mereka tidak tersesat.

Muslim hidup untuk Dunia dan Akhirat. Bahkan, keselamatan Akhirat lebih utama, karena merupakan kehidupan yang abadi.
apakah memilih pemimpin muslim berarti menolak realitas peradaban dunia ?

“Sikap ini berbeda dengan kaum lainnya, atau juga kaum Sekuler yang tidak percaya al-Qur'an dan Sunnah Rosul menjadi pedoman untuk seluruh aspek kehidupan manusia. Mereka lebih percaya kepada 'buku-buku lain' ketimbang al-Qur'an. Itu pilihan. Nanti kita akan sama-sama menghadap Allah Subhanahu Wa Ta'aala dan mempertanggungjawabkan pilihan kita masing-masing,” tulis Adian.

Kedua, Muslim punya suri teladan yang utama dan abadi, yakni Nabi Muhammad, shollollohu 'alaihi wasallam, dalam hal sekecil-kecilnya, seperti bagaimana cara bangun tidur atau masuk kamar mandi, bagaimana adab naik kendaraan, maka muslim berusaha mencontoh tata-cara (adab) Nabi Muhammad, shollollohu 'alaihi wasallam. Beliau adalah utusan Allah Subhanahu Wa Ta'aala untuk seluruh umat manusia. Beliau adalah suri tauladan. Inilah keyakinan kami, orang muslim. Mohon dihormati.

Dalam memilih pemimpin, Nabi, shollollohu 'alaihi wasallam, telah memberikan contoh yang abadi.

Ketiga, dalam konsep Islam, “pemimpin” (imam) sebagaimana disabdakan oleh Nabi Muhammad, shollollohu 'alaihi wasallam, adalah ibarat Perisai (Junnah).

Tentu saja, dalam segala aspek kehidupan, mulai rumah tangga, organisasi, sekolah, universitas, sampai negara, idealnya sang pemimpin adalah orang yang beriman, bertaqwa, dan berakhlak mulia.

Bukan sekedar yang beragama Islam.

“Seorang muslim akan lebih merasa nyaman, jika pilot pesawat adalah muslim yang taat, yang mengajak penumpang pesawat untuk berdoa sebelum terbang. Meskipun, secara hukum Islam, boleh saja, seorang muslim naik pesawat yang pilotnya non-muslim.

Muslim boleh kuliah di satu universitas yang rektornya bukan muslim. Tetapi, bukankah lebih baik jika rektornya muslim yang taat yang memimpin kampus dengan nilai-nilai kenabian?”

Keempat, dalam soal kepemimpinan politik kenegaraan, memang seorang muslim wajib memilih pemimpin yang muslim.

Itu karena dalam konsep kepemimpinan Islam, pemimpin masyarakat bertugas memimpin dan membimbing rakyatnya agar hidupnya selamat, sejahtera, dan bahagia dunia dan akhirat.

Ini bedanya dengan konsep kepemimpinan Sekuler, yang memandang pemimpin hanya sebatas aspek materi dan duniawi saja.

Demikiann dijelaskan beliau. Semoga bermanfaat.

Saya, Abu Taqi Mayestino, tambahkan:

kelima, Sungguh mengherankan, betapa kaum manusia masih ada yang sadar bahwa Islam BUKANLAH agama yang baru diciptakan di masa kenabian Rosululloh (Utusan Allah Tuhan Yang Maha Esa), melainkan adalah agama Ketuhanan Yang Maha Esa atau Monoteisme atau Tauhid yang direstui, diridhoi Tuhan Yang Maha Esa, Allah, SEJAK AWAL JAMAN.

Muhammad, shollollohu 'alaihi wasallam, 'hanyalah' Rosul dan Nabi yang Terakhir, penutup dan penyempurna rangkaian ajaran para Rosul dan Nabi sebelum beliau, dan MENGEMBALIKAN kualitas ajaran dan pelaksanaan kehidupan ke standar manajemen kualitas yang sesungguhnya yang diinginkan, dimaksudkan, dinasihatkan Tuhan Yang Maha Esa, bagi makhlukNya, agar selamat di Dunia dan di Akhirat.

Sungguh selama kira-kira 5 milyar tahun usia Bumi dan 12 milyar tahun usia Langit dengan semua lapisannya, telah berlalu ribuan Rosul dan Nabi, untuk setiap umat, setiap ras, setiap suku, dst., yang juga telah diselewengkan mereka.

Maka Islam dengan 124.000 NabiNya, sejak dulu menolak kekafiran, alias paham yang tidak mengakui bahwa Tuhan itu adalah Maha Esa, Maha Tunggal, Sang Maha Raja Di Raja, Tuhan Yang Disembah atau Al Ilah (dalam Bahasa Arab): Allah.

Dan agama Akhir Jaman ini mengembalikan standar Manajemen Kualitas kehidupan manusia dan segala makhluk, ke garis Fitrah (alami), sepatutnya.

Dan disambut hangat dan lega, di seluruh dunia.

Kini. Di masa Globalisasi kini.

Terbukti, di masa yang bahkan oleh orang Sekuler disebut sebagai Masa Modern yang telah berakhir di Abad XX Masehi dan kini di Masa Post-Modern (New Age atau Avant Garde), ada amat banyak sekali kita temukan orang masuk Islam, menjadi Muallaf, bahkan meninggalkan kehidupan lamanya, kawannya, keluarganya.

Dan sungguh, prinsip sistem Ekonomi Syari'ah, Hukum Syari'ah, busana Syari'ah dan banyak hal Syari'ah lainnya, diikuti suka-rela ratusan juta hingga milyaran manusia di selutuh dunia dari berbagi negara, ras, suku, kelompok, agama, dll. Tak terbendung.

Sistem Ekonomi Syari'ah saja didukung sangat di Inggris, Jerman, Perancis, Jepang, dst., bahkan oleh yang bukan Muslimiin. Bahkan per 2011 Singapura mencanangkan diri menjadi Hub Perbankan Syari'ah. Hingga kini.

Maka tentu saja, Muslim yang mencintai Tuhan Yang Maha ESA - sesuai konstitusi negara Republik Indonesia - BERHAK memilih pemimpin politik, pemimpin pemerintahan, walinya, kepercayaannya, yang sama-sama mentaati Tuhan Yang Maha Esa, Maha Tunggal, Satu, Tak Dapat Disamakan, Maha Pencipta. Bukan tuhan yang maha lainnya, maha banyak, maha menjelma, maha campuran bentuk manusia dan makhluk lainya, dll.

Dan berhak juga memilih pemimpin Muslim yang memang mampu, cakap, ahli, teruji, terpilih, dalam memimpin.

Bahkan bukan hanya berhak, namun memanglah HARUS demikian, memilih pemimpin yang beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa (dan memang cakap keahliannya dalam Manajemen Kepemimpinan), sebagaimana ditegaskan di sekitar 10 ayat Al Qur'an, dan ratusan Hadits, Atsar, Ijma', Fatwa, Tarikh, dst.

keenam, Karena Islam adalah agama yang dimasudkan Pencipta Dunia melalui 124.000 NabiNya, sejak awal jaman, maka justru orang-orang yang menolak inilah yang seharusnya meninggalkan segala Ilmu Sains dan Teknologi macam Matematika, Fisika, Kimia, Smartphone, Gadgets, Satelit, TV, Mobil, dll.

Karena sejak awal jaman, ini semua adalah bagian dari ayat Qauliyyah (ayat yang tertulis tersurat di Kitab Suci) dan ayat Kauniyyah (ayat yang tersirat di Alam Semesta dalam seluruh hukum alamNya).

Dan tentu kita tahu bahwa Universitas pertama yang ada di dunia adalah Al Qarawiyyiin yang didirikan Muslimiin ahli Matematika dan tafsir Al Qur'an-Al Hadits di kota Fez, Maroko.

Dan Al Azhar di berbagai kota di Mesir, yang sampai sekarang masih menerima mahasiswa dari seluruh dunia, berbagai agama, ras, suku, dll. Sebagaimana dulu sekolah Muslimiin di Qum, Mosul, Baghdad, Madinah, Tripoli, berbagi kota Spanyol, dll., mengajarkan Matematika, Fisika, Al Khimiyya (Kimia atau Alchemy atau Chemistry), Biologi, Astronomi, Hukum, Ekonomi, dll., termasuk adab, sopan-santun antar manusia. Utamanya sebelum dihancurkan Mongol (Tar Tar) dengan bantuan Syi'ah. Alhamdulillah banyak sekali ilmu itu sudah sampai ke Eropa, bahkan seluruh dunia. Hingga kini.

Jadi wahai kaum Non Muslim, dan kaum Maunafiquun, bertindaklah sopan, beradab, realistis, dan biarkan Muslimiin melaksanakan perintah Tuhan dalam hal ini dan hal berkaitannya.

Demikian kiranya. Semoga bermanfaat.

Abu Taqi M.

Tidak ada komentar: