lidah gemar menghujat dan menvonis orang lain?, sebaiknya baca ini

Diantara musibah ilmu ialah ketika para pencari ilmu yang baru mendapatkan seujung kuku dari samudra ilmu secara tidak sadar terperangkap dalam pusaran dosa besar tanpa disadarinya

Dosa besar itu ialah ketika ia mudah menghujat dan menvonis siapapun yang berbeda dengan gaya berpikirnya tanpa menunjukkan akhlaq mulia ketika mendapati perselisihan diantara para ahlu ilmi

Ibnul Qoyyim berkata di dalam “al-Jawâbul Kâfi” (hal. 203) :

“Sungguh aneh, ada orang yang mudah di dalam menjaga dan memelihara dirinya dari memakan yang haram, berbuat aniaya, berzina, mencuri, minum khamr, memandang suatu yang haram dan perbuatan haram lainnya, namun ia berat di dalam menjaga gerakan lisannya. Sampai-sampai dapat anda lihat, ada seorang lelaki yang dipuji agamanya, zuhudnya dan ibadahnya, namun ia berbicara dengan suatu ucapan yang dimurkai Alloh, yang ia anggap remeh.
lidah gemar menghujat dan menvonis orang lain

Dengan satu kata dari ucapan tersebut derajatnya turun sejauh timur dan barat. Betapa banyak orang yang anda lihat, menjaga diri dari perbuatan keji dan aniaya, namun lisannya gemar berbuat fitnah terhadap kehormatan manusia, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal, dan ia tidak mempedulikan apa yang diucapkannya.”

Inilah bentuk dosa lembut, gemar menghujat dan memvonis atas perkara yang bersifat ijtihadiyyah diantara para ahlu ilmi, bahwa seakan kesempurnaan ilmu hanyalah miliknya dan kelompoknya*

idak ada yang ma’shum, karena kema'shuman telah pergi bersama dengan wafatnya Rasulullah*, sehingga yang tersisa adalah ketidak sempurnaan setiap manusia, ada yang sempurna dalam satu permasalahan tapi kurang dalam tema lainya, dan hal itu adalah hal yang sangat lumrah terjadi

Syaikhul Islam berkata di dalam Majmû’ al-Fatâwâ (28/173) :

“Jikalau setiap kali dua orang muslim berselisih pendapat terhadap suatu hal dan langsung saling mengvonisnya salah, niscaya tidak ada ada lagi keterpeliharaan dan persaudaraan di antara kaum muslimin.”

Adz-Dzahabi berkata dalam Siyar A’lâmin Nubalâ’ (14/39) :

“Sekiranya setiap imam yang keliru di dalam ijtihadnya pada suatu masalah yang seharusnya mereka dimaafkan atasnya, namun kita malah membid’ahkan dan menghajr mereka, niscaya tidak akan ada seorang alim pun yang selamat, baik itu Ibnu Nashr, Ibnu Mandah dan ulama selain mereka yang lebih senior. Dan Alloh, Dia-lah yang memberi petunjuk makhluk-Nya kepada kebenaran dan Dia-lah yang paling maha pemurah. Kita memohon perlindungan kepada Alloh dari hawa nafsu dan sikap keras.”

Beliau juga berkata (14/376) :

“Sekiranya setiap ulama yang bersalah di dalam ijtihadnya, dengan keimanan yang benar dan bermaksud untuk mengikuti kebenaran, kita tinggalkan dan kita vonis bid’ah, niscaya akan sangat sedikit para imam yang selamat darinya. Semoga Alloh merahmati mereka semua dengan anugerah dan kemuliaan-Nya.”

Dan hakekatnya mereka yang gemar menyesatkan tak sadar bahwa ia terserang virus khowarij, karena karakteristik khowarij bukan hanya gampang mengkafirkan tapi mereka juga gampang menyesatkan

وَيُكَفِّرُونَ مَنْ خَالَفَهُمْ فِي بِدْعَتِهِمْ، وَيَسْتَحِلُّونَ دَمَهُ وَمَالَهُ، وَهَذِهِ حَالُ أَهْلِ الْبِدَعِ يَبْتَدِعُونَ بِدْعَةً وَيُكَفِّرُونَ مَنْ خَالَفَهُمْ فِيهَا
Ibnu taimiyah berkata "

Khawarij ialah yang mudah mengkafirkan dan pula gampang menyesatkan setiap orang yg berbeda pemahamannya dengan mereka, lalu menghalalkan darah dan hartanya

Dan itulah keadaan mereka yg gampang menyesatkan serta ringan mengkafirkan.. ( Lihat kitab majmu fatawa 3 / 279)

```Indahkan akhlaq ketika mencari ilmu```

Iman harusnya menjadi jembatan indah antara dua hati hamba Allah subhanahu wa ta'ala untuk saling bersaudara dalam pelukan kasih sayang. Iman juga harusnya mengubah dua saudara layaknya pakaian yang saling menutupi ketika ada aib dan cela saudaranya ketika terbuka, layaknya pakaian yang menutup celah aurat untuk tidak terlihat.

Ia pun menjadi sebab terindah untuk menjadikan setiap hamba Allah subhanahu wa ta'ala berkasih sayang dalam iman untuk saling menguatkan dan bukan untuk saling melemahkan karena saudara iman selalu mengokohkan, bukan untuk merapuhkan.

Iman pula yang harusnya menjadikan setiap mukmin mengerti tentang kewajiban memberikan akhlaq terbaik kepada saudaranya walaupun terkadang berbeda dalam permasalahan ijitihadiyah.

```Iman tak pernah pula menjadikan pemiliknya menjadi sombong dan angkuh menerima sesuatu yang berbeda dari saudaranya sebagaimna para sahabat kadang mereka berbeda tapi mereka tetap saling mengasihi.```

Bukankah Imam Syafii menguraikan, " Barang siapa yang ingin Allah subhanahu wa ta'ala membukakan hatinya dan meneranginya, maka hendaklah ia sering bersendirian dengan Allah subhanahu wa ta'ala. Sedikit makannya, meninggalkan perkataan orang yang bodoh dan membenci ahli ilmu yang tidak memiliki sikap bijaksana dan beradab.” (lihat Kitab Tadzkirah assami wal mutakallimin 1/2)

ust. Oemar Mita, Lc
sumber: syameela.com

Tidak ada komentar: