Jangan kau ajak saudara kami untuk mencela Ulil Amry

‎بسم الله الرحمن الرحيم 
‎السلام عليكم و رحمة الله و بركاته 
‎الحمد لله والصلاة و السلام على رسول الله و على آله و صحبه أجمعين

Sejak jaman Abdullah ibn Saba al Yahud al Majusi (pencipta agama syiah laknatulah) mengajarkan kesesatannya berupa mencela Khalifah Ali bin Thalb radhiallahu anhu, sejak itulah Umat Islam terprofokasi oleh ajarannya yang sesat : MENGKRITIK ULIL AMRY SECARA TERANG-TERANGAN ADALAH HALAL.

Saudaraku, mengkritik Ulil Amry secara terang-terangan baik itu diatas mimbar, media sosial, atau apapun jenisnya adalah TERLARANG.

Kecuali kritikan dan nasehat itu disampaikan langsung empat mata dan dengan cara yang makruf, tidak terlihat oleh orang lain.

Kita perhatikan dan tertulis di dalam sejarah Indonesia dari jaman Ulil Amry Soekarno rahimahullah sampai Joko Widodo tidak pernah luput dari ajaran sesat Abdullah ibn Saba al Majusi al Yahudi ini, mereka mencela dan mengkritik Presiden Republik Indonesia secara terang-terangan.

Dan puncaknya pada tahun 1998 hingga saat ini, mereka dengan lantang dan terbuka mencela Ulil Amry. Subhanallah.

Jangan kau ajak saudara kami untuk mencela Ulil Amry

Saudaraku, ketahuilah bahwa umat Muslim wajib menjaga kehormatan Ulil Amry, dan selama ini Ulil Amry tidak pernah melarang kita dalam menerapkan syariat.

Azan di Masjid, shalat berjamaah, kajian ilmiah Tauhid Sunnah ala fahmi Salaf, zakat, puasa, umrah, haji, birul walidain dan seabrek syariat lainnya sesuai pemahaman Salafus Shaleh tidak pernah dilarang oleh Ulil Amry. Ini adalah nikmat dari Allah ﷻ kepada negri ini. Dan wajib kita syukuri.

Betapa banyak dalil yang mengingkari ajaran Abdullah ibn Saba al Majusi al Yahudi tersebut.

Perhatikan Allah ﷻ berfirman di dalam Al Qur’an dan dipahami oleh para Salafus Shaleh serta mereka yang mengikutinya :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.” (QS. An Nisa’ [4] : 59)

Terdapat perbedaan penafsiran mengenai makna ulil amri.

1. Abu Hurairah radhiyallahu’anhu sebagaima diriwayatkan oleh Ibnu Jarir ath-Thabari dengan sanad sahih, beliau berkata, “Mereka -yaitu ulil amri- adalah para pemimpin/pemerintah.” Penafsiran serupa juga diriwayatkan dari Maimun bin Mihran dan yang lainnya.

2. Jabir bin Abdullah berkata bahwa mereka itu adalah para ulama dan pemilik kebaikan. Mujahid, Atha’, al-Hasan, dan Abul Aliyah mengatakan bahwa yang dimaksud adalah para ulama. Mujahid juga mengatakan bahwa yang dimaksudkan adalah para sahabat.

==> Pendapat yang dikuatkan oleh Imam asy-Syafi’i adalah pendapat pertama, yaitu maksud ulil amri adalah para pemimpin/pemerintah (lihat Fath al-Bari [8/106])

Oleh sebab itu an-Nawawi rahimahullah membuat judul bab untuk hadits Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma mengenai tafsir ayat ini dengan judul ‘Kewajiban taat kepada pemerintah selama bukan dalam kemaksiatan dan diharamkannya hal itu dalam perbuatan maksiat’. Kemudian beliau menukilkan ijma’/konsensus para ulama tentang wajibnya hal itu (lihat Syarh Muslim [6/467]).

Adapun pendapat yang dikuatkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah bahwa kandungan ayat ini mencakup kedua kelompok tersebut; yaitu ulama maupun umara/pemerintah. Dikarenakan kedua penafsiran ini sama-sama terbukti sahih dari para sahabat (lihat adh-Dhau’ al-Munir ‘ala at-Tafsir [2/235 dan 238]

AI-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah juga menukil ijma’. Dari Ibnu Batthal rahimahullah, ia berkata:
“Para fuqaha telah sepakat wajibnya taat kepada pemerintah (muslim) yang berkuasa, berjihad bersamanya, dan bahwa ketaatan kepadanya lebih baik daripada memberontak.” (Fathul Bari, 13/7)
Bersabar terhadap Penguasa Muslim yang Zalim

“Nanti setelah aku akan ada seorang pemimpin yang tidak mendapat petunjukku (dalam ilmu, pen) dan tidak pula melaksanakan sunnahku (dalam amal, pen). Nanti akan ada di tengah-tengah mereka orang-orang yang hatinya adalah hati setan, namun jasadnya adalah jasad manusia."

Aku berkata, “Wahai Rasulullah, apa yang harus aku lakukan jika aku menemui zaman seperti itu?”
Beliau bersabda,

”Dengarlah dan ta’at kepada pemimpinmu, walaupun mereka menyiksa punggungmu dan mengambil hartamu. Tetaplah mendengar dan ta’at kepada mereka.” (HR. Muslim no. 1847. Lihat penjelasan hadits ini dalam Muroqotul Mafatih Syarh Misykah Al Mashobih, 15/343, Maktabah Syamilah)

Dari Ummu Salamah radhiyallahu’anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Akan muncul para penguasa yang kalian mengenali mereka namun kalian mengingkari -kekeliruan mereka-. Barangsiapa yang mengetahuinya maka harus berlepas diri(dengan hatinya) dari kemungkaran itu. Dan barangsiapa yang mengingkarinya (minimal dengan hatinya, pent) maka dia akan selamat. Akan tetapi yang berdosa adalah orang yang meridhainya dan tetap menuruti kekeliruannya.” Mereka -para sahabat- bertanya, “Apakah tidak sebaiknya kami memerangi mereka?”. Maka beliau menjawab, “Jangan, selama mereka masih menjalankan sholat.” (HR. Muslim, lihat Syarh Muslim [6/485]).

إِنَّهَا سَتَكُوْنُ بَعْدِيْ أَثَرَةٌ وَأُمُوْرٌ تُنْكِرُوْنَهَا. قَالُوا: يَا رَسُوْلَ اللهِ فَمَا تَاْمُرُنَا؟ قَالَ: تُؤَدُّوْنَ الْحَقَّ الَّذِيْ عَلَيْكُمْ وَتَسْأَلُوْنَ اللهَ الَّذِيْ لَكُمْ
“Sesungguhnya akan terjadi setelahku para pemimpin yang mementingkan diri mereka (tidak memberikan hak kepada orang yang berhak) dan perkara-perkara yang kalian ingkari.” Mereka mengatakan, “Wahai Rasullullah, apa yang engkau perintahkan kepada kami?” Beliau menjawab, “Berikan hak mereka yang menjadi kewajiban kalian dan mintalah kepada Allah hak kalian.”
(Sahih, HR. al-Bukhari dan Muslim)

“Wahai Rasulullah, apa pendapatmu jika pemimpin kami adalah pemimpin yang meminta kepada kami hak mereka dan tidak memberikan kepada kami hak kami?”…

Beliau menjawab, “Dengar dan taati, sesungguhnya kewajiban mereka apa yang dibebankan kepada mereka dan kewajiban kalian apa yang dibebankan kepada kalian.” (Sahih, HR. Muslim)

“Sejelek-jelek pemimpin kalian adalah yang kalian membencinya dan membenci kalian, yang kalian melaknatinya dan melaknati kalian.” Dikatakan kepada beliau, “Wahai Rasulullah, tidakkah kita melawannya dengan pedang?” Beliau mengatakan, “Jangan, selama ia mendirikan shalat (di antara) kalian dan jika kalian melihat pada pemimpin kalian sesuatu yang kalian benci maka bencilah amalnya dan jangan kalian cabut tangan kalian dari ketaatan.” (Sahih, HR. Muslim)

Itulah penjelasan Rasulullah shallalahu 'alaihi wa sallam yang terbukti kebenarannya. Dengan ilmu yang Rasulullah shallalahu 'alaihi wa sallam miliki itu, beliau tetap memerintahkan untuk sabar, taat, menunaikan hak, dan sebagainya, sebagaimana disebutkan pada hadits-hadits di atas. Itulah jalan terbaik dan tidak ada yang lebih baik selain itu.

Menyikapi penguasa yang zalim jangan hanya didasari oleh emosi atau alasan ghirah (kecemburuan) keagamaan tanpa mengikuti ajaran Nabi shallalahu 'alaihi wa sallam . Karena bagaimanapun, kita tidak lebih cemburu dan tidak lebih panas ketika melihat maksiat dibanding Nabi shallalahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu : "Sabar terhadap kezaliman penguasa adalah salah satu prinsip dari prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jamaah." (Majmu’ Fatawa, 28/179, dinukil dari Fiqih Siyasah Syar’iyyah, hlm. 163)

Pemimpin adalah gambaran yang dipimpinnya.

Dahulu juga dikatakan, ‘Apa yang kamu ingkari pada masamu adalah karena dirusak oleh amalmu’.”

Abdul Malik bin Marwan juga mengatakan, “Berbuat adillah kalian, wahai rakyat! Kalian menginginkan kami untuk berjalan seperti Abu Bakr dan ‘Umar, padahal kalian tidak berbuat demikian terhadap kami dan pada diri kalian.” (Sirajul Muluk, hlm. 100—101, dinukil dari Fiqih Siyasah Syar’iyyah, hlm. 165—166)

PENTING ⬇
Inilah hakikat yang perlu diketahui dan selalu diingat, bahwa munculnya penguasa buruk/jahat adalah karena amal kita yang buruk/jahat juga, seperti perbuatan maksiat, bid’ah, khurafat, dan perbuatan syirik kepada Allah Azza wa Jalla. Camkan ini wahai para tokoh pergerakan!

Sikap kalian dengan memberontak, mencaci-maki, merendahkan, atau bahkan mengafirkan para penguasa justru membuat penguasa semakin bengis. Bukan hanya kepada kalian, namun juga kepada orang-orang yang tidak berdosa. Inilah akibat dari amalan bid’ah yang bertentangan dengan prinsip Ahlus Sunnah.
Jangan kalian sangka bahwa dengan perbuatan itu kalian sedang berjihad dan menegakkan Islam. Namun sebaliknya, kalian sungguh sedang menggerogoti Sunnah Nabi shallalahu 'alaihi wa sallam untuk meruntuhkan salah satu penyangga ajaran Islam.

Sikap yang benar untuk menyudahi kezaliman penguasa adalah dengan memperbaiki amal kita baik dari sisi akidah, metode dakwah, ibadah, maupun akhlak serta mengikuti ajaran Rasulullah shallalahu 'alaihi wa sallam dalam menghadapi penguasa.

Al-Hasan al-Bashri rahimahullahu mengatakan, “Ketahuilah—semoga Allah Azza wa Jalla memberimu ‘afiyah (keselamatan)—bahwa kezaliman para raja merupakan azab dari Allah Azza wa Jalla. Dan azab Allah Azza wa Jalla itu tidak dihadapi dengan pedang, akan tetapi dihindari dengan doa, taubat, kembali kepada Allah Azza wa Jalla , serta mencabut segala dosa. Sungguh azab Allah Azza wa Jalla jika dihadapi dengan pedang maka ia lebih bisa memotong.” (asy-Syari’ah karya al-Imam al-Ajurri t, hlm. 38, dinukil dari Fiqih Siyasah Syar’iyyah, hlm. 166—167).

Allahu a'lam

Sumber : Ust Yazid Jawaz, Ust Firanda, Ust Badrusalam, Ust Abdurrahman Thayyib, Ust Abduh Tuasikal, dan rangkuman lainnya.

Abu Aurel Reza

Tidak ada komentar: