larangan beranggapan sial secara umum

لاَ عَدْوَى ، وَلاَ طِيَرَةَ ، وَلاَ هَامَةَ ، وَلاَ صَفَرَ
“Tidak dibenarkan menganggap penyakit menular dengan sendirinya (tanpa ketentuan Allah), tidak dibenarkan beranggapan sial karena sesuatu, tidak dibenarkan pula beranggapan nasib malang karena tempat, juga tidak dibenarkan beranggapan sial di bulan Shafar”. (HR. Bukhari no. 5757 dan Muslim no. 2220).

Hadits semakna adalah dari ‘Abdullah bin Mas’ud, ia menyebutkan hadits secara marfu’ –sampai kepada Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam-,

« الطِّيَرَةُ شِرْكٌ الطِّيَرَةُ شِرْكٌ ». ثَلاَثًا « وَمَا مِنَّا إِلاَّ وَلَكِنَّ اللَّهَ يُذْهِبُهُ بِالتَّوَكُّلِ ».
“Beranggapan sial adalah kesyirikan, beranggapan sial adalah kesyirikan”. Beliau menyebutnya sampai tiga kali. Kemudian Ibnu Mas’ud berkata, “Tidak ada yang bisa menghilangkan sangkaan jelek dalam hatinya. Namun Allah-lah yang menghilangkan anggapan sial tersebut dengan tawakkal.” (HR. Abu Daud no. 3910 dan Ibnu Majah no. 3538)

larangan beranggapan sial secara umum

Hadits tersebut melarang beranggapan sial secara umum, juga pada tempat dan waktu tertentu seperti pada bulan Suro dan Shafar.

Menganggap bulan Suro atau bulan Muharram adalah bulan keramat sehingga tidak boleh mengadakan hajatan, walimahan atau acara besar lainnya.

Jika lewat di depan kuburan, selalu sial dan sering melihat hantu gentayangan.

Anggapan sial dengan angka 13. Benarkah Angka 13 Membawa Sial?

Banyak pesawat Terbang tidak ada bangku nomor 13, padahal pesawat dibuat dan dikelola oleh orang yang cerdas dan pintar atau hukum sebab-akibat dan teknologi, tetapi apa hubungannya antara 13 dan sial?

Secara logika, tidak ada hubungan sebab-akibat, baik secara syar'i maupun kauni. itulah tathoyur/tiyaroh/syirik yang membuat akal sehat tidak berfungsi.

Anggapan angka 13 membawa sial adalah anggapan yang hampir mendunia.

Ini hanya anggapan khurafat dan takhayul yang tidak dibenarkan. Bukankah seorang muslim yakin kepada Allah yang menetapkan takdir, untung dan sial, baik dan buruk adalah takdir Allah yang tidak ada kaitannya dengan angka 13.

Inilah yang disebut dengan “thiyarah” (ﺍﻟﻄِّﻴَﺮَﺓُ) yaitu beranggapan sial.

‘Abdullah bin Mas’ud menyebutkan,

“Beranggapan sial adalah kesyirikan, beranggapan sial adalah kesyirikan”.

Beliau menyebutnya sampai tiga kali. Kemudian Ibnu Mas’ud berkata, “Tidak ada yang bisa menghilangkan sangkaan jelek dalam hatinya. Namun Allah-lah yang menghilangkan anggapan sial tersebut dengan tawakkal. ” (HR. Abu Daud)

Dalam pelajaran tauhid, sebab ada dua:

1. Sebab Kauniy

Sebab kauniy adalah hukum sebab-akibat alam atau memang ada penelitian bahwa itu adalah sebabnya, Misalnya:

- Api kalau kena air ya padam, kertas kena api terbakar dengan mudah
- Motor jalan dengan bahan bakar bensin bukan air (penelitian)

2. Sebab syar’i

Sebab syar’i adalah sebab yang ditentukan oleh syariat menjadi penyebab sesuatu, MESKIPUN bukan penyebab secara kauniy

Misalnya: Jika ingin dipanjangkan umur (berkah) dan dimudahkan rezeki maka silaturahmi (silaturahmi penyebab mudah rezeki)

Firman Allah Subhanahu wata'ala yang berkaitan dengan tema hadits tersebut adalah

فَإِذَا جَاءَتْهُمُ الْحَسَنَةُ قَالُوا لَنَا هَذِهِ وَإِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ يَطَّيَّرُوا بِمُوسَى وَمَنْ مَعَهُ أَلَا إِنَّمَا طَائِرُهُمْ عِنْدَ اللَّهِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ
“Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran, mereka berkata: “Itu adalah karena (usaha) kami”. Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang besertanya. Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (QS. Al A’raf: 131).

Tidak ada komentar: