Sebaik-baik yang dimakan adalah hasil usaha

أَخْبَرَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ سَعِيدٍ أَبُو قُدَامَةَ السَّرْخَسِيُّ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ مَنْصُورٍ عَنْ إِبْرَاهِيمَ عَنْ عُمَارَةَ بْنِ عُمَيْرٍ عَنْ عَمَّتِهِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم:َ *إِنَّ أَطْيَبَ مَا أَكَلَ الرَّجُلُ مِنْ كَسْبِهِ وَإِنَّ وَلَدَ الرَّجُلِ مِنْ كَسْبِهِ. رواه النسائي
dari 'Aisyah Radhiallahu 'anhu (w. 58 H) ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya sebaik-baik apa yang dimakan seseorang adalah yang berasal dari usahanya, dan sesungguhnya anak seseorang adalah berasal dari usahanya." HR. Nasai (w. 303 H)

Sebaik-baik yang dimakan adalah hasil usaha

Istifadah :

Banyak cara untuk memenuhi kebutuhan hidup pribadi dan keluarga. Ada cara-cara yang diharamkan oleh syari'at, ada cara yang dianjurkan syari'at, dan ada cara yang tidak dianjurkan syari'at.

Cara yang dianjurkan syari'at dan merupakan cara terbaik untuk memenuhi kebutuhan hidup adalah dengan usaha sungguh-sungguh secara halal, bukan meminta-minta, apalagi mengambil hak orang lain.

Tidak mengapa kita menerima pemberian orang lain, selama kita tidak menjadikannya sebagai sumber harta utama dan selalu mengharapkannya. Apalagi jika pemberian itu dari anak sendiri, yang hakikatnya anak juga merupakan hasil dari jerih payah orang tua. Sehingga harta yang diberikan oleh anak dapat digolongkan sebagai harta yang dihasilkan dari usahanya sendiri.

[Lembaga kajian dan Riset Rasionalika Darus-Sunnah]

Tidak ada komentar: